Syirik Kepada Allah
Bab II
Sebab-Sebab yang Menjadikan Penghuni Kubur Diadzab
Di antara Sebab-Sebab Siksa Kubur.
1. Syirik Kepada Allah.
Dalil dari al-Qur-an:
Al-Qur-an telah memberikan petunjuk kepada kita semua bahwa syirik dan kekufuran di antara sebab utama adanya siksa kubur. Di antara ayat-ayat yang menunjukkan hal tersebut adalah:
Cerita yang diungkapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang keluarga Fir’aun yang merupakan pemimpin orang-orang yang melakukan kemusyrikan.
Allah Ta’ala berfirman:
اَلنَّارُ يُعْرَضُوْنَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَّعَشِيًّا ۚوَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ ۗ اَدْخِلُوْٓا اٰلَ فِرْعَوْنَ اَشَدَّ الْعَذَابِ
“Kepada mereka dinampakkan Neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada Malaikat): ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab yang sangat keras.’” [Al-Mu’-min/40: 46].
Yang dimaksud dengan api adalah api di dalam alam kubur[1], karena Allah Subhanahu wa Ta’ala setelahnya berfirman:
وَيَوْمَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ ۗ اَدْخِلُوْٓا اٰلَ فِرْعَوْنَ اَشَدَّ الْعَذَابِ
“… dan pada hari terjadinya Kiamat. (Dikatakan kepada Malaikat): ‘Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya kedalam adzab yang sangat keras.’” [Al-Mu’-min/40: 46].
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْ تَرٰٓى اِذِ الظّٰلِمُوْنَ فِيْ غَمَرٰتِ الْمَوْتِ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ بَاسِطُوْٓا اَيْدِيْهِمْۚ اَخْرِجُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ بِمَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ عَلَى اللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ وَكُنْتُمْ عَنْ اٰيٰتِهٖ تَسْتَكْبِرُوْنَ
“… Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zhalim berada dalan tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): ‘Keluarkanlah nyawamu.’ Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri dari ayat-ayat-Nya.” [Al-An’aam/6: 93].
Hal itu karena sesungguhnya jika seorang kafir ada di dalam sakaratul maut, maka para Malaikat akan datang kepadanya dengan membawa kabar siksaan yang sangat pedih, tali rantai dari Neraka, juga kemarahan Allah sehingga pada akhirnya ruhnya berantakan di dalam jasadnya karena enggan untuk keluar. Lalu Malaikat memukulnya sehingga ruhnya itu keluar dari jasadnya dengan berkata:
اَخْرِجُوْٓا اَنْفُسَكُمْۗ اَلْيَوْمَ تُجْزَوْنَ عَذَابَ الْهُوْنِ
“… Keluarkanlah nyawamu. Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan…” [Al-An’aam/6: 93].[2]
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhu berkata, “Sesungguhnya (yang dimaksud) dalam ayat tersebut adalah siksa kubur.”[3]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
وَاَمَّا الَّذِيْنَ فَسَقُوْا فَمَأْوٰىهُمُ النَّارُ كُلَّمَآ اَرَادُوْٓا اَنْ يَّخْرُجُوْا مِنْهَآ اُعِيْدُوْا فِيْهَا وَقِيْلَ لَهُمْ ذُوْقُوْا عَذَابَ النَّارِ الَّذِيْ كُنْتُمْ بِهٖ تُكَذِّبُوْنَ–وَلَنُذِيْقَنَّهُمْ مِّنَ الْعَذَابِ الْاَدْنٰى دُوْنَ الْعَذَابِ الْاَكْبَرِ لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُوْنَ
“Dan adapun orang-orang yang fasik (kafir), maka tempat mereka adalah Neraka, setiap kali mereka hendak keluar daripadanya, mereka dikembalikan (lagi) ke dalamnya dan dikatakan kepada mereka: ‘Rasakanlah siksa Neraka yang dahulu kamu mendustakannya.’ Dan sesungguhnya Kami merasakan kepada mereka sebagian adzab yang dekat (di dunia) sebelum adzab yang lebih besar (di akhirat); mudah-mudahan mereka kembali (ke jalan yang benar).” [As-Sajdah/32: 20-21].
