Beranda | Artikel
Mengenal Nama Allah Al-Hakim
Senin, 16 September 2024

Sesungguhnya mengenal Allah serta mengetahui nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, merupakan tujuan utama dari seluruh makhluk. Dengan ma’rifatullah (mengenal Allah), seorang hamba akan merasakan kenikmatan hidup, karena kehidupan manusia bergantung pada kehidupan hati dan jiwanya. Tidak ada kehidupan bagi hati, kecuali dengan mengenal Penciptanya, mencintai-Nya, menyembah hanya kepada-Nya, kembali kepada-Nya, merasakan ketenangan dengan mengingat-Nya, dan merasakan kedekatan dengan-Nya. [1]

Berikut adalah penjelasan singkat tentang salah satu nama dari nama-nama Allah yang indah, yaitu “Al-Hakim” (الحكيم). Kami memohon kepada Allah Yang Mahaagung agar memberikan taufik kepada kita untuk memahami dan mengamalkan kandungannya.

Dalil nama Allah “Al-Hakim”

Allah menyebutkan nama-Nya “Al-Hakim” sebanyak 94 kali dalam Al-Qur’an. Di antaranya adalah:

Surah Al-Baqarah: 228, 240

وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Surah An-Nisa’: 26

وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ

Dan Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Surah Al-An’am: 18, 73

وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ

Dan Dialah Yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.

Surah An-Nur: 10

وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ حَكِيمُ

Kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada kalian, sungguh Allah Maha Penerima tobat lagi Mahabijaksana.

Surah Asy-Syura: 51

أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلَى حَكِيمٌ

Atau mengutus seorang rasul, lalu diwahyukan dengan izin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Mahatinggi lagi Mahabijaksana.

Sedangkan nama-Nya “Al-Hakam” (الحَكَم) disebutkan dalam satu ayat, yaitu firman Allah Ta’ala,

أَفَغَيْرَ اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا

Maka, apakah selain Allah aku mencari hakim?” (QS. Al-An’am: 114)

Dan nama “Al-Hakim” (الحاكم) dalam bentuk jamak (plural) disebutkan dalam lima ayat. Di antaranya:

فَاصْبِرُوا حَتَّى يَحْكُمُ اللهُ بَيْنَنَا وَهُوَ خَيْرُ الْحَـٰكِمِينَ

Maka, bersabarlah hingga Allah memberi keputusan di antara kita, dan Dia adalah sebaik-baik pemberi keputusan.” (QS. Al-A’raf: 87) [2]

Kandungan makna nama Allah “Al-Hakim”

Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-Hakim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.

Makna bahasa dari “Al-Hakim”

Kata “Al-Hakim” berasal dari kata “hukm” yang berarti pencegahan.

Ibnu Faris rahimahullah mengatakan,

‌‌(حَكَمَ) الْحَاءُ وَالْكَافُ وَالْمِيمُ أَصْلٌ وَاحِدٌ، وَهُوَ الْمَنْعُ

(حَكَمَ) huruf ha’, kaf, dan mim berasal dari satu akar kata yang berarti pencegahan.” Kemudian, beliau melanjutkan, ” … Hikmah itu memiliki makna yang sama, karena ‘hikmah’ itu mencegah dari kebodohan.” [3]

Tentang kata hakim, Al-Zajjaj rahimahullah berkata,

الحكيم من الرِّجَال يجوز أَن يكون فعيلا فِي معنى فَاعل وَيجوز أَن يكون فِي معنى مفعل

Al-Hakim dari kalangan manusia bisa bermakna fa’il (pelaku) atau muf’il (penyempurna).[4]

Makna “Al-Hakim” dalam konteks Allah

Al-Zajjaj rahimahullah melanjutkan, “Allah adalah Haakim dan Hakiim. Lebih tepat jika setiap makna diambil secara terpisah untuk memberikan faedah yang lebih besar. Al-Hakim dalam arti Muhkim (penyempurna), di mana Allah Ta’ala adalah penyempurna segala sesuatu, seperti yang Allah firmankan,

صنع الله الَّذِي أتقن كل شَيْء

Inilah ciptaan Allah yang menyempurnakan segala sesuatu.” (QS. An-Naml: 88)

Penyempurna segala sesuatu

Al-Khattabi rahimahullah berkata,

الحكيم: هُوَ المُحْكِمُ لِخَلْقِ الأشْيَاءِ

Al-Hakiim adalah penyempurna penciptaan segala sesuatu.”

