Beranda | Artikel
Ihram
Selasa, 11 Juli 2023

I H R A M 

Ihram : yaitu niat masuk dalam ibadah haji atau umrah.

Hikmah Ihram: Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan untuk Bait-Nya al-Haram larangan-larangan dan miqat-miqat, orang yang ingin memasuki haram tidak melewatinya kecuali apabila atas sifat yang ditentukan dan niat yang ditentukan.

Perbatasan-perbatasan haram Makkah.
Dari arah Barat: Syumaisi (Hudaibiyah) dan jaraknya dari Masjidil Haram sejauh dua puluh dua (22) Km. melewati jalan Jeddah.

Dari arah Timur: Tepi lembah ‘Aranah Barat, dan berjarak sejauh lima belas (15) Km. dan dilewati jalur Tha`if, dan dari arah Ji’ranah jalan-jalan Mujahidin dan berjarak sekitar enam belas (16) Km jauhnya.

Dari arah Utara: Tan’im, dan berjarak kira-kira tujuh (7) km.

Dari arah Selatan: Adhah Lin jalur Yaman, dan berjarak sekitar dua belas (12) Km.

Tata cara Ihram.
Disunnahkan bagi yang ingin berihram haji atau umrah agar mandi, membersihkan diri, memakai minyak wangi di badannya dan tidak pada pakaian ihramnya, memakai sarung dan selendang putih lagi bersih juga tidak berjahit, memakai dua sendal. Dan disunnahkan bagi perempuan  mandi untuk berihram, sekalipun ia sedang haid atau nifas, dan ia boleh memakai pakaian yang menutup aurat yang apa saja yang ia kehendaki, menghindari pakaian ketenaran dan pakaian sempit, dan yang menyerupai laki-laki atau orang kafir.

Disunnahkan berihram setelah selesai shalat fardhu, dan tidak ada shalat khusus untuk ihram. Dan jika berihram selepas dua rakaat yang disunnahkan seperti shalat tahiyatul masjid, atau dua rakaat wudhu`, atau shalat Dhuha, maka tidak mengapa. Dan ia berniat dengan hatinya memasuki ibadah yang dikehendakinya, berupa haji atau umrah. Dan disunnahkan untuk berihram dan mengucap talbiyah selepas shalat di masjid, atau apabila kendaraannya telah siap menghadap kiblat.

Disunnahkan bagi yang berihram agar menyebutkan ibadahnya, orang yang  melaksanakan umrah membaca: «لبيك عمرة» ‘labbaika ‘umrah‘ dan yang  melaksanakan haji ifrad membaca: «لبيك حجاً»Labbaika hajja’, dan jika melaksanakan haji qiran, membaca: «لبيك عمرة وحجاً»  ‘Labbaika ‘umratan wa hajja‘. Jika melaksanakan haji tamattu’, ia membaca:  «لبيك عمرة»Labbaika ‘umrah’ dan yang berhaji membaca: «اللهم هذه حجة لا رياء فيها ولا سمعة» ‘Ya Allah, inilah haji yang tidak ada riya dan sum’ah padanya.’

Apabila yang berihram dalam kondisi sakit atau khawatir, disunnahkan ia mengatakan saat berniat ihram:  إنْ حَبَسنِيْ حَابِسٌ فَمَحلِّي حَيْثُ حَبَسْتَنِي  ‘Jika sesuatu menghalangiku, maka tempat tahallulku adalah di tempat Engkau menahanku.’ Apabila ada sesuatu yang menghalanginya atau bertambah sakitnya, maka ia bertahallul dan tidak menyembelih hadyu.

