Beranda | Artikel
Mengendalikan Syahwat di Zaman Fitnah
1 hari lalu

Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,

إن فتى شابا أتى النبيَّ ـ صلى الله عليه وسلم ـ فقال: يا رسول الله، ائذن لي بالزنا!، فأقبل القوم عليه فزجروه، وقالوا: مه مه، فقال: ادنه، فدنا منه قريبا، قال: فجلس، قال: أتحبه لأمك؟، قال: لا واللَّه، جعلني اللَّه فداك، قال: ولا الناس يحبونه لأمهاتهم، قال: أفتحبه لابنتك؟، قال: لا واللَّه، يا رسول اللَّه جعلني اللَّه فداك، قال: ولا الناس يحبونه لبناتهم، قال: أفتحبه لأختك؟ قال: لا واللَّه، جعلني اللَّه فداك، قال: ولا الناس يحبونه لأخواتهم، قال: أفتحبه لعمتك؟ قال: لا واللَّه، جعلني اللَّه فداك، قال: ولا الناس يحبونه لعماتهم، قال أفتحبه لخالتك؟ قال: لا واللَّه جعلني اللَّه فداك، قال: ولا الناس يحبونه لخالاتهم قال: فوضع يده عليه وقال: اللَّهمّ اغفر ذنبه وطهر قلبه، وحَصِّنْ فرْجَه، فلم يكن بعد ذلك الفتى يلتفت إلى شيء

“Seorang pemuda datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk berzina!’ Maka orang-orang yang hadir pun menghampirinya dan memarahinya seraya berkata, ‘Cukup! Cukup!’

Nabi bersabda, ‘Mendekatlah kepadaku.’ Maka pemuda itu pun mendekat hingga berada di dekat beliau.

Beliau bertanya, ‘Apakah engkau suka perbuatan itu dilakukan terhadap ibumu?’

Pemuda itu menjawab, ‘Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikanku tebusanmu.’

Beliau bersabda, ‘Dan orang-orang pun tidak suka hal itu dilakukan terhadap ibu-ibu mereka.’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau suka perbuatan itu dilakukan terhadap putrimu?’

Pemuda itu menjawab, ‘Tidak, demi Allah, wahai Rasulullah, semoga Allah menjadikanku tebusanmu.’

Beliau bersabda, ‘Dan orang-orang pun tidak suka hal itu dilakukan terhadap putri-putri mereka.’

Beliau bertanya lagi. ‘Apakah engkau suka perbuatan itu dilakukan terhadap saudarimu?’

Pemuda itu menjawab, ‘Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikanku tebusanmu.’

Beliau bersabda, ‘Dan orang-orang pun tidak suka hal itu dilakukan terhadap saudari-saudari mereka.’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau suka perbuatan itu dilakukan terhadap bibimu (dari pihak ayah)?’

Pemuda itu menjawab, ‘Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikanku tebusanmu.’

Beliau bersabda, ‘Dan orang-orang pun tidak suka hal itu dilakukan terhadap bibi-bibi mereka (dari pihak ayah).’

Beliau bertanya lagi, ‘Apakah engkau suka perbuatan itu dilakukan terhadap bibimu (dari pihak ibu)?’

Pemuda itu menjawab, ‘Tidak, demi Allah, semoga Allah menjadikanku tebusanmu.’

Beliau bersabda, ‘Dan orang-orang pun tidak suka hal itu dilakukan terhadap bibi-bibi mereka (dari pihak ibu).’

Kemudian Nabi meletakkan tangan beliau pada pemuda itu seraya berdoa, ‘Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikanlah hatinya, dan peliharalah kemaluannya.’

Setelah itu, pemuda itu tidak lagi terlintas untuk melakukan perbuatan tersebut.” (HR. Ahmad)

Dalam riwayat lain disebutkan, “Dan beliau berdoa, ‘Ya Allah, sucikanlah hatinya, ampunilah dosanya, dan peliharalah kemaluannya.’ Maka tidak ada sesuatu pun yang lebih ia benci setelah itu daripada perbuatan zina.”

Segala puji bagi Allah Ta’ala yang telah menurunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi umat manusia, dan selawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, suri teladan terbaik dalam segala aspek kehidupan. Ilmu adalah cahaya yang menerangi jalan menuju surga. Tanpa ilmu, seorang muslim akan tersesat di tengah gelapnya godaan dunia. Karena itu, kesabaran dalam menuntut ilmu adalah keniscayaan, bahkan ketika kondisi fisik tidak mendukung, seperti cuaca panas ataupun lelah yang mendera.

