Nafkah
NAFKAH
Nafkah : Mencukupi dia yang menjadi tanggungannya, dari segi makanan, pakaian, tempat tinggal dan yang mendukungnya.
Keutamaan Nafkah.
Allah berfirman:
ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمۡوَٰلَهُم بِٱلَّيۡلِ وَٱلنَّهَارِ سِرّٗا وَعَلَانِيَةٗ فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ [البقرة: ٢٧٤]
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhan-nya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati” [Al-Baqarah/2: 274]
عن أبي مسعود الأنصاري رضي الله عنه أن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «إذَا أَنْفَقَ المُسْلِمُ نَفَقَةً عَلَى أَهْلِهِ وَهُوَ يَحْتَسِبُهَا كَانَتْ لَهُ صَدَقَةً». متفق عليه.
Dari Abu Mas’ud Al-Anshori, bahwa Nabi Shallallahi ‘alaihi wa sallam bersabda: “Apabila seorang Muslim memberikan nafkah kepada keluarganya dan dia berharap mendapat ganjaran darinya, maka baginya seperti ganjaran sedekah” Muttafaq Alaihi[1].
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم : «السَّاعِي عَلَى الأرْمَلَةِ وَالمِسْكِينِ كَالمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ الله، أَوْ القَائِمِ اللَّيْلَ الصَّائِمِ النَّهَار». متفق عليه.
Berkata Abu Hurairah Radhiyallahu anhu: Telah bersabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Orang yang menanggung janda dan orang miskin seperti seorang yang berjihad di jalan Allah, atau seperti orang yang shalat malam dan berpuasa pada siang harinya” Muttafaq Alaihi[2].
Permasalahan nafkah terhadap Isteri.
1. Nafkah terhadap seorang isteri merupakan kewajiban suaminya, baik itu makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal dan lainnya, sesuai dengan apa yang sesuai untuknya. Nafkah ini akan berbeda menurut keadaan daerah dan perekonomian, begitu pula dengan keadaan pasangan tersebut dan kebiasaan keduanya.
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما أن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «إنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ حَرَامٌ عَلَيْكُمْ…-وَفِيهِ- فَاتَّقُوا الله فِي النِّسَاءِ، فَإنَّكُمْ أَخَذْتُمُوهُنَّ بِأَمَانِ الله، وَاسْتَحْلَلْتُمْ فُرُوْجَهُنَّ بِكَلِمَةِ الله… وَلَهُنَّ عَلَيْكُمْ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالمَعْرُوفِ». أخرجه مسلم.
Dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya darah serta harta kalian haram terhadap kalian … -padanya terdapat- “Bertakwalah kalian kepada Allah terhadap isteri-isteri kalian, sesungguhnya kalian telah mengambil mereka dengan amanat dari Allah, menghalalkan kemaluan mereka dengan kalimat Allah … mereka wajib untuk mendapat rejeki dan pakaian dari kalian dengan pantas” H.R Muslim[3].
2. Wajib bagi suami yang mencerai isterinya dengan talak roj’i untuk memberinya nafkah, pakaian dan tempat tinggal, akan tetapi tanpa memberinya giliran bermalam.
3. Isteri yang mendapat bain, baik itu dengan fasah ataupun talak berhak untuk mendapatkan nafkah jika dia hamil, jika tidak hamil maka dia tidak berhak atas nafkah dan tidak pula tempat tinggal.
4. Tidak ada nafkah dan tidak pula tempat tinggal bagi dia yang ditinggal meninggal oleh suaminya, jika dia hamil maka wajib untuk diberi nafkah dari harta peninggalan suaminya, apabila tidak ada harta peninggalan, maka dibebankan kepada salah seorang ahli waris yang memiliki kecukupan.
5. Apabila seorang isteri berbuat nusyuz ataupun menghindar dari suaminya, maka kewajiban nafkah atasnya akan jatuh, kecuali jika dia dalam keadaan hamil.
Apabila seorang suami menghilang (pergi) tanpa memberikan nafkah terhadap isterinya, maka dia diwajibkan untuk membayar nafkah yang telah berlalu.
Apabila seorang suami miskin dan tidak mampu memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal atau pergi tanpa meninggalkan nafkah untuk isterinya, dan dia menolak ketika akan diambilkan dari harta miliknya, maka isteri tersebut berhak untuk meminta fasah (pisah) jika dia mau. Akan tetapi dengan idzin dari hakim pengadilan.
Nafkah terhadap Ayah, Anak dan Kerabat.