Tata cara Talbiyah:

  1. Orang yang berihram disunnahkan membaca setelah berihram, apabila telah duduk di atas kendaraannya, setelah memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala, bertasbih dan bertakbir:

 لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لا شَرِيكَ لَكَ لَبَّيْكَ، إنَّ الحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالمُلْكَ، لا شَرِيكَ لَكَ

‘Labbaikallahumma labbaik, labbaika laa syarika laka labbaik, innal hamda wanni’mata laka wal mulk laa syariikalak.‘ Muttafaqun ‘alaih.[1]

  1. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia berkata, ‘Termasuk talbiyah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

 لَبَّيْكَ إلَهَ الحَقِّ». أخرجه النسائي وابن ماجه

 Labbaika ilaahal haqq.’ HR. An-Nasa`i dan Ibnu Majah.[2]

Keutamaan Talbiyah.
Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu, ia berkata:

عَنْ سَهْلِ بنِ سَعدٍ رضي الله عنه قالَ: قالَ رسُولُ الله- صلى الله عليه وسلم-: «ما مِنْ مُسْلِمٍ يُلبي إلا لبَّي مَنْ عنْ يَمينِه أو عَنْ شِمَالِهِ مِنْ حَجرٍ أو شَجرٍ أو مَدَرٍ حتَّى تَنْقَطِعَ الأرضُ مِنْ هَاهُنَا وَهَاهُنَا». أخرجه الترمذي وابن ماجه.

‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak ada seorang muslim yang membaca talbiyah melainkan yang di sebelah kanannya atau sebelah kirinya, dari bebatuan atau pohon atau tanah ikut membaca talbiyah, sehingga terputus bumi dari sini dan sini.‘ HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah.[3]

Disunnahkan bagi yang berihram agar memperbanyak talbiyah yang merupakan syi’ar haji, laki-laki bersuara (mengangkat suara) membaca talbiyah dan perempuan (juga bersuara membaca talbiyah) selama tidak dikhawatirkan terjadi fitnah. Terkadang bertalbiyah, terkadang bertahlil, dan terkadang bertakbir.

Talbiyah dihentikan dalam umrah apabila telah memasuki batas tanah haram terdekat, dan dihentikan dalam haji apabila hendak melontar jumrah aqabah di hari raya.

Apabila orang yang sudah balig berihram haji atau umrah, ia harus menyempurnakannya. Adapun anak kecil, maka tidak wajib menyempurnakannya, karena ia bukan mukallaf dan tidak dibebankan kewajiban.

Orang yang berhaji dan lainnya harus melaksanakan semua taat dan meninggalkan segala yang diharamkan. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

ٱلۡحَجُّ أَشۡهُرٞ مَّعۡلُومَٰتٞۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ ٱلۡحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي ٱلۡحَجِّۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ يَعۡلَمۡهُ ٱللَّهُۗ وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيۡرَ ٱلزَّادِ ٱلتَّقۡوَىٰۖ وَٱتَّقُونِ يَٰٓأُوْلِي ٱلۡأَلۡبَٰبِ [البقرة: ١٩٧] 

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan Haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa dan bertaqwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. [Al-Baqarah/2:197]

Larangan-larangan Ihram.
Dari Abdullah bin ‘Umar Radhiyallahu anhu,

عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما أن رجلاً قال: يا رسول الله، ما يلبس المحرم من الثياب؟ قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم-: «لا يَلْبَسُ القُمُصَ، وَلا العَمَائِمَ، وَلا السَّرَاوِيلاتِ، وَلا البَرَانِسَ، وَلا الخِفَافَ، إلا أَحَدٌ لا يَجِدُ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبَسْ خُفَّيْنِ، وَلْيَقْطَعْهُمَا أَسْفَلَ مِنَ الكَعْبَيْنِ، وَلا تَلْبَسُوا مِنَ الثِّيَابِ شَيْئاً مَسَّهُ زَعْفَرَانٌ أَوْ وَرْسٌ». متفق عليه

Sesungguhnya seorang laki-laki berkata, ‘Ya Rasulullah, pakaian apakah yang dikenakan orang yang berihram?’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Ia tidak memakai kemeja, surban, celana, kopiah, dan sepatu, kecuali seseorang yang tidak mendapatkan dua sendal, hendaklah ia memakai dua sepatu dan memotong keduanya di bawah dari dua mata kaki, dan janganlah ia memakai pakaian yang terkena za’faran dan wars (jenis wewangian).‘ Muttafaqun ‘alaih.[4]