Lantas, bagaimana menghadapi dorongan syahwat yang begitu kuat, khususnya di era penuh fitnah dan keterbukaan aurat yang masif? Fitnah syahwat telah menyelinap ke dalam genggaman setiap orang, bahkan anak-anak kecil, melalui media sosial dan internet.

Kesabaran dalam menuntut ilmu amatlah penting, karena di balik kesabaran itu terdapat ilmu yang menyelamatkan dari kehancuran moral. Kisah di atas mengandung banyak hikmah yang luar biasa dari kehidupan Rasulullah ﷺ, yaitu tentang seorang pemuda yang datang dan secara terang-terangan meminta izin untuk berzina. Kisah ini mengandung pelajaran penting dalam menghadapi nafsu dan mendidik generasi muda di era yang penuh jebakan maksiat ini.

Keberanian pemuda dan kebijaksanaan Rasulullah

Mari kita renungkan kembali hadis pada awal pendahuluan di atas, di mana seorang pemuda datang langsung kepada Rasulullah ﷺ dan berkata dengan polos, “Izinkan aku untuk berzina.” Sebuah pernyataan yang mengejutkan, membuat para sahabat yang hadir langsung bereaksi keras. Mereka ingin menghentikan pemuda itu dengan cara yang tegas. Namun, lihatlah bagaimana Rasulullah ﷺ, pemimpin umat yang penuh hikmah, tidak serta merta membentak atau mengusirnya, tapi justru berkata, “Mendekatlah.”

Inilah awal mula pendekatan yang luar biasa. Rasulullah ﷺ tidak menolak niat buruk itu dengan kemarahan, tapi dengan membuka ruang dialog. Beliau memberikan teladan luar biasa tentang bagaimana menyambut kejujuran seorang anak muda yang tengah bergumul dengan nafsunya. Rasulullah ﷺ paham bahwa ini adalah momen langka — seorang pemuda terbuka tentang gejolak syahwatnya. Maka, beliau memilih untuk membimbing, bukan menghakimi.

Di sinilah para pendidik dan orang tua perlu bercermin. Seringkali, kita justru mematikan kejujuran anak-anak dengan kemarahan dan hukuman. Padahal, jika seorang anak berani mengungkapkan niat buruknya, itu tanda adanya kepercayaan dan peluang emas untuk membimbing hatinya ke jalan yang benar. Nabi ﷺ telah memberikan contoh kebesaran jiwa dalam menghadapi pernyataan yang bisa saja dianggap hina oleh masyarakat.

Kisah ini menunjukkan bahwa keberanian anak muda tidak selalu harus dihadapi dengan keras. Sebaliknya, pemuda itu justru menemukan ketenangan dan jawaban yang menyentuh hati dari Nabi ﷺ. Maka kita pun sebagai umatnya harus meneladani pendekatan ini dalam mendidik dan membina anak-anak kita yang hidup di zaman penuh fitnah ini.

Baca juga: Ujian Tersulit untuk Laki-Laki

Menyentuh logika dan hati

Rasulullah ﷺ melanjutkan dengan serangkaian pertanyaan yang sangat menyentuh perasaan pemuda tersebut. “Apakah engkau suka jika hal itu dilakukan terhadap ibumu?” Pemuda itu menjawab, “Tidak, demi Allah.” Pertanyaan serupa diajukan untuk anak perempuan, saudari perempuan, bibi dari pihak ayah, dan bibi dari pihak ibu — semuanya dijawab dengan penolakan yang tegas.

Melalui pertanyaan ini, Rasulullah ﷺ mengajak pemuda itu berpikir dari sudut pandang empati. Sebuah pendekatan yang membangkitkan perasaan dan kesadaran sosial. Betapa banyak orang yang merasa wajar berzina, namun akan marah besar bila hal itu menimpa keluarganya. Di sinilah letak keadilan: seseorang harus membenci kemaksiatan bukan hanya karena itu dosa, tapi karena itu juga menyakitkan bagi sesama manusia.

