Pelaku Dosa yang Mengandung Hukuman Had Lalu Bertaubat
PELAKU DOSA YANG MENGANDUNG HUKUMAN HAD LALU BERTAUBAT[1]
Pertanyaan.
Misalkan saja seseorang mencuri atau melakukan suatu dosa besar, di mana mengakibatkannya mendapatkan hukuman had syar’i; lalu ia bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla ; sedangkan had tidak diterapkan kepadanya; maka apakah Allâh Azza wa Jalla akan menerima taubatnya ataukah tidak?
Jawaban.
Taubat itu sudah mencukupi. Bila seorang Muslim melakukan maksiat yang mengandung unsur hukuman had; seperti zina atau mencuri; lalu ia bertaubat kepada Allâh Azza wa Jalla ; maka taubatnya itu menghapuskan apa yang sebelumnya. Namun ia haruslah menunaikan atau mengembalikan harta yang pernah ia curi. Ia harus mengembalikannya kepada pemiliknya dengan cara yang memungkinkan; namun tidak mengharuskannya untuk menghubungi pemiliknya secara langsung (untuk menjaga identitas); tidak perlu pula untuk ditimpakan hukum had atasnya; bila memang Allâh telah menutup aibnya. Allâh akan menerima hamba-Nya yang bertaubat. Dan ketika itu tidak disyaratkan untuk mempublikasikan tindak maksiatnya agar dikenakan kepadanya hukuman had.
Barangsiapa yang bertaubat, maka Allâh pun akan menerima taubatnya; meskipun hukuman had tidak dikenakan atasnya. Akan tetapi bila hal tersebut (kejahatannya tersebut) telah sampai ke pihak yang berwenang (waliyyul amr; pemerintah); baik tindakan pencurian, atau zina, atau lainnya, maka hukuman had pun harus ditegakkan atasnya. Ini berdasarkan riwayat berikut:
عَنْ رَبِيعَةَ بْنِ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ الزُّبَيْرَ بْنَ الْعَوَّامِ لَقِيَ رَجُلًا قَدْ أَخَذَ سَارِقًا وَهُوَ يُرِيدُ أَنْ يَذْهَبَ بِهِ إِلَى السُّلْطَانِ فَشَفَعَ لَهُ الزُّبَيْرُ لِيُرْسِلَهُ فَقَالَ لَا حَتَّى أَبْلُغَ بِهِ السُّلْطَانَ فَقَالَ الزُّبَيْرُ إِذَا بَلَغْتَ بِهِ السُّلْطَانَ فَلَعَنَ اللَّهُ الشَّافِعَ وَالْمُشَفِّعَ
Dari Rabi’ah Bin Abi Abdirrahman bahwa Zubair Bin Awwam berjumpa dengan seorang lelaki yang telah menangkap pencuri ; dan ia hendak membawanya kepada penguasa. Lalu Zubair memohon agar ia dimaafkan, agar ia bisa membebaskannya. Lelaki tersebut pun berkata: “Tidak, hingga aku sampaikan (perihal)nya kepada Sultan” Maka Zubair berkata: “Bila engkau sampaikan ia kepada penguasa, maka Allâh akan melaknat orang yang memintakan syafâ’at (yang memediasi agar si pelaku dibebaskan) dan orang yang menerima syafâ’at (yang meloloskan permohonan tersebut).[2]
تَعَافَوْا الْحُدُودَ فِيمَا بَيْنَكُمْ فَمَا بَلَغَنِي مِنْ حَدٍّ فَقَدْ وَجَبَ
Bebaskanlah hukuman had di antara kalian (dan tidak usah diangkat kepadaku). Adapun perihal hukum had yang sampai padaku, maka itu harus dilaksanakan.[3]
Maksudnya bila perkara hudud telah diangkat kepada penguasa, maka itu harus ditegakkan. Karena itulah ketika seorang perempuan dari Quraisy mencuri pada Fathu Mekkah, dan sebagian orang meminta kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar Beliau tidak menerapkan hukum had atasnya; lalu mereka meminta mediasi kepada Usamah Bin Zaid agar ia mau memintakan dari Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam agar hukuman tidak dijalankan. Maka Usamah pun memintakan keringanan agar hukuman dibebaskan. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun marah dan bersabda:
أَتَشْفَعُ فِي حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللهِ
“Apakah engkau hendak memintakan syafaat (agar hukum had dibatalkan) dalam hal hukum had Allâh?”
