Beranda | Artikel
Hadis: Motivasi untuk Bermuamalah yang Baik dengan Istri
13 jam lalu

Teks Hadis

Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلاَ يُؤْذِي جَارَهُ،  وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا، فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ، وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاَهُ، فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ، وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ، فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا

“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan juga kepada hari akhir, maka janganlah ia menyakiti tetangganya. Aku berwasiat (agar kalian bergaul) dengan kaum wanita (istri) dengan baik, sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Dan sesuatu yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah bagian paling atas. Jika kamu meluruskannya dengan seketika, niscaya kamu akan mematahkannya. Namun, jika kamu membiarkannya, maka dia pun akan selalu dalam keadaan bengkok. Karena itu, aku berwasiat (agar kalian bergaul) dengan kaum wanita (istri) dengan penuh kebijakan.” (HR. Bukhari no. 5185, 5186, dan Muslim no. 62, 1468. Lafal hadis ini milik Bukhari.)

Kandungan Hadis

Kandungan pertama

Hadis ini menunjukkan larangan menyakiti tetangga. Menyakiti mereka merupakan kekurangan dalam iman, baik melalui perkataan maupun perbuatan. Karena menyakiti tanpa hak adalah haram bagi siapa pun. Akan tetapi dalam konteks hidup bertetangga, hukumnya lebih berat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللَّهِ لاَ يُؤْمِنُ

“Demi Allah, dia tidak beriman; demi Allah, dia tidak beriman; demi Allah, dia tidak beriman.”

Ditanyakan kepada beliau, “Siapakah mereka, wahai Rasulullah?”

Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,

الَّذِي لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ

“Orang yang tetangganya tidak merasa aman dari keburukannya.” (HR. Bukhari no. 6016)

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,

فيه نفي الإيمان عمن يؤذي جاره بالقول أو الفعل، ومراده الإيمان الكامل، ولا شك أن العاصي غير كامل الإيمان

“Dalam hadis ini terdapat peniadaan iman bagi orang yang menyakiti tetangganya dengan perkataan atau perbuatan, dan maksudnya adalah (peniadaan) iman yang sempurna. Tidak diragukan lagi bahwa orang yang bermaksiat itu tidak memiliki iman yang sempurna.” (Fathul Baari, 10: 444)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ

“Tidak akan masuk surga orang yang tetangganya tidak merasa aman dari keburukannya.” (HR. Bukhari no. 6016 dan Muslim no. 46)

Baca juga: Ketika Istri Bekerja

Kandungan kedua

Hadis ini menunjukkan perhatian Islam terhadap kaum wanita. Ada pesan (wasiat) untuk berbuat baik kepada kaum wanita yang diulang dalam hadis ini dan juga dalam berbagai kesempatan lainnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengulangnya untuk menekankan pentingnya dan juga untuk menjelaskan manfaatnya. Hal ini karena wanita memiliki kelemahan dan membutuhkan seseorang yang mengurus dan memperhatikan mereka. Perhatian dan perlindungan Islam terhadap wanita adalah bagian dari upaya menjaga kebaikan keluarga dan keselamatan masyarakat.

Kandungan ketiga

Dalam hadis ini terdapat arahan dan pengajaran dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tentang bermuamalah (berinteraksi) terhadap wanita (istri) dengan penuh toleransi dan kesabaran. Hal ini dilakukan dengan cara bergaul yang baik dengan mereka dan bersikap sabar terhadap apa pun yang mungkin terjadi, misalnya adanya kekurangan, hal-hal yang kurang sempurna di mata suami, atau ketidakberesan di dalam rumah. Selama hal itu tidak bertentangan dengan prinsip agama dan kehormatan, lelaki (suami) sebaiknya mengabaikan (toleran) terhadap ketidakberesan atau kekurangan yang ada di dalam rumah tangganya. Tidak semua ketidakberesan di dalam rumah itu harus dikomentari dan diprotes. Hal ini karena mereka lebih mampu untuk bersabar dan bertahan dibandingkan wanita.

Suami harus berusaha untuk memperbaiki dan membimbing istrinya agar keadaan menjadi baik, agar interaksi tetap terjalin dengan baik, dan kasih sayang tetap langgeng. Karena sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا

“Aku berwasiat (agar kalian bergaul) dengan kaum wanita (istri) dengan baik”; menunjukkan bahwa seharusnya suami memperbaiki dan membimbing istrinya dengan lemah lembut, sehingga tidak berlebihan hingga melukai perasaannya, dan juga tidak membiarkannya dalam keadaan yang tidak baik.

Adapun suami yang mengadili (menyalah-nyalahkan atau mengomentari) setiap perkara (yang dinilai salah), mengingkari kebaikan istri, dan menonjolkan keburukan istri, maka hal itu bukanlah akhlak seorang mukmin dan bukan bagian dari interaksi suami-istri yang diharapkan secara syariat. Sering kali, orang-orang seperti ini hidup dalam kesengsaraan dan kesulitan, karena dia seolah-olah menuntut istri selalu dalam kondisi sempurna.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ

“Seorang mukmin tidak boleh membenci seorang mukminah. Jika dia tidak suka pada satu akhlak, dia akan menemukan akhlak lain yang disukainya.” (HR. Muslim no. 1469)

Maksudnya, suami hendaklah tidak membenci istrinya secara totalitas sehingga mendorong untuk menceraikannya. Karena jika ada satu akhlak (karakter) yang tidak dia sukai, pasti ada akhlak lain yang dia sukai. Misalnya, mungkin dia memiliki sifat tertentu yang buruk. Akan tetapi di sisi lain, dia juga seorang wanita yang taat, cantik, atau lembut terhadap suaminya, dan sebagainya. (Lihat Syarh Shahih Muslim, 10: 311-312)

Banyak suami menginginkan kesempurnaan dari istri mereka, padahal hal itu tidak mungkin. Akibatnya, mereka terjebak dalam kesengsaraan dan terhalang dari menikmati kebahagiaan bersama mereka, yang mungkin berujung pada perceraian.

Demikianlah pembahasan hadis ini, semoga bermanfaat. Wallahu Ta’ala a’lam.

Baca juga: Hak Istri yang Wajib Ditunaikan Suami

***

@15 Rabiul awal 1446/ 19 September 2024

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel Muslim.or.id

 

Catatan kaki:

Disarikan dari kitab Minhatul ‘Allam fi Syarhi Buluughil Maraam (7: 329-332). Kutipan-kutipan dalam hadis di atas adalah melalui perantaraan kitab tersebut.


Artikel asli: https://muslim.or.id/98442-hadis-motivasi-untuk-bermuamalah-yang-baik-dengan-istri.html