Allah Ta’ala berfirman,

آلر، تِلْكَ آيَاتُ الكِتَابِ الحَكِيْمِ

Alif Lam Ra, ini adalah ayat-ayat kitab yang hakim (penuh hikmah).” (QS. Yunus: 1)

Dan di tempat lain Allah berfirman,

كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ

Sebuah kitab yang ayat-ayatnya di-ihkamkan (disusun dengan penuh hikmah).” (QS. Hud: 1)

Ini menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “Hakim” di sini adalah ayat-ayat yang disusun dengan hikmah dan kebijaksanaan yang sempurna. Makna “penyempurna segala sesuatu” adalah bahwasanya Allah merencanakan segala sesuatu dengan sangat teliti dan penuh perhitungan.” [5]

Yang disifati dengan kesempurnaan hikmah dan kesempurnaan hukum di antara hamba-hamba-Nya

Syekh Abdurrahman bin Nashir As-Si’di rahimahullah berkata,

الحكيم أي الموصوف بكمال الحكمة، وبكمال الحكم بين عباده

Al-Hakiim adalah yang disifati dengan kesempurnaan hikmah dan kesempurnaan dalam memberikan hukum di antara hamba-hamba-Nya.” Kemudian beliau melanjutkan, “Hikmah itu berarti keluasan ilmu dan pengetahuan terhadap asal-usul segala sesuatu serta akibat-akibatnya, dan keluasan pujian-Nya di mana Dia menempatkan segala sesuatu pada tempatnya yang tepat dan menurunkannya sesuai dengan kedudukannya. Tidak ada yang bisa mempertanyakan-Nya dan tidak ada yang dapat mencela hikmah-Nya. Maka, bagi-Nyalah hikmah dalam penciptaan dan perintah-Nya.

Syariat-Nya mengandung semua kebaikan. Semua perintah-Nya mengandung manfaat dan maslahat, serta membuahkan akhlak yang mulia, keutamaan yang berharga, amal yang saleh, petunjuk yang sempurna, pahala yang besar, dan ganjaran yang agung. Larangan-larangan-Nya sesuai dengan akal sehat dan fitrah yang lurus, karena Dia hanya melarang sesuatu yang membahayakan manusia dalam akal, akhlak, kehormatan, tubuh, dan harta mereka. Secara umum, syariat-Nya memerintahkan kepada maslahat yang murni atau yang lebih besar maslahatnya, dan melarang segala bentuk kerusakan yang murni atau yang lebih besar kerusakannya. Dia adalah Al-Hakim dalam penciptaan dan perintah-Nya. Demikian pula, hukum-hukum-Nya terkait balasan atas amal perbuatan sangatlah tepat dan sesuai dengan hikmah secara keseluruhan dan terperinci. Wallahu a’lam.” [6]

Konsekuensi dari nama Allah “Al-Hakim” bagi hamba

Penetapan nama “Al-Hakim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekuensinya dari sisi hamba [7] :

Seorang hamba harus meyakini bahwa hukum sepenuhnya milik Allah semata

Hukum sepenuhnya milik Allah semata, tidak ada sekutu dalam ketetapan hukum-Nya, sebagaimana tidak ada sekutu dalam ibadah kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلَا يُشْرِكُ فِي حُكْمِهِ أَحَدًا

Dan Dia tidak mempersekutukan seorang pun dalam hukum-Nya.” (QS. Al-Kahfi: 26)

Dan juga firman-Nya,

فَمَن كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan jangan mempersekutukan seorang pun dalam ibadah kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)

Seorang hamba harus beriman bahwa Allah Ta’ala menentukan apa yang Dia kehendaki

Allah Ta’ala menentukan apa yang Dia kehendaki dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah Ta’ala berfirman,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ أُحِلَّتْ لَكُم بَهِيمَةُ الْأَنْعَامِ إِلَّا مَا يتلى عَلَيْكُمْ غَيْرَ مُحِلِّي الصَّيْدِ وَأَنتُمْ حُرُمُ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai kehendak-Nya.” (QS. Al-Maidah: 1)