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَاِنَّ لِلَّذِيْنَ ظَلَمُوْا عَذَابًا دُوْنَ ذٰلِكَ
“Dan sesungguhnya untuk orang-orang yang zhalim ada adzab selain itu…” [Ath-Thuur/52: 47].
Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu anhuma berkata, “Allah Subhanahu wa Ta’ala mengungkapkan siksa kubur sebelum siksaan pada hari Kiamat.”[4]
Diriwayatkan dari Zadzan, beliau berkata, “Yang dimaksud ayat tersebut adalah siksa kubur.”[5]
Dalil dari as-Sunnah:
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisyaratkan di dalam banyak sabdanya bahwa menyekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan tidak mewujudkan ketauhidan kepada Allah yang merupakan kewajiban seorang hamba kepada-Nya adalah sebab utama adanya siksa di dalam kubur kepada seorang mayit.
Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh al-Barra’ bin ‘Azib [6] yang sangat masyhur dan mencakup berbagai macam keadaan yang menyangkut para mayit ketika ruh mereka dicabut dan keadaan mereka di dalam kubur.
Ketika itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang seorang hamba yang kafir atau seorang hamba yang selalu melakukan perbuatan dosa yang ditanya oleh dua orang Malaikat di dalam kubur, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “… lalu datanglah dua Malaikat yang sangat keras bentakannya, mereka berdua membentaknya dan mendudukkannya, lalu bertanya, ‘Siapakah Rabb-mu?’ ‘Hah, hah, aku tidak tahu,’ jawabnya. Mereka berdua bertanya (lagi), ‘Apakah agamamu?’ ‘Hah, hah, aku tidak tahu,’ jawabnya. Mereka berdua bertanya (lagi), ‘Bagaimana menurut kamu tentang seseorang yang telah diutus kepadamu?’ Dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk untuk mengenalinya, lalu dikatakan kepadanya, ‘Muhammad.’ Dia berkata, ‘Hah, hah aku tidak tahu,’ aku mendengar orang lain mengatakan itu. Lalu dikatakan kepadanya, ‘Kamu tidak tahu, dan kamu tidak mengikutinya.’ Lalu berserulah seorang penyeru di langit, ‘Sesungguhnya dia pembohong, maka bentangkanlah baginya hamparan dari Neraka, dan bukakanlah baginya satu pintu menuju Neraka.’”
Di dalam hadits ini diungkapkan bahwa seorang musyrik ditanya tentang tiga landasan utama yang harus diketahui, diyakini, dan dipelajari oleh setiap hamba di dunia sehingga ketika dia meninggalkan dunia menuju alam Barzakh dan ditanya tentangnya, maka dia akan menjawabnya dengan benar. Dan hanya orang-orang yang berimanlah yang akan diberikan pertolongan oleh Allah untuk menjawabnya dengan baik.
Tiga landasan utama ini adalah:[7]
- Mengenal Allah. Dia-lah Maha Pencipta Yang disembah, Yang telah mengatur kita semua dan mengatur seluruh alam dengan nikmat-Nya. Kedua Malaikat akan menanyakan seorang hamba tentang-Nya dengan berkata, “Siapakah Rabb-mu?”
- Mengenal agama Islam. Maknanya adalah menyerahkan diri kepada Allah dengan bertauhid, tunduk, dan taat kepadanya. Juga melepaskan diri dari segala kemusyrikan dan pelakunya. Kedua Malaikat menanyakan hal tersebut dengan ungkapannya, “Apakah agamamu?”