Memberi nafkah terhadap kedua orang tua dan keatasnya merupakan sebuah kewajiban, juga termasuk yang memiliki ikatan rahim bersama mereka, ibu lebih diutamakan dari ayah dalam permasalahan bakti serta nafkah, hal ini diwajibkan atas anak serta keturunannya, bahkan juga termasuk dari mereka yang memiliki ikatan rahim dengannya, apabila pemberi nafkah seorang kaya sedangkan penerimanya orang fakir. Seorang ayah memiliki kewajiban penuh untuk menafkahi anaknya.
قال الله تعالى وَٱلۡوَٰلِدَٰتُ يُرۡضِعۡنَ أَوۡلَٰدَهُنَّ حَوۡلَيۡنِ كَامِلَيۡنِۖ لِمَنۡ أَرَادَ أَن يُتِمَّ ٱلرَّضَاعَةَۚ وَعَلَى ٱلۡمَوۡلُودِ لَهُۥ رِزۡقُهُنَّ وَكِسۡوَتُهُنَّ بِٱلۡمَعۡرُوفِۚ [البقرة: ٢٣٣]
Allah Ta’ala berfirman: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi dia yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan kepada para ibu dengan cara yang ma’ruf ..” [Al-Baqarah/2: 233]
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُوْلَ الله مَنْ أَحَقُّ بِحُسْنِ الصُّحْبَةِ؟ قَالَ: «أُمُّكَ، ثُمَّ أُمُّكَ، ثُمَّ أُمُّكَ، ثُمَّ أَبُوكَ، ثُمَّ أَدْنَاكَ أَدْنَاكَ». متفق عليه.
Berkata Abu Hurairah Radhiyallahu anhu: bertanya seseorang: ya Rasulullah siapakah yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik? Beliau menjawab: “Ibumu, kemudian ibumu, kemudian ibumu, kemudian ayahmu, kemudian orang terdekat denganmu” Muttafaq Alaihi[4].
Nafkah diwajibkan bagi dia yang menjadi ahli waris bagi pemberi nafkah, baik itu dengan fardhu ataupun ashobah.
Kewajiban memberi nafkah terhadap kerabat selain orang tua dan keturunan dengan syarat, bahwa orang yang memberi nafkah sebagai ahli waris penerimanya, dia haruslah seorang miskin dan pemberinya seorang berkecukupan, juga tidak adanya perbedaan dalam agama.
Wajib bagi seorang tuan untuk menafkahi budaknya, jika meminta dia harus menikahkan atau menjualnya. Apabila budak yang dia miliki seorang wanita, maka tuannya tersebut harus memilih antara menyetubuhi, menikahkan atau menjualnya.
Nafkah juga diwajibkan terhadap apa yang dimiliki umat manusia dari binatang ternak, burung ataupun lainnya, dia harus diberi makan dan minum yang pantas, tidak dibebani melebihi kemampuannya, jika dia tidak mampu memberinya makan maka dia dipaksa untuk menjual, menyewakan atau menyembelihnya, kalau seandainya dia itu binatang yang bisa dimakan, pemilik tidak boleh menyembelih hanya karena untuk berlepas diri darinya, seperti karena sakit, telah tua ataupun lainnya, dia wajib untuk melakukan apa yang menjadi kewajibannya.
Keadaan orang yang berinfak.
Apabila orang yang berinfak itu seorang yang hanya memiliki sedikit harta, maka yang harus dilakukan adalah memberikan nafkah kepada dia yang menjadi kewajibannya dari isteri, keturunan, orang tua dan budak yang dimilikinya. Pertama-tama hendaklah dia memulai dengan dirinya sendiri, kemudian barulah dia yang menjadi tanggung jawabnya untuk dinafkahi, baik itu dalam keadaan lapang ataupun sulit, mereka adalah: isteri, budak miliknya dan binatang ternak.
Kemudian dia yang menjadi kewajibannya untuk dinafkahi, walaupun tidak mewarisi dari orang tua, seperti ibu dan ayah, juga keturunan seperti anak, kemudian kearah samping, jika dia termasuk yang menjadi ahli warisnya, baik dengan fardhu ataupun ashobah. Sedangkan jika orang yang berinfak itu seorang kaya, hendaklah dia mengeluarkan infak terhadap seluruhnya.
[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Nikah dan Permasalahan Terkait كتاب النكاح وتوابعه). Penulis Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Alaihi, riwayat Bukhori no (5351), lafadz ini darinya dan Muslim no (1002).
[2] Alaihi, riwayat Bukhori no (5353), lafadz ini darinya dan Muslim no (2982).
[3] Muslim no (1218).
[4] Alaihi, rieayat Bukhori no (5971) dan Muslim no (2548), lafadz ini darinya.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/86191-nafkah.html