Diharamkan kepada laki-laki dan perempuan yang berihram yang berikut ini:

  1. Menggundul rambut kepala atau memendekkannya.
  2. Menggunting kuku.
  3. Menutup kepala bagi laki-laki.
  4. Laki-laki memakai yang berjahit, yaitu yang dijahit menurut ukuran semua badan seperti qamis, atau ukuran separu badan bagian atas seperti baju kaos, atau separo bagian bawah seperti celana, dan yang dijahit menurut ukuran anggota tubuh untuk dua tangan seperti sarung tangan, dan untuk dua kaki seperti dua sepatu, dan untuk kepala seperti surban, kopiah dan semisalnya.
  5. Memakai wewangian atau garu di badan atau pakaian dengan cara apapun.
  6. Membunuh binatang buruan darat yang dimakan atau memburunya.
  7. Melaksanakan akad nikah.
  8. Menutup wajah bagi perempuan dengan tudung kepala atau cadar dan semisalnya dan menutup kedua tangan dengan sarung tangan.
  9. Jima’: jika sebelum tahallul awal, rusaklah manasik keduanya disertai dosa dan diwajibkan menyembelih unta, meneruskan manasik hajinya, dan mengqadha` pada tahun berikutnya. Dan jika jima’ itu terjadi setelah tahallul awal, ibadah hajinya tidak rusak akan tetapi ia berdosa, dan ia harus membayar fidyah dan mandi.
  10. Laki-laki bermesraan dengan istrinya yang bukan di kemaluan. Jika keluar mani, ihram dan hajinya tidak rusak, akan tetapi ia berdosa, dan ia harus membayar fidyah gangguan.

Laki-laki tidak boleh berihram dengan kaos kaki dan sepatu, kecuali apabila ia tidak menemukan dua sendal, maka ia boleh memakai dua sepatu dan tidak perlu memotongnya. Yang dimaksud dua sepatu adalah yang menutup dua mata kaki. Perempuan yang sedang berihram boleh memakai kaos kaki dan sepatu. Adapun kaos tangan, laki-laki dan perempuan yang berihram tidak boleh memakainya, seperti yang telah dijelaskan.

Perempuan seperti laki-laki dalam larangan-larangan yang telah lalu kecuali pada pakaian berjahit, ia boleh memakai apa yang dikehendakinya asal tidak tabarruj, menutup kepalanya, menurunkan tutup kepalanya apabila ada di hadapan laki-laki, dan dibolehkan baginya memakai perhiasan.

Tahallul awal dalam haji membolehkan segala sesuatu bagi yang berhaji kecuali jima’, dan akan di peroleh dengan melontar jumrah aqabah. Dan barang siapa yang membawa hadyu (hewan sembelihan), tahallulnya setelah menyembelih dan melontar (jumrah aqabah).

Apabila perempuan yang melaksanakan haji tamattu’ kedatangan haid sebelum tawaf dan ia khawatir ketinggalan haji, ia berihram dengannya dan menjadi haji qiran, dan sepertinya yang mendapat uzur (halangan). Perempuan haid dan nifas melakukan semua ibadah haji selain tawaf di Baitullah. Dan jika ia kedatangan haid saat melaksanakan tawaf, ia keluar darinya dan berihram dengan haji dan menjadi haji qiran.

Yang boleh dilakukan orang yang berihram.
Orang yang berihram boleh menyembelih binatang ternak, ayam dan semisalnya. Ia boleh membunuh binatang penggangu di tanah halal dan haram seperti singa, serigala, macan tutul, macan (salah satu jenis macan, cheetah-ingg), ular, kalajengking, tikus, dan segala yang mengganggu seperti cecak dan memunuhnya sekali pukulan lebih utama, dan ia akan mendapatkan seratus kebaikan, sebagaimana boleh memburu binatang laut dan memakannya.

