Kedustaan Fenomena Cek Khodam dalam Tinjauan Syariat
Beberapa waktu belakangan ini, terdapat sebuah fenomena di media sosial tentang “cek khodam online.” Cek khodam ini dilakukan oleh “praktisi spiritual” melalui siaran langsung (live). Mereka mengklaim bisa menerawang dan melihat seperti apa bentuk/jenis jin khodam yang dimiliki manusia hanya dengan melalui nama si penanya. Sebagian bahkan tidak gratis alias berbayar. Selain itu juga ada jasa cek khodam online. Lalu, bagaimana petunjuk syariat tentang hal ini? Berikut penjelasannya.
Keberadaan jin
Sejarah dimulai ketika Allah Ta’ala menciptakan Adam ‘alaihis salam, kemudian Allah memerintahkan malaikat untuk bersujud kepada Adam, dan di tengah-tengah mereka ada Iblis. Malaikat bersujud kepada Adam, namun Iblis enggan dan sombong. Allah Ta’ala berfirman,
وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُواْ لآدَمَ فَسَجَدُواْ إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam.” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis. Dia enggan dan takabur (sombong) dan dia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 34)
Kemudian Iblis berusaha menggoda Adam agar Adam bisa keluar dari surga. Setelah berhasil, Allah Ta’ala berfirman,
فَأَزَلَّهُمَا الشَّيْطَانُ عَنْهَا فَأَخْرَجَهُمَا مِمَّا كَانَا فِيهِ وَقُلْنَا اهْبِطُواْ بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ وَلَكُمْ فِي الأَرْضِ مُسْتَقَرٌّ وَمَتَاعٌ إِلَى حِينٍ
“Lalu keduanya (adam dan Hawa) digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari tempat yang sebelumnya mereka tempati (yaitu surga). Kami berfirman, “Turunlah kalian (yaitu Adam, Hawa, dan Iblis)! Sebagian kalian menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kalian ada tempat kediaman di muka bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.” (QS. Al-Baqarah: 36)
Dari ayat tersebut, kita dapat mengambil pelajaran bahwa Allah menempatkan Iblis dan anak keturunannya di muka bumi. Sehingga posisi manusia dan jin hidup bersama di satu tempat, yaitu di muka bumi. Meskipun jin lebih banyak berada di tempat-tempat yang jauh dari manusia, seperti di tengah lautan dan puncak gunung, dan sebagiannya hidup bersama dengan manusia.
Oleh karena itu, dalam aktivitas yang jin lakukan, sebagian mereka membersamai manusia. Allah Ta’ala berfirman,
وَشَارِكْهُمْ فِي الأَمْوَالِ وَالأَوْلادِ
“ … dan bergabunglah (wahai jin) bersama mereka (manusia) dalam (menikmati) harta dan (mempengaruhi) anak-anak … “ (QS. Al-Isra’: 64)
Dalam menikmati harta, mereka bisa tidur, makan, dan beraktivitas dengan manusia. Oleh karena itu, syariat mengajarkan aneka doa yang dibaca agar kita terjaga dan terlindung dari gangguan jin. Seperti doa sebelum makan dengan membaca bismillah, untuk menghalangi jin ikut makan. Demikian juga ketika suami istri hendak melakukan hubungan badan, ada tuntunan doa yang dibaca. Juga doa ketika masuk toilet, dan lain-lain. Ini semua menunjukkan kehidupan manusia itu bersama jin dan kita bisa mendapatkan perlindungan maksimal dari Allah Ta’ala dengan mengamalkan doa-doa yang diajarkan oleh syariat.