Kebanyakan pendekatan dakwah atau pendidikan hari ini terjebak pada ceramah satu arah yang hanya menekankan larangan, tanpa membangun kesadaran batin. Rasulullah ﷺ justru membangun dialog dua arah, menyentuh akar emosional dari niat buruk itu, dan perlahan-lahan membalikkan hati pemuda tersebut dengan kasih dan logika yang menyentuh.

Inilah metode yang perlu kita tiru dalam menghadapi anak-anak, remaja, atau siapa pun yang sedang tergoda oleh syahwat. Jangan langsung mencaci, tetapi ajak mereka berpikir: bagaimana jika itu terjadi pada keluargamu? Maka, pelan-pelan hati yang keras akan melunak, dan nafsu akan tunduk kepada akal yang tercerahkan oleh cahaya iman.

Doa Rasulullah

Setelah menyadarkan pemuda itu secara emosional dan intelektual, Rasulullah ﷺ menutup momen tersebut dengan meletakkan tangannya di dada pemuda itu dan berdoa, “Ya Allah, ampunilah dosanya, sucikan hatinya, dan lindungi kemaluannya.” Doa yang penuh makna ini menjadi penutup proses tarbiyah yang paripurna — dari akal, perasaan, hingga ruhaniyah.

Doa ini menunjukkan bahwa perubahan hakiki tidak cukup hanya dengan nasihat atau logika semata. Hati manusia adalah milik Allah ﷻ. Maka setelah segala upaya dialog dan penjelasan, Rasulullah ﷺ menyerahkan hasilnya kepada Allah Ta’ala dalam bentuk doa. Dan Allah pun mengabulkan doa itu. Dalam riwayat disebutkan, pemuda itu tidak lagi pernah mendekati zina, bahkan hal-hal yang mengarah ke sana.

Transformasi ini begitu luar biasa dan menjadi bukti bahwa hidayah Allah bisa datang melalui pendekatan yang lembut dan menyentuh. Tidak ada bentakan, tidak ada kekerasan, hanya kasih sayang dan doa. Hasilnya: perubahan total dalam hidup seorang pemuda yang sebelumnya terjerumus dalam gejolak syahwat.

Bagi para orang tua, guru, dan pendidik, ini menjadi pelajaran penting. Jangan hanya fokus pada larangan, tapi bimbing dengan kasih, doakan dengan tulus, dan jangan pernah putus asa dari perubahan seseorang — karena hati bisa berubah dalam sekejap bila Allah menghendaki.

Fitnah syahwat zaman ini

Jika godaan zina di masa Rasulullah ﷺ sudah begitu menggoda, maka godaan di zaman sekarang jauh lebih dahsyat. Media sosial seperti Instagram, TikTok, dan platform lain bahkan menjadikan aurat sebagai komoditas. Bahkan anak-anak berusia 8 tahun sudah bisa dengan mudah mengakses konten yang sangat merusak moral. Maka tidak heran apabila dorongan syahwat hari ini lebih brutal dan masif.

Di sinilah hadis ini menemukan relevansinya. Generasi muda hari ini membutuhkan bimbingan yang lebih sabar, pendekatan yang lebih empatik, dan doa yang lebih sering. Jika Nabi ﷺ saja membimbing pemuda dengan kasih sayang dalam kondisi godaan yang lebih kecil, maka kita lebih wajib lagi bersikap lembut menghadapi fitnah syahwat hari ini.

Orang tua harus sadar, pendekatan Nabi ﷺ adalah teladan terbaik dalam mendidik anak. Jadilah ayah yang mau mendengar, ibu yang bisa dipercaya anak-anaknya. Bila anak berani berkata, “Aku tergoda untuk berzina,” jangan marah — bersyukurlah karena anak membuka hatinya. Itulah kesempatan untuk membimbing sebelum terlambat.

Ajak anak berdialog, berikan nasihat yang menyentuh, dan jangan lupa panjatkan doa yang tulus untuk hati mereka. Hanya dengan bimbingan seperti ini, kita bisa berharap agar generasi kita tetap bertahan dalam kesucian, di tengah badai fitnah yang tak pernah reda. Semoga Allah menjaga diri dan keluarga kita dari fitnah syahwat yang menjerumuskan. Aamiin.

Wallahu a’lam.

Baca juga: Sebab Keselamatan dari Fitnah Syahwat

***

Penulis: Fauzan Hidayat

Artikel Muslim.or.id


Artikel asli: https://muslim.or.id/107881-mengendalikan-syahwat-di-zaman-fitnah.html