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

أُحِلَّ لَكُمۡ صَيۡدُ ٱلۡبَحۡرِ وَطَعَامُهُۥ مَتَٰعٗا لَّكُمۡ وَلِلسَّيَّارَةِۖ وَحُرِّمَ عَلَيۡكُمۡ صَيۡدُ ٱلۡبَرِّ مَا دُمۡتُمۡ حُرُمٗاۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِيٓ إِلَيۡهِ تُحۡشَرُونَ [المائ‍دة: ٩٦] 

“Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (manangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertaqwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”. [Al-Ma`idah/5:96]

Dari ‘Aisyah Radhiyallahu anha, ia berkata,

عن عائشة رضي الله عنها قالت: قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم-: «خَمْسٌ فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الحَرَمِ: العَقْرَبُ، وَالفَأرَةُ، والحُديَّا، وَالغُرَابُ، وَالكَلْبُ العَقُورُ». متفق عليه.

‘Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Lima binatang fasik boleh dibunuh ditanah haram: kalajengking, tikus, ular, burung gagak dan anjing gila.’ Muttafaqun ‘alaih.[5]

Setelah berihram, orang yang berihram boleh mandi, membasuh kepala dan pakaiannya, dan ia boleh menggantinya. Dan orang yang berihram boleh memakai cincin perak, kaca mata, pembantu pendengaran telinga, jam tangan, sabuk (ikat pinggang), sepatu sekalipun dijahit dengan mesin. Dan ia boleh berbekam dan bercelak mata karena penyakit dan semisalnya.

Orang yang berihram boleh memakai wewangian, bernaung dengan kemah atau payung atau atap mobil, dan boleh menggaruk kepala, sekalipun jatuh sebagian rambut darinya.

Barang siapa yang ingin berkorban dan berhaji pada tanggal sepuluh (10) Dzulhijjah, maka tidak selayaknya baginya saat ihram mengambil sesuatu dari badan, rambut, dan kukunya. Dan ia hanya boleh menggundul atau mencukur rambutnya jika ia melaksanakan haji tamattu’, karena menggundul atau mencukur termasuk bagian manasik haji.

Yang dilakukan terhadap orang yang berihram apabila meninggal dunia.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu,

عن ابن عباس رضي الله عنهما أن رجلاً وَقَصَهُ بعيره ونحن مع النبي- صلى الله عليه وسلم- وهو محرم، فقال النبي- صلى الله عليه وسلم-: «اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ وَكَفِّنُوهُ فِي ثَوبَيْنِ، وَلا تُمِسُّوُه طِيباً، وَلا تُخَمِّرُوا رَأْسَهُ، فَإنَّ الله يَبْعَثُهُ يَومَ القِيَامَةِ مُلَبِّياً». متفق عليه

Bahwa seorang laki-laki patah lehernya (jatuh dari ontanya, lalu meninggal dunia, pent.), dan kami bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sedangkan ia berihram, maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara dan kafanilah ia dalam dua pakaian, jangan kamu sentuhkan wewangian kepadanya, dan janganlah kamu menutup kepalanya. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala membangkitkannya di hari kiamat dalam keadaan bertalbiyah.’ Muttafaqun ‘alaih.[6]

[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي   (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah  العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri  Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1]  HR. al-Bukhari no. 1549 dan Muslim no. 1184.
[2]  Shahih/ HR. an-Nasa`i no. 2752, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan an-Nasa`i no.2579, dan Ibnu Majah no. 2920, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2362.
[3]  Shahih/at-Tirmidzi bi. 828, ini adalah lafazhnya, Shahih Sunan at-Tirmidzi no. 662, dan Ibnu Majah no. 2921, Shahih Sunan Ibnu Majah no. 2363
[4]  HR. al-Bukhari no. 1542, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no 1177.
[5]  HR. al-Bukhari no. 1829 dan Muslim no. 1198, ini adalah lafazhnya.
[6]  HR. al-Bukhari no. 1267, ini adalah lafazhnya, dan Muslim no. 1206


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/84087-ihram.html