Jin qarin yang senantiasa mendampingi manusia
Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ وُكِّلَ بِهِ قَرِينُهُ مِنْ الْجِنِّ وَقَرِينُهُ مِنْ الْمَلاَئِكَةِ قَالُوا وَإِيَّاكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ وَإِيَّايَ إِلاَّ أَنَّ اللَّهَ أَعَانَنِي عَلَيْهِ فَأَسْلَمَ فَلاَ يَأْمُرُنِي إِلاَّ بِخَيْرٍ
“Tidaklah seorang pun di antara kamu kecuali disertakan padanya satu qarin (teman dekat) dari kalangan jin (dan satu qarin dari kalangan malaikat).” Para sahabat bertanya, “Apakah termasuk anda juga, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Iya, termasuk aku juga. Akan tetapi, Allah ‘Azza wa Jalla membantuku mengendalikannya sehingga dia masuk Islam. Maka dia tidak memerintahkanku kecuali dengan kebaikan.” (HR. Muslim no. 2814; Ahmad no. 3770)
Berdasarkan hadis ini, maka setiap manusia, setinggi apapun ilmu dan kedudukannya, selalu diiringi oleh setan dan tidak bisa dihilangkan. Setan itu berusaha untuk menggoda manusia, baik dari sisi fisik (membuat menjadi kerasukan) atau dari sisi batin. Terkadang setan membisikkan hal-hal yang buruk, ingin berbuat jahat atau maksiat. Sehingga kita disyariatkan untuk senantiasa berlindung dari godaan setan, terutama saat hendak beraktivitas, misalnya ketika hendak membaca Al-Quran, dalam rangka membatasi ruang gerak dari qarin ini ketika ingin mengganggu manusia.
Zahir hadis di atas juga menunjukkan bahwa jin qarin yang dikecualikan masuk Islam hanyalah yang membersamai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan untuk manusia yang lain tidak diberi keistimewaan semacam ini. Oleh karena itu, pada prinsipnya qarin ini adalah jin jahat yang ingin menyesatkan seorang hamba. Sehingga jin ini yang membisikkan seseorang untuk berbuat maksiat atau membuat seseorang untuk malas berbuat ketaatan.
Jin khodam, jin yang melayani dan membantu manusia?
Khodam secara bahasa artinya pembantu. Dan istilah “jin khodam” ini biasa dipakai untuk jin yang membantu manusia. Namun, apakah mungkin manusia mengendalikan dan menundukkan jin sehingga jin tersebut mau melayani dan menjadi “pembantu” bagi manusia? Ada satu dalil yang bisa digunakan sebagai acuan. Allah Ta’ala berfirman menceritakan doa Nabi Sulaiman,
قَالَ رَبِّ اغْفِرْ لِي وَهَبْ لِي مُلْكاً لَّا يَنبَغِي لِأَحَدٍ مِّنْ بَعْدِي إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ
“Ia (Sulaiman) berkata, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (QS. Shad: 35)
Kemudian dalam ayat-ayat berikutnya, Allah sebutkan bahwa Allah mengabulkan doa tersebut,
فَسَخَّرْنَا لَهُ الرِّيحَ تَجْرِي بِأَمْرِهِ رُخَاء حَيْثُ أَصَابَ ؛ وَالشَّيَاطِينَ كُلَّ بَنَّاء وَغَوَّاصٍ ؛ وَآخَرِينَ مُقَرَّنِينَ فِي الْأَصْفَادِ ؛ هَذَا عَطَاؤُنَا فَامْنُنْ أَوْ أَمْسِكْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Kemudian Kami tundukkan kepadanya angin yang berhembus dengan baik (pelan) menurut ke mana saja yang dikehendakinya, dan (Kami tundukkan pula kepadanya) setan-setan semuanya ahli bangunan dan penyelam, dan setan yang lain yang terikat dalam belenggu (jika tidak mau tunduk kepada Sulaiman, pent.). Inilah anugerah Kami. Maka berikanlah (kepada orang lain) atau tahanlah (untuk dirimu sendiri) dengan tiada pertanggungan jawab.” (QS. Shad: 36-39)
Pasukan Sulaiman ‘alaihis salam ketika itu meliputi manusia, jin, dan binatang. Nabi Sulaiman ‘alaihi salam dalam doanya menyebutkan, “dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang pun sesudahku.” Artinya, kemampuan untuk menundukkan jin tersebut hanya Allah anugerahkan kepada Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, dan tidak kepada yang lainnya. Sehingga, berdasarkan ayat tersebut, tidak ada yang bisa menundukkan jin, kecuali Nabi Sulaiman ‘alaihis salam saja.
Hal ini dikuatkan oleh sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu. Beliau menceritakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdiri (untuk mendirikan salat), lalu kami mendengarnya berkata, “Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu.” Lalu beliau juga mengucapkan kalimat ini sebanyak tiga kali, “Aku melaknatmu dengan laknat Allah”, dan beliau membentangkan tangannya seakan sedang memegang sesuatu.