- Mengenal Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan mentaatinya dan mengikuti segala perintahnya, menjauhi larangannya dan menjadikannya sebagai suri tauladan. Kedua Malaikat menanyakan hal tersebut dengan ungkapannya, “Bagaimana menurut kamu tentang seseorang yang telah diutus kepadamu?” Maknanya adalah, “Bagaimana sifatnya, apakah dia seorang Rasul?” Dan bagaimana keyakinanmu terhadapnya[8]?”
Lalu bagaimanakah jawabannya pada waktu itu? Dia hanya berkata, “Hah, hah aku tidak tahu.”
Al-Mundziri rahimahullah berkata, “Kata tersebut (hah, hah) diungkapkan ketika tertawa dan kadang merupakan kata yang mengungkapkan kepedihan. Makna ini lebih tepat untuk redaksi hadits, wallaahu a’lam.”
Ibnul Atsir rahimahullah berkata, “Di antara kebiasaan orang yang linglung dan bingung ketika ditanya ada-lah perkataannya, ‘Hah, hah!’ Seakanakan dia ditanya sesuatu yang tidak dimengerti.”[9]
Kemudian setelah menjawab demikian, hamba tersebut berkata, “Aku mendengar orang lain mengatakan itu.”
Ibnu Abi Jamrah rahimahullah berkata, “Ungkapan ini menunjukkan bahwa mengikuti orang lain tanpa dalil merupakan pangkal kebinasaan, karena sebab kebinasaan orang tersebut adalah mengikuti orang lain tanpa ilmu. Orang yang berakal adalah orang yang memahami agamanya dari kaidah-kaidah agama yang benar sebagaimana diungkapkan sebelumnya tentang orang yang selamat.”[10]
Maha Benar Allah Yang telah berfirman:
يُثَبِّتُ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِى الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا وَفِى الْاٰخِرَةِۚ وَيُضِلُّ اللّٰهُ الظّٰلِمِيْنَۗ وَيَفْعَلُ اللّٰهُ مَا يَشَاۤءُ
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” [Ibrahim/14: 27].
Sungguh, dia benar-benar merugi di dalam kehidupan dunia dan akhirat, sebuah kerugian yang nyata!
Ketika itu kedua Malaikat yang berwarna hitam dengan matanya yang biru berkata, “Kamu tidak tahu, dan kamu tidak mengikutinya.” Lalu setelah itu yang ada hanyalah siksa yang sangat pedih. Maksud dari ungkapan “Kamu tidak tahu” adalah “Kamu tidak tahu mana yang benar.” Sedangkan makna “Kamu tidak membacanya,” adalah “Kamu tidak memahami bahkan tidak membaca al-Qur-an.” Dengan makna lain “Kamu tidak tahu dan tidak ingin mengikuti orang yang tahu.”[11]
Dan di antara dalil yang sangat kuat bahwa syirik merupakan sebab utama adanya siksa kubur adalah do’a Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar orang-orang musyrik mendapatkan siksa di dalam kubur.
Di dalam hadits ‘Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu, beliau berkata, “Ketika terjadi perang Ahzab, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَلأَ اللهُ قُبُورَهُمْ وَبُيُوتَهُمْ نَـارًا كَمَا حَبَسُونَا وَشَغَلُونَا عَنِ الصَّلاَةِ الْوُسْطَى حَتَّـى غَابَتِ الشَّمْسُ.
