Iddah
IDDAH
Iddah : Adalah suatu waktu yang menjadikan seorang wanita menunggu padanya, dan padanya dia tidak boleh menikah setelah suaminya meninggal, atau setelah diceraikannya.
Hukum iddah.
Iddah merupakan suatu kewajiban bagi seluruh wanita yang dicerai oleh suaminya, atau setelah meninggalnya suami yang pernah berkhalwat bersamanya, perpisahan tersebut baik yang berupa talak, hulu’ ataupun fasah; agar diketahui kebersihan rahimnya dengan cara melahirkan, atau berlalunya masa quru’ ataupun bulan yang telah ditentukan.
Hikmah disyari’atkannya.
- Untuk meyakinkan kalau rahimnya bersih, agar tidak bercampurnya keturunan.
- Memberi kesempatan terhadap suami (yang menceraikan) untuk merujuk kembali isterinya ketika merasa menyesal, sebagaimana dalam talak roj’i.
- Besarnya permasalahan nikah, bahwasanya nikah itu tidak mungkin terlaksana kecuali dengan syarat-syarat tertentu, dan tidak terlepas kecuali setelah menunggu dan perlahan-lahan.
- Penghargaan terhadap hubungan suami-isteri, sehingga dia tidak langsung berpindah kecuali setelah menunggu dan diakhirkan.
- Untuk menjaga hak kehamilan jika perpisahan terjadi dalam keadaan hamil.
Dalam iddah terdapat empat buah hak : Hak Allah, hak suami, hak isteri dan hak anak.
Seorang wanita yang dicerai sebelum berkhalwat tidak memiliki iddah, dan jika dicerai setelah berkhalwat, maka baginya iddah. Sedangkan dia yang ditinggal meninggal oleh suaminya, baik itu sebelum khalwat ataupun setelahnya, baginya iddah selama empat bulan sepuluh hari, sebagai bakti terhadap suami dan penghargaan terhadap haknya, dan dia berhak untuk mendapat warisan.
قال الله تعالى ﴿ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نَكَحۡتُمُ ٱلۡمُؤۡمِنَٰتِ ثُمَّ طَلَّقۡتُمُوهُنَّ مِن قَبۡلِ أَن تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمۡ عَلَيۡهِنَّ مِنۡ عِدَّةٖ تَعۡتَدُّونَهَاۖ فَمَتِّعُوهُنَّ وَسَرِّحُوهُنَّ سَرَاحٗا جَمِيلٗا [الاحزاب : ٤٩]
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu mencampurinya maka sekali-kali tidak wajib atas mereka iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya, maka berilah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya” [Al-Ahzab/33: 49]
قال الله تعالى ﴿ وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنكُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٰجٗا يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرۡبَعَةَ أَشۡهُرٖ وَعَشۡرٗاۖ فَإِذَا بَلَغۡنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ فِيمَا فَعَلۡنَ فِيٓ أَنفُسِهِنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ وَٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ خَبِيرٞ [البقرة: ٢٣٤]
“Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis ‘iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang kamu perbuat” [Al-Baqarah/2: 234]
Kelompok wanita yang beriddah
1. Hamil : Iddahnya, baik itu dari meninggalnya suami, talak ataupun fasah, sampai dia melahirkan anak yang telah berwujud. Jangka terpendek untuk kehamilan adalah enam bulan setelah pernikahan, namun kebanyakannya adalah sembilan bulan.
Allah berfirman:
وَأُوْلَٰتُ ٱلۡأَحۡمَالِ أَجَلُهُنَّ أَن يَضَعۡنَ حَمۡلَهُنَّۚ [الطلاق : ٤]
“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya” [Ath-Thalaaq/65: 4].
2. Wanita yang suaminya meninggal : Apabila dia hamil, maka iddahnya sampai dia melahirkan, dan jika tidak hamil, maka iddahnya empat bulan sepuluh hari, dalam waktu tersebut akan terlihat kalau dia itu hamil ataupun tidak.
Allah berfirman:
وَٱلَّذِينَ يُتَوَفَّوۡنَ مِنكُمۡ وَيَذَرُونَ أَزۡوَٰجٗا يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ أَرۡبَعَةَ أَشۡهُرٖ وَعَشۡرٗاۖ [البقرة: ٢٣٤]
“Orang-orang yang meninggal dunia diantaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (ber’iddah) empat bulan sepuluh hari” [Al-Baqarah/2: 234]
3. Dicerai suami yang masih hidup, dia tidak hamil dan masih dalam masa-masa menerima siklus bulanan haidh, maka iddahnya tiga quru’ penuh. Sedangkan dia yang dipisahkan dengan suaminya oleh hulu’ maupun fasah, maka iddahnya hanya satu kali haidh, Allah berfirman:
وَٱلۡمُطَلَّقَٰتُ يَتَرَبَّصۡنَ بِأَنفُسِهِنَّ ثَلَٰثَةَ قُرُوٓءٖۚ [البقرة: ٢٢٨]
“Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’” [Al-Baqarah/2: 228]
4. Dia yang dipisahkan oleh suaminya yang masih hidup, akan tetapi tidak haidh karena masih kecil ataupun telah monopause, maka iddahnya tiga bulan.
