Beranda | Artikel
MARIFATULLAH
Jumat, 2 Januari 2009

Para ulama mengatakan, ”Orang-orang yang malang diantara penduduk dunia itu, mereka telah keluar darinya (mati) dalam keadaan belum sempat merasakan sesuatu yang paling nikmat di dalamnya.” Maka ditanyakan kepadanya, ”Apakah itu?’ Dia menjawab, ”Yaitu mengenal Allah ‘azza wa jalla.” (Jami’ al-‘Ulum, hal. 246)

Ma’rifatullah (mengenal Allah) adalah prinsip terpenting bagi setiap insan. Karena tujuan hidupnya tidak akan bisa tercapai apabila dia tidak mengenal Allah dengan benar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku” (QS. Adz Dzariyaat [51] : 56).

Nah, bagaimana mungkin seseorang bisa menyembah Allah dengan baik sementara dia bodoh terhadap siapa itu Allah dan apa saja kewajiban yang harus dia tunaikan kepada-Nya? Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan hafizhahullah mengatakan, “Sesungguhnya mengenal Allah ta’ala adalah asas agama. Dan seorang insan tidak akan bisa mencapai hakikat ajaran agamanya kecuali setelah mengilmui tentang Allah ta’ala…” (Hushul al-Ma’mul, hal. 14)

Hakekat ma’rifatullah
Diriwayatkan bahwa Ahmad bin ‘Ashim Al Anthaki mengatakan, ”Saya tidak ingin mati sebelum mengenal Tuhanku. Dan bukanlah mengenal-Nya adalah sekedar dengan meyakini keberadaan-Nya, akan tetapi pengenalan yang sesungguhnya adalah ketika kamu mengenal-Nya maka kamupun merasa malu kepada-Nya.” (Jami’ al-‘Ulum, hal. 246)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ma’rifatullah ialah, “Mengenal Allah ‘azza wa jalla dengan hati. Yang dengan pengenalan itu hamba menerima semua yang disyari’atkan oleh-Nya, sehingga ia mau tunduk dan patuh kepada-Nya. Dengannya dia mau berhukum dengan menerapkan syari’at-Nya yang telah dibawa oleh utusan-Nya yaitu Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam..” (Syarh Tsalatsat al-Ushul, hal. 19)

Dua macam ma’rifatullah
Ibnul Qayyim rahimahullah [al-Fawa’id, hal. 163] menerangkan,
”Mengenal Allah subhanahu wa ta’ala ada dua macam :

Pertama, ma’rifah (pengenalan) yang berupa pengakuan (tentang Allah). Maka ini adalah sesuatu yang dikerjakan oleh semua orang, yang baik maupun yang bejat, orang yang taat maupun orang yang suka bermaksiat.

Kedua, ma’rifah yang melahirkan perasaan malu terhadap-Nya, kecintaan karena-Nya, ketergantungan hati kepada-Nya, kerinduan hati untuk bisa bersua dengan-Nya, perasaan takut kepada-Nya, keinginan kuat untuk bertaubat dan kembali kepada-Nya, ketenangan dan ketentraman bersama-Nya, meninggalkan (ketergantungan hati kepada) makhluk dan bergegas menuju kepada-Nya. Inilah ma’rifah khusus yang mengalir melalui lisan orang-orang pilihan. Perbedaan tingkat keutamaan mereka dalam hal ini tidaklah bisa diketahui secara persis kecuali oleh (Allah) Dzat yang telah memperkenalkan diri-Nya kepada mereka dan telah menyingkapkan tirai ma’rifah kepada-Nya untuk hati-hati mereka; yang hal itu disamarkan oleh-Nya bagi orang-orang selain mereka.

Setiap orang (dari kaum pilihan tersebut) memberikan isyarat akan ma’rifah ini sesuai dengan maqam (kedudukan) yang mereka miliki dan ilmu yang telah Allah bukakan untuk mereka. Manusia yang paling mengenal Allah (yaitu Nabi, pent) bersabda tentang diri-Nya, ”Aku tidak sanggup menghingga pujian atas-Mu. Engkau sebagaimana pujian yang Engkau sanjungkan kepada diri-Mu.” (HR. Muslim [486] dari Abu Hurairah dari ‘Aisyah radhiyallahu’anhuma). Beliau pun mengabarkan bahwa pada hari kiamat kelak Allah Yang Maha suci akan membukakan baginya pujian-pujian untuk-Nya yang belum diberitahukan kepadanya sekarang (ketika di dunia).”

Orang-orang yang cerdas
Sungguh indah perkataan seorang penyair :

Sesungguhnya,
Allah mempunyai hamba-hamba yang cendekia
Mereka ceraikan dunia
Dan khawatir akan malapetakanya

Mereka cermati apa saja yang ada di dalamnya
Tatkala mereka tahu apa isinya
Ternyata dunia
Bukanlah tempat tinggal untuk selama-lamanya

Maka mereka jadikan dunia ibarat samudera
Dan mereka gunakan amal salihnya
Untuk bisa berlayar di atasnya

(Lihat Mukadimah Riyadh as-Shalihin, hal.4. cet Dar as-Salam)


Artikel asli: http://abumushlih.com/ma%e2%80%99rifatullah.html/