“Semoga Allah memenuhi kuburan dan rumah-rumah mereka dengan api, sebagaimana mereka telah menahan kita semua dan menyibukkan kita dari shalat ‘Ashar sehingga matahari terbenam.”[12]
Di dalam hadits-hadits yang lain Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa di antara sebab terjadinya siksa kubur adalah perbuatan syirik kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Di antara hadits-hadits tersebut adalah:
Hadits Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
بَيْنَمَـا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ حَائِطٍ لِبَنِي النَّجَّارِ عَلَى بَغْلَةٍ لَهُ وَنَحْنُ مَعَهُ إِذْ حَادَتْ بِهِ فَكَادَتْ تُلْقِيهِ وَإِذَا أَقْبُرٌ سِتَّةٌ أَوْ خَمْسَةٌ أَوْ أَرْبَعَةٌ فَقَـالَ: مَنْ يَعْرِفُ أَصْحَابَ هَذِهِ اْلأَقْبُرِ؟ فَقَالَ رَجُلٌ: أَنَا. قَـالَ: فَمَتَى مَـاتَ هَؤُلاَءِ؟ قَـالَ: مَـاتُوا فِي اْلإِشْرَاكِ. فَقَـالَ: إِنَّ هَذِهِ اْلأُمَّةَ تُبْتَلَى فِيْ قُبُورِهَـا، فَلَوْلاَ أَنْ لاَ تَدَافَنُوا، لَدَعـَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ الَّذِي أَسْمَعُ مِنْهُ
“Ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di sebuah kebun milik Bani Najjar di atas seekor Baghal (peranakan kuda dan keledai) miliknya dan waktu itu kami bersamanya, Baghal itu miring dan hampir saja melempar beliau. Dan ternyata di sana ada enam kuburan atau lima atau empat, lalu beliau berkata, ‘Siapa yang tahu penghuni kuburan ini?’ (Seseorang berkata,) ‘Aku,’ ‘Kapan mereka meninggal?’ Tanya Rasul. Dia menjawab, ‘Mereka semua mati dalam keadaan musyrik,’ Rasul berkata, ‘Sesungguhnya umat ini diberikan cobaan di dalam kuburnya, seandainya kalian tidak akan dikubur, niscaya aku akan memohon kepada Allah agar Dia memberikan kemampuan kepada kalian untuk mendengarkan siksaan di dalam kubur seperti yang aku dengar sekarang ini...”[13]
Ungkapan, “Mereka semua mati dalam keadaan musyrik,” menunjukkan bahwa syirik merupakan sebab utama adanya siksa kubur.
Hadits Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
دَخَلَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَخْلاً لِبَنِـي النَّجَّـارِ فَسَمِعَ أَصْوَاتَ رِجَـالٍ مِنْ بَنِي النَّجَّارِ مَـاتُوا فِي الْجَـاهِلِيَّةِ يُعَذَّبُونَ فِي قُبُورِهِمْ فَخَرَجَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَزِعًا فَأَمَرَ أَصْحَـابَهُ أَنْ يَتَعَوَّذُوا مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam kebun kurma milik Bani Najjar, lalu beliau mendengarkan suara orang-orang dari Bani Najjar yang mati pada zaman Jahiliyyah sedang disiksa di dalam kubur. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dengan rasa takut, setelah itu beliau memerintahkan para Sahabatnya agar memohon perlindungan dari siksa kubur.“[14]
Hadits Ummu Mubasysyir Radhiyallahu anha, dia berkata:
دَخَلَ عَلَيَّ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَنَا فِي حَائِطٍ مِنْ حَوَائِطِ بَنِي النَّجَّارِ، فِيهِ قُبُورٌ مِنْهُمْ قَدْ مَاتُوا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَسَمِعَهُمْ وَهُمْ يُعَذَّبُونَ، فَخَرَجَ وَهُوَ يَقُولُ: اِسْتَعِيذُوا بِاللهِ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. قَالَتْ: قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ وَإِنَّهُمْ لَيُعَذَّبُونَ فِي قُبُورِهِمْ؟ قَالَ: نَعَمْ عَذَابًا تَسْمَعُهُ الْبَهَائِمُ.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang kepadaku dan aku sedang berada di salah satu kebun Bani Najjar, yang di dalamnya ada kuburan. Di antara (penghuni kuburan tersebut) adalah mereka yang mati pada masa Jahiliyyah, lalu Rasul mendengar mereka sedang disiksa, setelah itu Rasulullah keluar dan berkata, ‘Berlindunglah kalian semua dari siksa kubur!’ Ummu Mubasysyir bertanya, ‘Wahai Rasulullah! Apakah mereka disiksa di dalam kubur?’ Rasul menjawab, ‘Betul, siksaan yang hanya didengar oleh binatang-binatang.’“[15]
Ungkapan, “Mereka mati pada masa Jahiliyah,” di dalam kedua hadits di atas menunjukkan bahwa mereka adalah kaum musyrikin yang telah sampai kepada mereka hujjah.[16]
Hadits ‘Aisyah Radhiyallahu anha, di dalam sebuah hadits yang panjang tentang gerhana matahari, di dalamnya terdapat ungkapan:
وَلَقَدْ رَأَيْتُ جَهَنَّمَ يَحْطِمُ بَعْضُهَا بَعْضًا حِينَ رَأَيْتُمُونِي تَأَخَّرْتُ، وَرَأَيْتُ فِيهَا ابْنَ لُحَيٍّ وَهُوَ الَّذِي سَيَّبَ السَّوَائِبَ.