Allah memutuskan dalam ciptaan-Nya sesuai dengan kehendak-Nya, seperti menghalalkan apa yang Dia kehendaki, mengharamkan apa yang Dia kehendaki, mewajibkan apa yang Dia inginkan, dan lainnya dari hukum dan keputusan-Nya. Dia memiliki hikmah yang sempurna dalam semua itu. Tidak ada seorang pun yang dapat mengoreksi keputusan-Nya, sebagaimana manusia saling meninjau keputusan satu sama lain.

Hamba-hamba harus berhukum dengan Kitab Allah dalam urusan di antara mereka

Tidak ada kitab yang serupa dengan Al-Qur’an dari sisi kesempurnaan dalam segala hal. Apa yang Allah tetapkan dari hukum, transaksi, qishas, hudud (hukuman), pembagian warisan, dan hal-hal yang berkaitan dengan urusan pribadi dalam Al-Qur’an adalah puncak hikmah. Allah mengingatkan hamba-hamba-Nya akan hal ini dalam firman-Nya,

ومن أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حكما لقوم يوقنون

Dan siapakah yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?” (QS. Al-Maidah: 50)

Kaum mukminin harus rida dengan hukum Allah

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا كَانَ قَوْلَ الْمُؤْمِنِينَ إِذا دعوا إلى الله ورسوله أن يقولوا سمعنا وأطعنا

Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, apabila mereka dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya agar Rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, mereka berkata, ‘Kami mendengar dan kami taat.’ ” (QS. An-Nur: 51)

Adapun orang yang tidak rida dengan hukum tersebut, meninggalkan syariat Al-Hakim Yang Maha Mengetahui, dan lebih memilih pendapatnya sendiri serta mengikuti apa yang diinginkan oleh akalnya atau hawa nafsunya, maka ia jatuh dalam jurang kekufuran, kezaliman, atau kefasikan, yang Allah telah tetapkan atasnya. Allah Ta’ala berfirman,

ومن لم يحكم بما أنزل الله أولئك هم الكافرون

Dan barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (QS. Al-Ma’idah: 44)

Dilarang menggunakan julukan “Abu Al-Hakam”

Diriwayatkan dari Hani’ bin Yazid, ketika ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersama kaumnya, beliau mendengar mereka memanggilnya dengan julukan Abu Al-Hakam. Rasulullah pun memanggilnya dan bertanya,

إن اللهَ هو الحكمُ ، وإليه الحكمُ ، فلم تكَنَّى أبا الحكمِ ؟

Sesungguhnya Allah adalah Al-Hakam, hanya kepada-Nyalah segala keputusan, lalu mengapa kamu dipanggil Abu Al-Hakam?”  Ia menjawab, “Kaumku, jika mereka berselisih dalam suatu perkara, mereka datang kepadaku, lalu aku memberikan keputusan kepada mereka, dan kedua pihak yang berselisih rida dengan keputusanku.”

Maka, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ما أحسنُ هذا ، فما لك من الولدِ؟

Sungguh ini sangat baik. Siapa anak-anakmu?

Ia menjawab, “Saya memiliki anak bernama Syuraikh, Muslim, dan Abdullah.” Rasulullah pun bertanya, “Siapa yang paling tua di antara mereka?” Ia menjawab, “Syauraikh.” Lalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فأنت أبو شريحٍ

Maka, kamu adalah Abu Syuraikh.” (HR. Abu Dawud no. 4955, dan disahihkan oleh Al-Albani)

Perubahan nama panggilan ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyukai penggunaan julukan “Abu Al-Hakam” atau menjadikannya sebagai nama. Ibnu Atsir berkata, “Rasulullah tidak menyukai julukan ini karena tidak ingin ada yang menyaingi Allah Ta’ala dalam sifat-Nya.”

Demikian, semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga, dan pengikut beliau.

***

1 Rabiulawal 1446, Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen

Penulis: Prasetyo Abu Kaab


Artikel asli: https://muslim.or.id/97776-mengenal-nama-allah-al-hakiim-2.html