Allah Maha Besar dzat dan kerajaan-Nya. Kebesaran-Nya tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata, tidak pula dapat diliputi oleh pikiran kita. Cobalah kita renungkan bagaimana besarnya Allah Rabbul ‘Alamin, tentunya kita tidak mungkin memikirkan bagaimana hakikat dzat Allah. Akan tetapi dengan cara melihat bagaimana makhluk Allah yang amat besar, akan tampak kepada kita kebesaran Allah Yang Maha besar lagi Maha Mulia.
Tahukah anda, bagaimana besarnya ‘Arsy Allah Ta’ala? Disebutkan dalam hadits yang dishahihkan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah1, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلَقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ فَلاَةٍ وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلاَةِ عَلَى تِلْكَ الْحَلَقَةِ .
“Tidaklah tujuh langit dibandingkan kursi (Allah) kecuali seperti cincin yang dilemparkan di tanah lapang, dan besarnya ‘Arasy dibandingkan kursi adalah seperti tanah lapang dibandingkan dengan cincin“.
Subhanallah! Maha Besar Allah, langit yang tujuh saja bila kita perhatikan amat besar, ternyata dibandingkan kursi Allah tidak ada apa-apanya. Dan kursi Allah yang amat besar itu ternyata dibandingkan dengan ‘Arasy Allah hanya sebesar cincin dibandingkan tanah lapang. Akal kita tidak mungkin dapat menggambarkan kebesaran kursi dan ‘Arasy, bagaimana dengan penciptanya?! Subhanallah..
Dan ‘Arasy Allah dipikul oleh beberapa malaikat, dan tahukah antum bagaimana besarnya malaikat pemikul ‘Arasy? Disebutkan dalam hadits:
أُذِنَ لِىْ أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ مَلَكٍ مِنْ مَلاَئِكَةِ اللهِ مِنْ حمَلَةِ الْعَرْشِ مَا بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ إلَى عَاتِقِهِ مَسِيْرَةُ سَبْعِمِائَةِ سَنَةٍ.
“Aku diidzinkan untuk menceritakan tentang salah satu malaikat Allah pemikul ‘arasy, yaitu antara daging telinga (tempat anting. Pen) dengan pundaknya sejauh tujuh ratus tahun perjalanan“. (HR Abu Dawud no 4727, dan dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam silsilah ash shahihah no 151).
Cobalah bayangkan, apabila jarak antara daging telinga dengan pundaknya sejauh tujuh ratus tahun perjalanan, bagaimana jaraknya antara ujung kepala sampai ke ujung kaki? Maha Besar Allah yang telah menciptakan makhuk-makhluk yang luar biasa besarnya.
Barangkali anda akan terkejut dengan hadits berikut ini yang menceritakan tentang ayam jago paling besar di dunia; Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللهَ أَذِنَ لِيْ أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ دِيْكٍ قَدْ مَرَقَتْ رِجْلاَهُ الْأَرْضَ وَعُنُقُهُ مُنْثَنٍ تَحْتَ الْعَرْشِ وَهُوَ يَقُوْلُ : سُبْحَانَكَ مَا أَعْظَمَكَ رَبَّنَا !
“Sesungguhnya Allah mengidzinkan aku untuk menceritakan tentang seekor ayam jantan yang kedua kakinya menembus bumi, dan lehernya merunduk di bawah ‘Arasy seraya berkata: “Maha suci Engkau, betapa besarnya Engkau ya Rabb kami“. (HR Ath Thabrani dalam Al Mu’jam Al Ausath no 7324, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Bani dalam silsilah ash shahihah no 150).
Ayam yang sangat besar, namun kita tidak dapat melihatnya karena ia gaib. Dan yang lebih membuat kita tertegun adalah perkataan ayam itu: “..betapa besarnya Engkau ya Rabb kami“. Kalimat yang menunjukkan bahwa penciptanya amat besar dan sangat besar, sehingga ayam itu memandang dirinya amat kecil di hadapanNya, Maha besar Allah dan segala puji baginya.
Keutamaan Takbir
Syaikh Abdurrazzaq al Badr menjelaskan tentang keutamaan takbir dan maknanya, beliau berkata: “Sesungguhnya takbir mempunyai keutamaan yang agung, dan pahalanya di sisi Allah besar, banyak nash yang menganjurkan bertakbir diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ وَلِيٌّ مِنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا
“Dan Katakanlah: “Segala puji bagi Allah yang tidak mempunyai anak dan tidak mempunyai sekutu dalam kerajaan-Nya dan Dia bukan pula hina yang memerlukan penolong dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang sebesar-besarnya”. (QS. Al Israa: 111).
Allah Ta’ala juga berfirman:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“..dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur”. (QS. Al Baqarah: 185).
Allah juga berfirman mengenai haji dan sembelihan untuk taqarrub :
لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al Hajj: 37)
Dan firman Allah Ta’ala :
(يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ (1) قُمْ فَأَنْذِرْ (2) وَرَبَّكَ فَكَبِّرْ (3
“Hai orang yang berkemul (berselimut), Bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah!” (QS. Al Muddatsir: 1-3).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan keutamaan takbir dan keagungannya, beliau berkata: “Oleh karena itu, syi’ar-syi’ar shalat, adzan, hari raya, dan tempat-tempat tinggi adalah takbir. Ia adalah salah satu kalimat yang paling utama setelah al Qur’an, yaitu subhanallah, alhamdulillah, laa ilaaha illallah, dan Allahu Akbar, sebagaimana disebutkan dalam kitab shahih Bukhari dan Muslim dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan tidak ada satupun dalil yang membolehkan mengganti lafadz Allahu Akbar dengan lafadz Allahu A’zham, dan mayoritas ulama berpendapat bahwa shalat tidak sah kecuali dengan lafadz Allahu Akbar, bila ada orang yang berucap di awal shalatnya: Allahu A’zham, maka shalatnya tidak sah, berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ ، وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Kunci shalat adalah Ath Thuhur (wudlu), pengharamnya adalah takbir dan penghalalnya adalah taslim”.2
Dan ini adalah pendapat Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Abu Yusuf, Dawud dan lainnya, jika ada orang yang menucapkan selain takbir seperti subhanallah, atau alhamdulillah, maka shalatnya tidak sah.
Dan takbir itu khusus untuk dzikir ketika keadaan naik (tinggi), sebagaimana tasbih itu khusus untuk keadaan turun (rendah), sebagaimana disebutkan dalam kitab-kitab sunan dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: “Kami pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, apabila naik tinggi kami bertakbir, dan apabila turun kami bertasbih”3…”.4
(Lanjut…..)