“Aku telah melihat Neraka Jahannam, di sana satu sama lainnya saling menghantam, yaitu ketika kalian melihatku mundur. Di sana aku melihat Ibnu Luhay, dialah yang pertama kali mensyariatkan Sa-ibah.”[17]
Di dalam riwayat lain:
يَجُرُّ قُصْبَهُ فِي النَّارِ
“Menarik ususnya di dalam Neraka.”
Ibnu Luhay adalah ‘Amr bin Luhay bin Qam’ah, salah satu kepala kabilah Khuza’ah yang menguasai Baitullah setelah Jurhum. Dia adalah orang pertama yang menggantikan agama Ibrahim Alaihissallam, lalu dia memasang patung-patung, dia membawa patung-patung itu ke negeri Hijaj dan mengajak orang lain untuk menyembahnya dan bertaqarrub kepadanya. Oleh karena itu, dialah orangnya yang pertama kali mensyari’atkan Sa-ibah, Bahirah, Washilah dan Ham.[18] [19]
“As-Sawaa-ib” adalah kata jamak dari “Saa-ibah”, yaitu sesuatu yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam firman-Nya:
مَا جَعَلَ اللّٰهُ مِنْۢ بَحِيْرَةٍ وَّلَا سَاۤىِٕبَةٍ
“Allah sekali-kali tidak pernah mensyari’atkan adanya bahiirah, saa-ibah…” [Al-Maa-idah/5: 103].
Sa’id bin Musayyab rahimahullah berkata, “Al-Bahirah adalah seekor unta betina yang susunya dikhususkan untuk para thaghut sehingga tidak seorang pun dari kalangan manusia yang diizinkan untuk memerasnya. Adapun Saa-ibah adalah seekor binatang yang mereka khususkan untuk berhala sehingga mereka tidak menjadikannya sebagai hewan tunggangannya.”[20]
Di dalam hadits ini, ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa syirik adalah salah satu sebab utama seseorang masuk ke dalam Neraka.”
Hadits Abu Ayyub al-Anshari Radhiyallahu anhu, beliau berkata:
خَرَجَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ وَجَبَتِ الشَّمْسُ فَسَمِعَ صَوْتًا، فَقَالَ: يَهُودٌ تُعَذَّبُ فِي قُبُورِهَا.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar sedangkan matahari telah terbenam, lalu beliau mendengar suara, beliau bersabda, ‘Orang-orang Yahudi sedang disiksa di dalam kuburnya.’“[21]
Tidak diragukan bahwa umat Yahudi adalah umat yang dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Syaitan benar-benar telah mempermainkan mereka sehingga mereka menyembah berhala dan menyekutukan Allah dengan yang lainnya. Ketika mereka melewati sebuah lautan dan di sana mereka melihat satu kaum yang sedang menyembah berhala milik mereka, mereka berkata kepada Nabi Musa Alaihissallam:
قَالُوْا يٰمُوْسَى اجْعَلْ لَّنَآ اِلٰهًا كَمَا لَهُمْ اٰلِهَةٌ
“… Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala)…” [Al-‘Araaf/7: 138].
