Bunuh Diri Termasuk Takdir?
BUNUH DIRI TERMASUK TAKDIR?
Pertanyaan
Ana meminta tolong dijelaskan masalah Qadha’ dan Qadar. Bagaimana dengan orang yang mati bunuh diri? Apakah Allah menakdirkan orang tersebut mati bunuh diri? Sukran.
Jawaban.
Qadar, secara bahasa artinya takdir (penentuan). Sedangkan qadha`, secara bahasa artinya hukum (keputusan). Qadha` dan qadar adalah dua istilah. Jika keduanya berpisah, maka maknanya sama. Dan jika berkumpul, maknanya berbeda.
Jika disebut qadar Allah, maka semakna dengan qadha` Allah, dan begitu pula sebaliknya. Jika disebut bersama-sama, maka masing-masing memiliki makna yang berbeda, yaitu:
- Qadar adalah, apa saja yang telah ditentukan Allah semenjak dahulu akan terjadi pada makhlukNya.
- Qadha` adalah, apa saja yang Allah putuskan pada makhlukNya, berupa mewujudkan, meniadakan, atau merubah. Sehingga qadar mendahului qadha`. [1]
Allah Azza wa Jalla berfirman:
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرضِ وَإِذَا قَضَى أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُن فَيَكُونُ
Allah pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya mengatakan kepadanya: “Jadilah,” lalu jadilah ia. [al Baqarah/2 : 117].
Iman kepada qadar termasuk rukun iman ke enam. Iman seseorang rusak, jika tidak beriman kepada qadar.
Iman kepada qadar mencakup empat perkara. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t menyatakan, Firqah Najiyah (golongan yang selamat), Ahli Sunnah wal Jama’ah mengimani terhadap qadar yang baik dan yang buruk. Iman kepada qadar meliputi dua derajat, setiap satu derajat memuat dua perkara.
- Derajat Pertama. Beriman bahwa Allah Ta’ala mengetahui seluruh makhlukNya. Semua makhluk berbuat dengan pengetahuan Allah yang ada semenjak dahulu, yang Allah disifati dengan ilmu itu azali (semenjak dahulu ada) dan abadi (terus ada). Dan Dia mengetahui seluruh keadaan hamba, yang berupa ketaatan, kemaksiatan, rizki, dan ajal. Kemudian Allah menulis takdir-takdir seluruh makhluk di Lauhil Mahfuzh.
- Derajat Kedua. Beriman bahwa kehendak Allah pasti terjadi, dan kekuasaan Allah bersifat universal (menyeluruh, meliputi segala sesuatu). Apa yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki pasti tidak akan terjadi. Tidak ada di langit dan di bumi, yang berupa gerakan dan diam, kecuali dengan kehendak Allah Azza wa Jalla . Tidak terjadi di dalam kerajaanNya apa yang tidak Dia kehendaki. Bahwasannya Allah Azza wa Jalla Maha Kuasa atas segala sesuatu, dari segala yang ada dan segala yang tidak ada. Tidak ada satu makhluk di bumi dan di langit, kecuali Allah adalah penciptanya. Tidak ada pencipta selainNya, tidak ada Rabb (pemiliki, pengatur) selainNya. Bersamaan dengan itu, Dia memerintahkan hamba-hambaNya untuk mentaatiNya dan mentaati para rasulNya, dan melarang mereka dari bermaksiat kepadaNya. Sedangkan Dia (Allah) k mencintai orang-orang yang bertakwa, orang-orang yang berbuat ihsan, orang-orang yang berbuat adil, dan meridhai orang-orang yang beriman dan beramal shalih. Dia tidak mencintai orang-orang kafir dan tidak meridhai orang-orang fasiq. Dia juga tidak memerintahkan kekejian, dan tidak meridhai kekafiran untuk hamba-hambaNya. Dan Dia tidak mencintai kerusakan”. [Aqidah Wasithiyah]
Setelah mengetahui penjelasan di atas, maka kita dapat mengetahui, bahwa bunuh diri yang dilakukan oleh sebagian manusia itu termasuk takdir Allah Azza wa Jalla . Tetapi itu merupakan kemaksiatan yang dilarang dan dibenci oleh Allah Azza wa Jalla .
Sebagai peringatan bagi kita semua, dalam masalah qadar ini seharusnya kita mencukupkan dengan beriman, tanpa banyak memikirkannya dengan akal semata, karena akan menyeret kepada kebingungan dan kesesatan, sebagaimana telah melanda orang-orang Qadariyah. Dan qadar itu merupakan rahasia Allah yang tersembunyi.
Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 04/Tahun X/1427/2006M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1] Syarh Aqidah Wasithiyah, hlm. 442, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin, Penerbit Dar Ibnil Haitsam.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3353-bunuh-diri-termasuk-takdir-2.html