Beranda | Artikel
Mengenal Nama Allah Al-Aliim
3 hari lalu

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, yang memiliki nama-nama yang paling indah dan sifat-sifat yang paling tinggi. Selawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, sang pembawa petunjuk, serta kepada keluarga dan para sahabatnya yang setia.

Mengenal Allah melalui nama-nama-Nya yang mulia merupakan salah satu bentuk ibadah yang agung dan merupakan salah satu tujuan penciptaan manusia. Di antara nama Allah yang sering disebut dalam Al-Qur’an adalah Al-‘Aliim, Yang Maha Mengetahui. Nama ini menunjukkan keluasan ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu: yang tampak maupun tersembunyi, masa lalu, sekarang, hingga apa yang belum terjadi. Artikel ini akan membahas dalil, makna, serta konsekuensi dari nama ini dalam kehidupan seorang hamba.

Dalil nama Allah “Al-‘Aliim”

Nama “Al-‘Aliim” disebutkan dalam seratus lima puluh tujuh tempat dalam Al-Qur’an. Di antaranya:

Firman Allah Ta‘ala,

قَالُواْ سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Mereka berkata, “Maha Suci Engkau, kami tidak memiliki ilmu kecuali apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkau-lah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32)

Firman-Nya,

واللّهُ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ

“Dan Allah Maha Mengetahui apa yang ada di dalam dada.” (QS. Ali ‘Imran: 154)

Firman-Nya,

وَأَنَّ اللّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Ma’idah: 97)

Firman-Nya,

وَالشَّمْسُ تَجْرِي لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ الْعَلِيمِ

“Matahari berjalan pada tempat peredarannya. Itu adalah ketetapan dari Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Yasin: 38) [1]

Kandungan makna nama Allah “Al-’Aliim”

Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-’Aliim” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.

Makna bahasa dari “Al-’Aliim”

Kata Al-‘Aliim ( الْعَلِيمُ )  berbentuk fa‘iil, yang merupakan salah satu pola isim mubalaghah (bentuk penekanan atau intensif), dari kata ‘alima ya’lamu ‘ilman ( عَلِمَ يَعْلَمُ علما ).

Sedangkan kata Al-’Ilm ( العلم ) bermakna lawan dari kebodohan. Ibnu Fāris rahimahullah (w. 395 H) mengatakan,

وَالْعِلْمُ: نَقِيضُ الْجَهْلِ

“Ilmu adalah lawan dari kebodohan.” [2]

Ilmu juga bermakna keyakinan, ma’rifah (pengenalan), dan kadang bermakna merasakan. [3]

Makna “Al-’Aliim” dalam konteks Allah

Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah mengatakan terkait firman Allah,

{إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ (البقرة: 32)}

وتأويلُ ذلك: إنك أنت يا ربَّنا العليمُ -مِن غيرِ تَعْليمٍ- بجميعِ ما قد كان، وما هو كائنٌ، والعالمُ للغُيوبِ دون جميعِ خلقِك

{الْعَلِيمُ}. يَعْنون بذلك العالمَ مِن غيرِ تعليمٍ، إذ كان مَن سواك لا يَعْلَمُ شيئًا إلا بتعليمِ غيرِه إياه

“Makna dari ayat ini adalah: Sesungguhnya Engkau, wahai Rabb kami, adalah Yang Maha Mengetahui, tanpa proses belajar atau diajari, terhadap segala sesuatu yang telah terjadi dan yang akan terjadi, serta mengetahui perkara-perkara gaib yang tidak diketahui oleh semua makhluk-Mu. … Al-‘Aliim dalam ayat ini maksudnya adalah: Yang mengetahui tanpa diajari, karena selain Allah tidak mengetahui apa pun kecuali melalui proses belajar atau pemberitahuan dari selainnya.” [4]

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala,

{ذَلِكَ تَقْدِيرُ الْعَزِيزِ ‌الْعَلِيمِ}

beliau mengatakan,

أَيِ: الْعَزِيزُ الَّذِي قَدْ عَزَّ كُلَّ شَيْءٍ فَغَلَبَهُ وَقَهَرَهُ، ‌الْعَلِيمُ بِجَمِيعِ حَرَكَاتِ الْمَخْلُوقَاتِ وَسَكَنَاتِهِمْ

“Maksudnya adalah: Dialah Yang Maha Perkasa, yang segala sesuatu tunduk dan kalah di hadapan-Nya, dan Yang Maha Mengetahui seluruh gerakan dan diamnya makhluk.” [5]

Asy-Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah mengatakan tentang makna nama Al-’Aliim ini,

الذي أحاط علمه بالظواهر والبواطن والإسرار والإعلان، وبالعالم العلوي والسفلي، بالماضي والحاضر والمستقبل، فلا يخفى عليه شيء من الأشياء، علم ما كان وما سيكون، وما لم يكن أن لو كان كيف يكون، أحاط بكل شيء علما، وأحصى كل شيء عددًا

“Allah adalah Dzat yang ilmu-Nya mencakup segala yang tampak maupun tersembunyi, perkara rahasia maupun terang-terangan, alam atas dan alam bawah, masa lalu, sekarang, dan masa depan. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya.