Kebodohan apakah yang melebihi kebodohan seperti ini, padahal belum lama mereka melihat dengan mata kepala mereka bagaimana Allah menghancurkan kaum musyrikin dan bagaimana Fir’aun beserta bala tentaranya (kaumnya) ditenggelamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala? Mereka meminta Musa agar membuat rabb yang disembah bagi mereka, mereka meminta kepada makhluk agar membuatkan rabb yang diciptakan olehnya, maka bagaimana mungkin sesuatu hasil buatan makhluk menjadi ilah? Padahal sesungguhnya Ilah (Tuhan) itu adalah Pencipta segala sesuatu, maka mustahil ciptaan makhluk menjadi Ilah.
Alangkah banyaknya orang yang mengikuti mereka dalam menjadikan tuhan buatan menjadi sesembahannya, siapa saja yang menjadikan Tuhan selain Allah, maka sesungguhnya ia telah mengambil makhluk sebagai ilah (tuhan).
Ditambah lagi mereka semua telah menjadikan anak lembu sebagai ilah selain Allah padahal mereka semua menyaksikan siksa yang ditimpakan kepada orang-orang yang melakukan kemusyrikan dengan siksaan yang paling keras, padahal Nabi mereka pun masih hidup.
Dan di antara yang aneh lagi adalah bahwa mereka tidak cukup hanya dengan menjadikannya sebagai ilah mereka saja, bahkan mereka berusaha agar apa yang mereka sembah merupakan ilah bagi Musa juga. Mereka semua menghubungkan Musa dengan kemusyrikan dan ibadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan ibadah kepada hewan yang paling bodoh yang sulit untuk membela dirinya sendiri dari bahaya, dimana ia (hewan tersebut) sering dijadikan (matsal) perumpamaan dalam contoh kebodohan dan kepandiran, (maka bagaimana) mereka menjadikannya sebagai ilahnya Musa Kaliimurrahmaan.
Maha Suci Allah, ini adalah kedustaan yang sangat besar.
Dan yang lainnya yang merupakan kemusyrikan, kebathilan, pemutarbalikan kalam Allah juga pembunuhan atas Nabi-Nabi mereka.
Walhasil umat yang dibenci ini berhak mendapatkan siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang sangat pedih di dalam kubur dan pada hari Kiamat di dalam Neraka.
اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِ ۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“… mereka itu penghuni Neraka; mereka kekal di dalamnya.” [Al-Baqarah/2: 39].
Ya Allah! Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang mendapatkan limpahan nikmat-Mu, dan bukan kelompok orang yang dimurkai oleh-Mu, juga bukan orang-orang yang tersesat.
Ya Allah! Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang dapat mewujudkan tauhid dan tetapkanlah kami ya Allah! Di dalam kubur dengan jawaban-jawaban yang benar, ya Allah! Selamatkanlah kami dari siksa kubur juga dari siksa Neraka pada hari Akhir, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan permintaan.
[Disalin dari Al-Qabru ‘Adzaabul Qabri…wa Na’iimul Qabri Penulis Asraf bin ‘Abdil Maqsud bin ‘Abdirrahim Judul dalam Bahasa Indonesia KUBUR YANG MENANTI Kehidupan Sedih dan Gembira di Alam Kubur Penerjemah Beni Sarbeni Penerbit PUSTAKA IBNU KATSIR]
______
Footnote
[1] Lihat Tafsiir Ibni Katsir (surat al-Mu’-min), ad-Durrul Mantsur (V/351-352), Ahwaalul Qubuur, hal. 53, dan kitab Itsbaat ‘Adzaabil Qabri, hal. 86.
[2] Tafsir Ibnu Katsir (II/157).
