Bab Shalat Witir dan Dua Rakaat Fajar
Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam
Bab Shalat Witir dan Dua Rakaat Fajar merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Mukhtashar Shahih Muslim yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Ahad, 25 Rabiul Awal 1446 H / 29 September 2024 M .
Kajian Tentang Shalat Witir dan Dua Rakaat Fajar
Abu Hanifah mengatakan bahwa shalat witir adalah wajib, sedangkan jumhur ulama berpendapat bahwa hukumnya sunnah. Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa witir wajib bagi orang yang melakukan shalat tahajud. Namun, jika seseorang tidak melakukan tahajud, maka witir hukumnya sunnah. Pendapat ini didasarkan pada hadits:
اجْعَلُوا آخِرَ صَلَاتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا
“Jadikanlah akhir shalat malam kalian dengan witir.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Perintah dalam hadits ini pada asalnya menunjukkan hukum wajib.
Aisyah Radhiyallahu ‘Anha berkata:
مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ أَوْتَرَ رَسُولُ اللهِ ﷺ من أول الليل وأوسطه وآخره فَانْتَهَى وِتْرُهُ إِلَى السَّحَرِ.
“Di setiap bagian malam, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah melakukan shalat witir. Di awal malam, tengah malam, dan akhirnya. Dan witir beliau berakhir di waktu sahar (akhir malam).” (HR. Muslim)
Artinya, Rasulullah selalu mengakhiri shalat witirnya di waktu sahar, yaitu akhir malam, hingga beliau wafat.
Ini menunjukkan bahwa waktu shalat witir dimulai sejak selesai shalat Isya’ hingga terbit fajar. Witir dapat dilakukan di awal malam, tengah malam, atau akhir malam. Namun, yang paling utama adalah di akhir malam, khususnya bagi mereka yang mampu bangun untuk melaksanakan shalat di waktu tersebut.
Bab Shalat Witir dan Dua Rakaat Fajar
Dari Anas bin Sirin radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Aku bertanya kepada Ibnu Umar, aku berkata: ‘Bagaimana menurutmu tentang dua rakaat sebelum shalat Subuh? Apakah aku perlu memanjangkan bacaan di dalamnya?’ Ibnu Umar menjawab: ‘Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat malam dengan dua rakaat-dua rakaat dan witir dengan satu rakaat.’ Anas bin Sirin berkata: ‘Bukan tentang itu aku bertanya.’ Ibnu Umar menjawab: ‘Engkau ini bodoh sekali! Tidakkah engkau biarkan aku menyelesaikan hadits ini? Rasulullah ﷺ shalat malam dengan dua rakaat-dua rakaat dan witir dengan satu rakaat. Beliau juga shalat dua rakaat sebelum Subuh, seakan-akan adzan sudah berada di kedua telinganya (yang menunjukkan bahwa shalat qabliah Subuh dilakukan dengan sangat ringan).`” (HR. Muslim)
Hadits ini menunjukkan adab bertanya kepada seorang alim, yaitu tidak memotong perkataannya sebelum ia selesai berbicara. Dalam hal ini, Anas bin Sirin bertanya tentang dua rakaat sebelum Subuh, namun ia memotong jawaban Ibnu Umar sebelum selesai. Ibnu Umar pun menegurnya dengan berkata, “Biarkan aku menyelesaikan haditsnya dulu, baru kamu bisa bertanya lagi.”
Pelajaran dari hadits ini adalah pentingnya mendengarkan dengan baik hingga pembicaraan selesai, agar tidak menimbulkan pemahaman yang salah. Sama halnya ketika kita berbicara dengan teman atau siapa pun, sebaiknya biarkan ia menyelesaikan pembicaraannya terlebih dahulu, baru kemudian kita berbicara.
Di sini, kita dapat mengambil faedah, bahwa ketika membaca hadits, sebaiknya tidak membaca sepotong-sepotong, tetapi harus dibaca secara keseluruhan. Begitu pula ketika mendengarkan ceramah ustadz, jangan dipotong-potong. Pada zaman sekarang, kebiasaan memotong ceramah sering terjadi, padahal mungkin saja ucapan sebelumnya masih berhubungan dengan ucapan yang dipotong tersebut. Akibatnya, hal itu bisa memberikan pesan atau kesan yang salah dan aneh.
Padahal, jika kita mendengarkan seluruh ucapannya, akan tampak maksud sebenarnya dari ucapan ustadz tersebut. Oleh karena itu, bagi mereka yang suka memotong-potong ceramah, sebaiknya sebelum membagikan potongan tersebut, tanyakan terlebih dahulu kepada ustadznya, “Ustadz, apakah potongan ini sudah benar?” agar tidak terjadi kesalahpahaman.
Hadits ini juga mengajarkan bahwa shalat malam pada dasarnya dilaksanakan dua rakaat-dua rakaat. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Umar, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melaksanakan shalat malam dua rakaat-dua rakaat.” Rasulullah juga bersabda dalam sebuah hadits yang shahih:
صَلَاةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى
“Shalat malam itu dua rakaat-dua rakaat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Begitu pula, Ibnu Abbas pernah bermalam di rumah Maimunah, bibinya sekaligus istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Ibnu Abbas berkata, “Beliau (Rasulullah) melaksanakan shalat dua-dua-dua-dua-dua-dua, kemudian beliau witir.”
Adapun hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha yang menyebutkan bahwa “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat empat rakaat, janganlah engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya shalat itu. Kemudian, beliau kembali shalat empat rakaat, janganlah engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya shalat itu. Setelah itu, Rasulullah melaksanakan witir.”
Aisyah juga menyampaikan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat 11 rakaat, dua rakaat-dua rakaat, kemudian ditutup dengan witir. Hadits-hadits ini saling menjelaskan satu sama lainnya karena keduanya berasal dari Aisyah dan sama-sama shahih. Maka, yang dimaksud empat rakaat di sini adalah dua kali salam, dan empat lagi dengan dua kali salam yang diselingi dengan istirahat. Walaupun, boleh saja sekali-kali kita shalat empat rakaat dengan satu salam dan dua tahiyat, sebagaimana dalam hadits dari Ali yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah shalat qabliyah Ashar empat rakaat dan beliau bertahiyat di tengahnya.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa yang sunnah pada shalat qabliyah Subuh adalah dikerjakan dengan diringankan, tidak dipanjangkan. Dalam hadits lain disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam membaca surat Qul yaa ayyuhal kaafiruun di rakaat pertama dan Qul huwallahu ahad di rakaat kedua.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54529-bab-shalat-witir-dan-dua-rakaat-fajar/