Ketika beliau telah selesai melaksanakan salat, kami pun bertanya, “Wahai Rasulullah, kami telah mendengarmu mengucapkan sesuatu di dalam salat yang sebelumnya kami belum pernah mendengarmu mengucapkannya, dan kami juga melihatmu membentangkan tanganmu padanya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab,
إِنَّ عَدُوَّ اللهِ إِبْلِيسَ، جَاءَ بِشِهَابٍ مِنْ نَارٍ لِيَجْعَلَهُ فِي وَجْهِي، فَقُلْتُ: أَعُوذُ بِاللهِ مِنْكَ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ قُلْتُ: أَلْعَنُكَ بِلَعْنَةِ اللهِ التَّامَّةِ، فَلَمْ يَسْتَأْخِرْ، ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، ثُمَّ أَرَدْتُ أَخْذَهُ، وَاللهِ لَوْلَا دَعْوَةُ أَخِينَا سُلَيْمَانَ لَأَصْبَحَ مُوثَقًا يَلْعَبُ بِهِ وِلْدَانُ أَهْلِ الْمَدِينَةِ
“Sesungguhnya musuh Allah, iblis datang dengan membawa api untuk diletakkan di wajahku, maka aku pun berdoa, “A’uudzu billaahi minka.” (Artinya: Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu), sebanyak tiga kali. Kemudian aku berkata, “Al’anauka bila’natillaahit taammati.” (Artinya: Aku melaknatmu dengan laknat Allah yang sempurna.), sebanyak tiga kali, namun dia tidak juga mundur. Lalu aku ingin membinasakannya. Dan demi Allah, kalaulah bukan karena doa saudara kita, Nabi Sulaiman, niscaya setan itu sudah terikat di masjid dan dipermainkan oleh anak-anak penduduk Madinah.” (HR. Muslim no. 542)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak ingin menguasai dan menundukkan jin tersebut karena mengingat doa Nabi Sulaiman ‘alaihis salam. Maka jin itu pun dilepas. Dari sini bisa disimpulkan bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saja tidak mengendalikan jin atau tidak punya pasukan jin, lalu bagaimana lagi dengan manusia biasa? Maka tidak ada istilah “manusia mengendalikan jin.” Yang ada adalah manusia dikendalikan oleh jin. Anngaplah bahwa ada orang yang punya jin khodam, maka hakikat yang terjadi adalah manusia itu yang melayani jin, bukan jin yang melayani manusia.
Dengan apa manusia melayani jin? Yaitu dengan memberikan sesajian atau ritual-ritual tertentu yang disukai oleh jin, bahkan ritual-ritual kemusyrikan. Bisa jadi jin tersebut terkadang membantu manusia tersebut, itu pun agar dia semakin kuat ketergantungannya dengan jin tersebut. Dan juga agar semakin kuatlah peribadatan manusia kepada jin tersebut.
Bisakah kita melihat jin qarin orang lain?
Tadi kami sebutkan sebuah hadis yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat jin. Namun, keistimewaan yang dimiliki oleh seorang Nabi, tidak mungkin bisa ditiru oleh manusia yang lain. Sehingga tidak mungkin manusia melihat jin qarin, baik qarin dia sendiri maupun qarin orang lain. Karena Allah Ta’ala telah meniadakan (menafikan) kemampuan ini di dalam Al-Quran, sebagaimana firman-Nya,
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ
“Sesungguhnya ia (iblis/setan) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. Al-A’raf: 27)
Namun, terkadang manusia bisa melihat jin ketika jin tersebut menampakkan dirinya. Normalnya manusia tidak bisa melihat jin, namun memungkinkan bagi jin untuk menampakkan diri kepada manusia. Sehingga dua hal ini harus dibedakan, yaitu antara manusia mampu melihat jin, dan jin yang menampakkan diri. Sebagaimana Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang melihat jin dalam rupa yang lain, dan para sahabat lainnya. Sehingga kalau ada yang mengaku, “Saya bisa melihat jin qarinmu”, maka klaim ini pasti bohong, dan juga penipuan dan pembodohan terhadap masyarakat.
Demikianlah pembahasan ini, semoga bermanfaat.
***
@13 Muharram 1446/ 19 Juli 2024
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel asli: https://muslim.or.id/96569-kedustaan-fenomena-cek-khodam-dalam-tinjauan-syariat.html