Lalu Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di hadapan orang-orang. Beliau memuji Allâh Azza wa Jalla dan menyanjung-Nya, lalu bersabda:
إِنَّمَا أَهْلَكَ الَّذِينَ قَبْلَكُمْ أَنَّهُمْ كَانُوا، إِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الشَّرِيفُ تَرَكُوهُ، وَإِذَا سَرَقَ فِيهِمُ الضَّعِيفُ أَقَامُوا عَلَيْهِ الْحَدَّ؛ وَايْمُ اللهِ لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ ابْنَةَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ، لَقَطَعْتُ يَدَهَا
“Sungguh, yang membuat binasa orang-orang sebelum kalian tidak lain adalah karena bila ada orang terpandang dari mereka yang mencuri, mereka membiarkannya saja. Namun bila yang mencuri adalah orang yang lemah, maka mereka pun menegakkan had. Demi Allâh, sekiranya Fatimah binti Muhammad mencuri, tentulah aku akan memotong tangannya.”[4]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa hukum had harus ditegakkan atas orang terpandang dan lainnya; orang kecil atau besar yang telah sampai pada kategori terkena taklif; dan tidak boleh mengulur-ngulur setelah sampai pada pihak penguasa; dan tidak boleh ada syafaat (seseorang memintakan keringanan untuk membatalkan hukuman) setelah itu sampai pada penguasa. Adapun jika sebelum sampai pada penguasa, serta di antara mereka saling memaafkan dan meminta kerelaan, juga tidak mengangkatnya kepada penguasa, maka itu tidaklah mengapa. Dan taubat akan menghapuskan dosa-dosa yang lalu. Maka bila seorang pencuri datang kepada orang yang dicuri; lalu ia berkata:”Tolong maafkan saya; ini harta yang tadi aku curi. Jangan kau sampaikan hal ini kepada pihak berwenang”, lalu keduanya berdamai dan orang yang dicuri pun sudah berlapang dada terhadapnya, maka itu tidaklah mengapa.
Dalam hadits shahih dikatakan bahwa seseorang telah mencuri rida’ (kain atau jubah luar) milik Shafwan Bin Umayyah; sedangkan ia kala itu tengah berbaring di atasnya. Lalu Shafwan pun mencengkramnya, lalu dilaporkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Nabi pun memerintahkan agar tangan si pencuri dipotong.
Shafwan pun berkata: “Ya Rasûlullâh! Aku sudah memaafkannya. Rida’-ku untuknya.” Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab: “Mengapa engkau tidak melakukannya (memaafkannya) sebelum engkau melaporkannya kepadaku?”
Artinya sekiranya engkau memaafkannya sebelum hal itu (sebelum melapor kepada Nabi), maka itu tidaklah mengapa. Adapun bila itu dilakukan setelah si pencuri ditangkap dan dilaporkan kepada yang berwenang (penguasa); maka ketika itu tidak ada lagi permohonan maaf. Bahkan harus diterapkan hukumannya. Demikian pula berkaitan dengan zina, liwath, dan lainnya.
Semoga Allâh Azza wa Jalla melindungi kita dari hal-hal tersebut.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XXI/1439H/2018M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Fatawa Nur ala ad-Darb oleh Syaikh Ibnu Baz 24/ 79.
[2] HR. Ad-Daruquthni dalam Sunannya kitab al-hudud wa ad-diyaat wa ghairih no 3467.
[3] HR. Abu Daud dalam Sunannya kitab al-hudud bab al-afwu an al-hudud ma lam tablugh as-Sulthan no 4376; an-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra kitab qath’u as-sariq bab ma yakunu hirzan wa ma la yakun no 4855.
[4] HR. al-Bukhâri kitab ahadits al-anbiya’ bab hadits al-ghar no 3475; Muslim kitab hudud bab qath’u sa-sariq asy-syarif wa ghairihi+ .. no 1688.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/11386-pelaku-dosa-yang-mengandung-hukuman-had-lalu-bertaubat.html