Dia mengetahui apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi seandainya terjadi. Dia pun mengetahui bagaimana bentuk terjadinya. Ilmu-Nya mencakup segala sesuatu, dan Dia menghitung segala sesuatu dengan bilangan yang pasti.” [6]

Konsekuensi dari nama Allah “Al-’Aliim” bagi hamba

Penetapan nama “Al-’Aliim” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekunsinya dari sisi hamba:

Mengimani bahwa “Al-‘Aliim” adalah salah satu dari nama Allah

Nama ini menunjukkan bahwa Allah memiliki sifat ilmu. Seorang hamba wajib meyakini bahwa ilmu Allah sempurna, menyeluruh, dan hanya dimiliki oleh-Nya semata, tanpa ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada satu makhluk pun yang menyamai Allah dalam kesempurnaan ilmu-Nya. Allah telah menetapkan ilmu yang sempurna dan menyeluruh bagi diri-Nya dalam banyak ayat, di antaranya,

إِنَّمَا إِلَهُكُمُ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَسِعَ كُلَّ شَيْءٍ عِلْماً

Sesungguhnya Tuhan kalian adalah Allah, tidak ada tuhan selain Dia, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.” (QS. Thaha: 98)

أَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْماً

Sesungguhnya Allah telah meliputi segala sesuatu dengan ilmu-Nya.” (QS. Ath-Thalaq: 12)

Kesempurnaan ilmu Allah mencakup: apa yang telah terjadi (masa lalu), apa yang sedang terjadi (masa kini), apa yang akan terjadi (masa depan), bahkan apa yang tidak terjadi, seandainya terjadi, Allah tahu bagaimana bentuk kejadiannya.

Ini adalah bentuk kesempurnaan ilmu Allah terhadap hal-hal gaib dan akibat dari segala perkara, dan merupakan akidah Ahlus Sunnah wal Jama‘ah. Dalil-dalil tentang hal ini sangat banyak. [7]

Takut dan merasa diawasi oleh Allah, serta menjauhi semua ucapan dan perbuatan yang membuat-Nya murka

Apabila seorang hamba menyadari bahwa Allah mengetahui segala sesuatu dan ilmu-Nya meliputi segalanya, maka ia akan takut dan merasa diawasi, sehingga tidak akan berkata atau berbuat sesuatu yang membuat Allah murka.

Firman Allah,

قُلْ إِنْ تُخْفُوا مَا فِي صُدُورِكُمْ أَوْ تُبْدُوهُ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَيَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Katakanlah: Jika kalian menyembunyikan apa yang ada dalam dada kalian atau menampakkannya, Allah pasti mengetahuinya. Dan Dia mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran: 30)

Syekh Abdurrahman bin Sa‘di rahimahullah berkata,

ففيه ‌إرشاد ‌إلى ‌تطهير القلوب واستحضار علم الله كل وقت فيستحي العبد من ربه أن يرى قلبه محلا لكل فكر رديء، بل يشغل أفكاره فيما يقرب إلى الله من تدبر آية من كتاب، أو سنة من أحاديث رسول الله، أو تصور وبحث في علم ينفعه، أو تفكر في مخلوقات الله ونعمه، أو نصح لعباد الله

“Ayat ini merupakan bimbingan untuk membersihkan hati dan menghadirkan pengawasan ilmu Allah setiap saat. Seorang hamba akan malu kepada Rabb-nya jika hatinya dipenuhi dengan lintasan yang buruk. Maka hendaknya ia mengisi pikirannya dengan hal-hal yang mendekatkan dirinya kepada Allah: merenungi ayat-ayat Al-Qur’an, hadis Nabi , memikirkan ilmu yang bermanfaat, ciptaan Allah dan nikmat-nikmat-Nya, serta memberikan nasihat kepada sesama hamba Allah.” [8]

Seorang hamba hendaknya memperbaiki amal, dan menumbuhkan harap dan takut

Nama Al-‘Aliim sering kali datang dalam Al-Qur’an dalam konteks amal perbuatan dan balasan, sebagai bentuk peringatan dan dorongan agar seorang hamba membenahi niat dan amalnya, sadar bahwa semua amal tidak lepas dari pengawasan Allah, dan termotivasi untuk memperbaiki diri karena Allah Maha Mengetahui.

Hal ini bertujuan membangkitkan hati dan mengingatkan hamba akan pentingnya menyempurnakan dan memperbaiki amal-amalnya, serta menumbuhkan harapan dan rasa takut kepada Allah. [9]

Dan Allah-lah satu-satunya yang memberikan taufik. Tidak ada Rabb selain-Nya, dan tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Dia.

***

Tulang Bawang – Lampung, 4 Syawal 1446

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi Utama:

Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah.

An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.

 

Catatan kaki:

[1] Al-Nahj Al-Asma, hal. 213-214; Lihat juga Fiqh Al-Asma, hal. 157.

[2] Maqāyīs al-Lughah, 4: 110.

[3] Al-Mishbāh Al-Munīr, 2: 427.

[4] Tafsir At-Thabari, 1: 528.

[5] Tafsir Ibnu Katsir, 7: 167.

[6] Fiqh Al-Asma’, hal. 157.

[7] Disarikan dari Al-Nahj Al-Asma, hal. 216-219.

[8] Tafsir As-Sa‘di, hal. 128. Lihat juga pembahasan yang lebih luas tentang hal ini di kitab Fiqh Al-Asma’, hal. 159-160.

[9] Fiqh Al-Asma’, hal. 160.


Artikel asli: https://muslim.or.id/104609-mengenal-nama-allah-al-aliim.html