[3] Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dan Ibnul Mundzir, sebagaimana diungkapkan di dalam kitab ad-Durrul Mantsuur (III/272).
[4] Al-Baihaqi di dalam kitab Itsbaat ‘Adzaabil Qabri (no. 83).
[5] Al-Baihaqi di dalam kitab Itsbaat ‘Adzaabil Qabri (no. 81) dan ‘Abdullah bin Ahmad di dalam kitab as-Sunnah (no. 1386).
[6] Hadits shahih. Hadits al-Barra’ yang diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam kitab as-Sunnah (4753) bab al-Mas-alah fil Qabri wa ‘Adzaabil Qabri, Ahmad (IV/287, 295, 296), dan yang lainnya. Sebagaimana yang diungkapkan pula oleh al-Albani rahimahullah telah menghubungkan menjadi satu kumpulan dari keseluruhan makna-makna dan kata-kata yang bermanfaat yang dibawakan dari jalan-jalan periwayatan yang kokoh di dalam kitabnya yang sangat berharga, Ahkaamul Janaa-iz, 156-159, dari kitab itulah kami menukil.
[7] Lihat kitab al-Ushuuluts Tsalaatsah wa Adillatuhaa, karya Syaikhul Islam Muhammad bin ‘Abdil Wahhab. Buku ini telah dicetak dengan tahqiq
[8] Lihat kitab ‘Aunul Ma’buud (IV/384).
[9] Jaami’ul Ushuul (XI/179).
[10] Bahjatun Nufuus (I/128).
[11] Fat-hul Bari (III/282) dengan sedikit perubahan.
[12] Al-Bukhari, kitab al-Jihaad, bab ad-Du’aa’ ‘alal Musyrikiin bil Haziimah waz Zalzalah (no. 2931) dan Muslim, kitab al-Masaajid, bab at-Taghlizh fii Tafwiitis Shalaatil ‘Ashr (no. 627 (202)).
[13] Muslim, kitab al-Jannah wa Shifat Na’iimiha, bab ‘Ardhu Maq’adil Mayyit minal Jannah awin Naar ‘alaihi, wa istsbaatu Adzaabil Qabri, wa ta’awwudz minhu (no. 2867) (67).
[14] Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Ahmad (III/295, 296), ‘Abdurrazzaq (no. 6742, 6744), dan al-Baihaqi di dalam kitab Itsbaat ‘Adzaabil Qabri (no. 225). Al-Haitsami berkata di dalam kitab al-Majma’ (III/55), “Para perawi dari Ahmad adalah shahih.”
[15] Hadits shahih. Diriwayatkan oleh Ibnu Hibban (no. 787- Mawaarid) dan Ahmad (VI/326). Al-Albani di dalam Takhriijus Sunnah (no. 875), karya Ibnu Abi ‘Ashim berkata, “Sanadnya shahih dengan perawi milik Muslim.”
[16] Diungkapkan oleh Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullaah.
[17] Al-Bukhari, kitab at-Tafsiir, bab: Qauluhu Ta’ala: (Secara ringkas (no. 4624); Muslim, kitab al-Kusuuf, bab Sha-laatul Kusuuf dan riwayat yang lain darinya (no. 9)
[18] Ham adalah jantan yang tidak boleh diganggu gugat lagi, karena telah dapat membuntingi betina sebanyak sepuluh-Pent.
[19] Lihat kitab Ighaatsatul Lahafaan (II/211).
[20] Al-Bukhari, kitab at-Tafsiir, bab: (no. 4623).
[21] Al-Bukhari, kitab al-Janaa-iz, bab at-Ta’awwudz min ‘Adzaabil Qabri (no. 1375) dan Muslim, kitab al-Jannah, bab ‘Ardu Makaanil Mayyit minal Jannah awin Naar, wa Itsbaat ‘Adzabil Qabri wat Ta’awwudz minhu.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/45481-syirik-kepada-allah.html