Jagalah An-NawafilKita, Gapailah Cinta-Nya, dan Terimalah Anugerah-Nya
Ketika kita memiliki banyak karunia Allah, baik berupa ilmu, harta, maupun kekayaan, tentunya kita adalah orang yang paling dermawan terhadap orang-orang terdekat kita. Atau sebaliknya, ketika kita dekat dengan seseorang yang memiliki banyak karunia Allah tersebut, tentu kita lebih mudah untuk mendapatkan percikannya.
Saudaraku, bagaimana jika kita dekat dengan Zat Yang Mahabesar dengan segala karunia-Nya yang tak terbatas. Allah Ta’ala Yang Mahapemurah dan mengabulkan segala permohonan hamba-hamba-Nya. Tidakkah kita menginginkan agar lebih dekat dengan-Nya? Tidakkah kita menginginkan agar dicintai oleh-Nya?
Menjadi hamba yang dicintai oleh Allah Ta’ala semestinya menjadi hal yang kita impi-impikan. Semestinya kita menyadari, betapa saat ini banyak ujian dan cobaan yang menimpa kita, baik secara personal maupun cobaan yang menimpa bangsa dan agama ini. Kepada siapakah kita berlindung dan memohon pertolongan, selain kepada Allah?
Kabar gembira bagi penjaga “an-nawafil”
Ya, jadilah hamba yang dicintai oleh Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengabarkan kepada kita tentang bagaimana cara agar menjadi hamba yang dicintai oleh Allah. Dalam hadis qudsi, Allah Ta’ala berfirman,
وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ: كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ، وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَإِنْ سَأَلَنِي لَأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لَأُعِيذَنَّهُ
“Dan hamba-Ku terus-menerus mendekatkan diri kepada-Ku dengan amal-amal sunah, sampai Aku mencintainya. Jika Aku sudah mencintainya, Aku menjadi pendengaran yang dia gunakan untuk mendengar, menjadi penglihatan yang dia gunakan untuk melihat, menjadi tangan yang dia gunakan untuk memegang, dan menjadi kaki yang dia gunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepada-Ku, sungguh akan Aku beri. Jika dia meminta perlindungan kepada-Ku, sungguh akan Aku lindungi.“ (HR. Bukhari no. 6502 dari Abu Hurairah)
Masya Allah! Saudaraku, amal-amal sunah adalah kunci dari cara mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala untuk mendapatkan cinta-Nya. Renungkanlah, bagaimana pendengaran, penglihatan, tangan, dan kaki kita disebutkan oleh Allah sebagai perwakilan dari organ tubuh yang dengan-Nya Allah membersamai kita. Kemudian Allah Ta’ala pun menjamin bahwa orang-orang yang telah mendapatkan cinta-Nya dengan amal-amal sunah tersebut akan dikabulkan segala permintaannya dan Allah pun akan melindunginya.
Oleh karenanya, untuk memulai memperoleh derajat hamba yang dicintai oleh Allah Ta’ala, penting bagi kita untuk mendalami makna amal-amal sunah sebagaimana disebutkan dalam hadis qudsi tersebut.
Baca Juga: Buktikan Cintamu dengan Belajar Sunnah dan Sirah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Mendalami makna “an-nawafil”
Mari kita perhatikan kalimat ( وَمَا يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ). Kita perlu mendalami makna an-nawafil yang dimaksudkan disini. Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz menjelaskan terkait dengan an-nawafil. [1]
Beliau rahimahullah menjawab,
An-Nawafil yang selalu dipraktikkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan salat wajib berjumlah 12 rakaat. Inilah yang kemudian disebut dengan rawatib, yaitu: 4 rakaat sebelum salat zuhur dengan dua kali salam, 2 rakaat setelah zuhur, 2 rakaat setelah maghrib, 2 rakaat setelah isya, dan 2 rakaat sebelum subuh.
Adapun tempat yang paling afdal melaksanakan ibadah nawafil ini adalah di rumah. Namun, jika dilaksanakan di masjid, maka tidak ada larangan. Sedangkan apabila dalam keadaan safar, maka yang paling afdal adalah memanfaatkan rukhsah atas an-nawafil ini, yaitu dengan meninggalkannya, kecuali 2 rakaat sebelum subuh dan witir.
Perlu diketahui pula bahwa, salat sunah sebelum asar, sebelum magrib, dan sebelum isya juga merupakan ibadah yang dianjurkan, meskipun tidak termasuk rawatib. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
رحم الله امرأً صلى أربعًا قبل العصر
“(Semoga) Allah memberi rahmat orang yang salat empat rakaat sebelum asar.” (HR. Abu dawud, Tirmidzi, dan Ahmad)
Dalam hadis lain, dari Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
صلوا قبل المغرب، صلوا قبل المغرب، ثم قال في الثالثة: لمن شاء
“Salatlah sebelum magrib, salatlah sebelum magrib.” Kemudian beliau bersabda pada yang ketiga, “Bagi siapa yang mau.” (HR. Ibnul Mulaqqin dalam kitab Badrul Munir, 4: 293)
Dari Abdullah bin Mughaffal, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasalam bersabda,
بيْنَ كُلِّ أذانَيْنِ صَلاةٌ، بيْنَ كُلِّ أذانَيْنِ صَلاةٌ، ثُمَّ قالَ في الثَّالِثَةِ: لِمَن شاءَ.
“Di antara setiap dua azan (ada) salat, di antara setiap dua azan (ada) salat.” Kemudian beliau menekankan pada kali ketiga (dengan tambahan), “Bagi siapa yang menghendakinya.” (HR. Bukhari no. 627)
Baca Juga: Jika Allah Mencintai Seorang Hamba, Ia Akan Diuji
Memohon keistikamahan
Demikianlah, Allah Ta’ala telah memberikan kepada kita petunjuk tentang bagaimana mendekatkan diri kepada-Nya melalui amalan-amalan sunah sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Oleh karenanya, tekadkanlah dalam hati untuk mempertahankan dan menjaga ibadah an-nawafil menjadi rutinitas kita setiap hari. Dan jangan lupa untuk senantiasa memohon kepada Allah Ta’ala agar diberikan anugerah keistikomahan dalam meniti langkah-langkah menuju keridaan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Maka istikomahlah (tetaplah kamu pada jalan yang benar), sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah tobat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Mahamelihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hud: 112)
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ
Dari Sufyan bin Abdullah Ats-Tsaqafi, ia berkata, “Aku berkata, ‘Wahai Rasûlullâh, katakan kepadaku di dalam Islam satu perkataan yang aku tidak akan bertanya kepada seorangpun setelah Anda.’ Beliau menjawab, ‘Katakanlah, ‘Aku beriman’, lalu istikomahlah.’” (HR Muslim no. 38; Ahmad 3: 413; Tirmidzi, no. 2410; Ibnu Majah, no. 3972)
Kita sadari bahwa menjaga keistikomahan dalam melaksanakan ibadah an-nawafil ini butuh perjuangan yang besar. Ketika rasa malas melanda, godaan setan menerpa, dan dorongan syahwat mencoba menguasai diri, maka di situ pula keimanan kita sedang diuji. Oleh karenanya, jika bukan karena kasih sayang dan taufik dari Allah, sudah barang tentu mustahil bagi kita untuk bisa istikamah. Padahal, kita sangat membutuhkan cinta Allah.
Wallahu a’lam
Baca Juga:
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel asli: https://muslim.or.id/79141-jagalah-an-nawafil-kita-gapailah-cinta-nya-terimalah-anugerah-nya.html