Beranda | Artikel
Fatwa Ulama: Syarat Khatib Salat Jumat
11 jam lalu

Fatwa Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz rahimahullah

 

Pertanyaan:

ما هي الشروط اللازمة للخطيب، وهل تصح خطبة من هو أعزب، إذا لم يوجد غيره في البلد؟

Apa saja syarat-syarat yang diperlukan bagi seorang khatib, dan apakah khotbah orang yang masih lajang itu sah apabila di kampung tersebut tidak ada selain dirinya?

Jawaban:

شروط الخطيب أن يكون ذا علم، ذا بصيرة، أو يخطب من كتاب مأمون، قد وضعه أهل العلم والبصيرة، فيخطب منه على الناس، إذا كان صوته يسمع الناس، أو من طريق المكبر وكان عدلًا، أما إذا كان معروفًا بالمعاصي؛ فينبغي ألا يولى الخطابة، ينبغي أن يولى أهل العدل، وأهل الخير والفضل.

Syarat bagi seorang khatib adalah bahwa ia harus memiliki ilmu dan memiliki pemahaman yang benar, atau ia berkhotbah dari sebuah kitab yang tepercaya yang disusun oleh para ulama yang berilmu. Ia menyampaikan khotbah itu kepada masyarakat, selama suaranya dapat didengar oleh jemaah atau melalui pengeras suara, dan ia adalah orang yang salah (tidak tampak melakukan maksiat secara terang-terangan, pent.). Adapun jika ia dikenal sebagai pelaku maksiat, maka sebaiknya ia tidak diberi tugas berkhotbah; yang seharusnya diberi amanah adalah orang-orang yang saleh, baik, dan berbudi luhur.

فالمقصود: أن الخطيب إذا كان مسلمًا؛ صحت صلاته، وصحة خطبته؛ إذا حصل المقصود بها، من وعظ الناس، وتذكيرهم من جهة نفسه لكونه عالمًا، أو من كتاب يحصل به المقصود مما ألف في خطب الجمعة؛ فلا حرج في ذلك، وينبغي للمسؤولين ألا يولوا إلا أهل الفضل والعدالة والاستقامة، لكن لو قدر أنه ذو معصية، وصلى بالناس؛ صحت صلاته على الصحيح، مادام مسلمًا، فالمعصية لا تبطل صلاته، ولا صلاة من خلفه، لا جمعة ولا جماعة، لكن المسؤولين المشروع لهم، والواجب عليهم أن يتحروا في ذلك، وأن يجتهدوا في تولية الأخيار، وألا يولوا على أمور المسلمين لا في الإمامة، ولا في الأذان، ولا في الخطابة؛ إلا من عرف بالخير والاستقامة والأهلية للخطابة؛ لأنه ذو علم وبصيرة وللإمامة؛ لأنه ذو فضل وبصيرة، وصالح للإمامة.

Maksudnya adalah: apabila khatib itu seorang Muslim, maka salatnya sah dan khotbahnya juga sah, selama tujuan khotbah tercapai, yaitu memberi nasihat kepada jemaah salat Jumat dan mengingatkan mereka, baik dari dirinya (kata-katanya) sendiri karena ia  memiliki ilmu, maupun dari sebuah kitab yang dapat memenuhi tujuan tersebut, berupa kitab-kitab yang disusun khusus untuk khotbah Jumat. Hal itu tidak mengapa dilakukan.

Namun, para penanggung jawab (pengurus masjid) hendaknya tidak menunjuk (seseorang sebagai khatib) kecuali orang-orang yang memiliki keutamaan, kesalehen, dan keistikamahan. Akan tetapi, apabila ternyata khatib itu melakukan maksiat, lalu ia tetap mengimami salat, maka salatnya tetap sah menurut pendapat yang benar, selama ia masih seorang Muslim. Kemaksiatannya itu tidak membatalkan salatnya maupun salat orang-orang yang berada di belakangnya, baik salat Jumat maupun salat berjemaah.

Namun, para penanggung jawab (pengurus masjid) berkewajiban untuk berhati-hati dalam hal ini dan bersungguh-sungguh menunjuk orang-orang yang baik, serta tidak memberikan amanah urusan kaum Muslimin, baik dalam imam salat, muazin, maupun khatib, kecuali kepada orang yang dikenal dengan kebaikan, keistikamahan, dan kelayakannya untuk berkhotbah karena ia memiliki ilmu dan pemahaman yang benar, dan karena ia memiliki keutamaan, bashirah, dan layak menjadi imam.

وهكذا في الأذان؛ لأنه ذو أمانة وعدالة وصوت حسن، فالمسؤولون يختارون لهذه المسائل، لهذه الوظائف من هو أهل لها، وإذا علموا أن هذا الرجل ليس صالحًا لهذه الوظيفة، إما لعي في لسانه، ما يصلح أن يكون خطيبًا، أو لأنه معروف بالمعاصي، أو بالبدعة؛ فلا يولى.

Demikian pula dalam hal azan; hendaknya yang ditunjuk adalah orang yang memiliki amanah, kesalehan, dan suaranya baik. Para penanggung jawab harus memilih untuk tugas-tugas seperti ini orang yang memang layak untuk memikulnya. Jika mereka mengetahui bahwa seseorang tidak pantas untuk tugas tersebut, baik karena memiliki cacat pada lisannya sehingga tidak cocok menjadi khatib, atau karena ia dikenal sebagai pelaku maksiat, atau ahli bid’ah, maka ia tidak boleh diberi amanah tersebut.

وهكذا الإمام لا يولى إذا كان معروفًا بالمعاصي، لا يولى على المسلمين إلا خيارهم وأفاضلهم، ومن هو صالح للإمامة لحسن تلاوته، وعدالته في نفسه، وكونه أهلًا للصلاة في طمأنينته، وأدائه حق الصلاة، وهكذا الخطيب يكون أهلًا لذلك كونه يحسن الخطابة، ولأنه ذو علم وفضل، أو لأنه يخطب من كتاب معروف معتمد من تأليف أهل العلم والبصيرة المعروفين بالاستقامة، نعم.

Demikian pula imam salat; ia tidak boleh diangkat jika dikenal sebagai pelaku maksiat. Seseorang tidak boleh diberi kedudukan memimpin kaum Muslimin kecuali orang-orang terbaik dan paling utama di antara mereka, yaitu orang yang layak menjadi imam karena bagus bacaannya, memiliki kesalehen pada dirinya, tenang dalam salatnya, serta menunaikan hak-hak salat dengan sempurna. Demikian juga khatib; ia harus layak untuk tugas tersebut, baik karena ia pandai berkhotbah dan memiliki ilmu serta keutamaan, atau karena ia berkhotbah dari sebuah kitab yang dikenal, tepercaya, dan disusun oleh para ulama yang berilmu, memiliki bashirah, dan dikenal memiliki keistikamahan.

Baca juga: Azan Salat Jumat: Satu Kali atau Dua Kali?

***

@Unayzah, 14 Jumadil akhir 1447/ 4 Desember 2025

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Artikel Muslim.or.id

 

Catatan kaki:

Diterjemahkan dari: binbaz.org.sa


Artikel asli: https://muslim.or.id/110852-syarat-khatib-salat-jumat.html