Allah berfirman:
وَٱلَّٰٓـِٔي يَئِسۡنَ مِنَ ٱلۡمَحِيضِ مِن نِّسَآئِكُمۡ إِنِ ٱرۡتَبۡتُمۡ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَٰثَةُ أَشۡهُرٖ وَٱلَّٰٓـِٔي لَمۡ يَحِضۡنَۚ [الطلاق : ٤]
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haidh lagi (monopause) diantara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid” [Ath-Thalaaq/65: 4]
5. Barang siapa yang sudah tidak mendapatkan haidh lagi, akan tetapi tidak diketahui apa penyebabnya, maka iddahnya selama satu tahun, sembilan bulan untuk masa kehamilan dan tiga bulan untuk iddah.
6. Wanita yang suaminya hilang : Yaitu suami yang terputus kabar tentangnya, dia tidak mengetahui apakah suaminya tersebut masih hidup atau meninggal, hendaklah isteri menunggunya atau mencari berita tentangnya selama waktu yang telah ditentukan hakim sebagai bentuk kehati-hatian, apabila waktu yang ditentukan telah berlalu, namun dia belum tiba juga, maka hakimakan memutuskannya kalau dia telah meninggal, kemudian isterinya beriddah selama empat bulan sepuluh hari, dihitung dari waktu keputusan hakim. Setelah selesai dari iddahnya dia diperbolehkan untuk menikah lagi dengan siapa saja yang dia kehendaki.
Iddah seorang budak wanita yang telah haidh adalah dua quru’, bagi mereka yang telah monopause dan masih kecil adalah dua bulan, sedangkan yang hamil sampai melahirkan.
Apabila seorang pria memiliki budak wanita yang pernah disetubuhi, maka dia tidak boleh menyetubuhinya sampai jelas kebersihan rahimnya, apabila dia hamil sampai melahirkan, sedangkan yang haidh ditunggu sampai satu kali haidh, dan yang monopause serta kecil ditunggu sampai berlalu satu bulan.
Wanita yang disetubuhi dengan syubhat, atau perzinahan, nikah yang rusak, hulu’, maka dia beriddah dengan satu kali haidh untuk diketahui kebersihan rahimnya. Sedangkan wanita yang ditalak roj’i kemudian suaminya meninggal ketika dia masih beriddah, maka iddah talaknya batal dan dia memulainya lagi dari hari meninggalnya suami tersebut.
Hukum ihdad.
Ihdad diharuskan selama masa iddah, bagi dia yang ditinggalkan oleh suami yang meninggal dunia.
Ihdad : Adalah tetapnya seorang isteri untuk tiggal dirumah suaminya dan menjauhi hal-hal yang mendorong kepada persetubuhan dari berdandan, menggunakan minyak wangi, memakai pakaian yang berhias, memakai pacar, perhiasan, celak mata dan lainnya. Apabila tidak berihdad maka dia berdosa dan harus beristighfar dan bertaubat darinya.
عن أم عطية رضي الله عنها أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «لا تُحِدُّ امْرَأَةٌ عَلَى مَيِّتٍ فَوْقَ ثَلاثٍ، إلَّا عَلَى زَوْجٍ، أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْراً، وَلا تَلْبَسُ ثَوْباً مَصْبُوغاً إلَّا ثَوْبَ عَصْبٍ وَلا تَكْتَحِلُ وَلا تَمَسُّ طِيباً إلا إذَا طَهُرَتْ نُبْذَةً مِنْ قُسْطٍ أَوْ أَظْفَارٍ». متفق عليه
Dari Ummu ‘Atiyyah bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Hendaklah seorang wanita tidak berihdad terhadap mayit lebih dari tiga hari, kecuali terhadap suaminya, selama empat bulan sepuluh hari, dan hendaklah dia tidak memakai baju yang berwarna kecuali baju ‘ashob (dari daerah yaman), tidak pula memakai celak mata, memakai minyak wangi, kecuali tatkala dia bersih (dari haidh) dengan menggunakan sedikit qust atau azfar (nama dan jenis minyak wangi)” Muttafaq Alahi[1].
Kepada selain suami ihdad dibolehkan selama tiga hari, adapun ihdad terhadap suami yang meninggal, dia sesuai dengan iddahnya, yaitu empat bulan sepuluh hari. Adapun wanita hamil yang suaminya meninggal, ihdadnya akan langsung terputus ketika dia melahirkan.
Tempat beriddah.
- Wajib bagi iddah meninggal untuk tinggal dirumah yang suami meninggal padanya dan dia tinggal disana, jika dia pindah rumah karena takut ataupun dipaksa atau karena sebuah hak, maka dia boleh pindah kemana saja yang dia kehendaki, dan dia boleh keluar rumah jika memiliki keperluan. Iddahnya akan selesai jika waktunya telah berlalu, sebagaimana yang telah lalu.
- Iddah dari talak roj’i adalah di rumah suaminya, dan dia berhak untuk mendapat nafkah dan tempat tinggal, karena dia masih berstatus isteri, dia tidak boleh dikeluarkan dari rumah suaminya kecuali jika melakukan perbuatan fahisyah yang nyata, baik itu dengan perkataan ataupun perbuatan yang bisa berdampak negative terhadap penghuni rumah.
- Wanita yang di talak bain berhak untuk mendapat nafkah jika dia hamil sampai melahirkan, dan jika tidak hamil, maka dia tidak berhak atas nafkah dan tidak pula tempat tinggal.
Wanita karena talak bain, hulu’ dan fasah tinggal di rumah keluarganya masing-masing.
[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Nikah dan Permasalahan Terkait كتاب النكاح وتوابعه). Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Alaihi, riwayat Bukhori no (5342) dan Muslim dalam kitab talak no (938), dan lafadz ini darinya.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/86217-iddah-2.html