Bahaya Mencari Petunjuk di Luar Syariat Islam
Diriwayatkan dalam hadis sahih bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah marah kepada Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu ketika beliau mendapati Umar membaca lembaran-lembaran Taurat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
[ أَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا بْنَ الخَطَّابِ؟ أَلَمْ آتِ بِهَا بَيْضَاءُ نَقِيَّةٌ؟! لَوْ كَانَ أَخِيْ مُوْسَى حَيًّا مَا وَسَعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِي [رواه أحمد والدارمي وغيرهما.
“Apakah engkau ragu, wahai Ibnul Khaththab? Apakah dalam Taurat ada ajaran yang lebih putih dan lebih bersih (daripada yang aku bawa)? Seandainya saudaraku Musa hidup, niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali mengikutiku.” (HR. Ahmad, 3: 387; Ad-Darimi, 1: 115–116; Al-Bazzar; Ibnu Abi ‘Ashim; dan Ibnu ‘Abdil Barr, dalam Jâmi‘ Bayânil ‘Ilmi wa Fadhlih, 1: 24)
Hadis ini menunjukkan betapa tegasnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam menjaga kemurnian wahyu dan melarang umatnya mencari petunjuk di luar syariat Islam. Meski Umar radhiyallahu ‘anhu dikenal dengan kecerdasan dan keikhlasannya, Rasulullah tetap menegur dengan keras demi menutup pintu keraguan terhadap kesempurnaan Islam.
Islam tidak butuh tambahan
Allah Ta‘ala berfirman,
ٱلْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ ٱلْإِسْلَٰمَ دِينًا
“Pada hari ini telah Aku sempurnakan untuk kalian agama kalian, telah Aku cukupkan nikmat-Ku atas kalian, dan telah Aku ridai Islam sebagai agama kalian.” (QS. al-Mâ’idah: 3)
Ayat ini adalah dalil yang paling tegas tentang kesempurnaan agama ini. Setelah turunnya ayat tersebut, wahyu syariat telah selesai. Tidak ada lagi agama baru, tidak ada tambahan ajaran, dan tidak ada petunjuk lain yang diperlukan manusia di luar Islam.
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tentang ayat ini, “Terimalah oleh kalian dengan rela Islam sebagai agama kalian, karena sesungguhnya Islam adalah agama yang disukai dan diridai Allah, dan Dia telah mengutus rasul yang paling utama dan terhormat sebagai pembawanya, dan menurunkan Kitab-Nya yang paling mulia dengan melaluinya.”
Maka, ketika Umar membaca Taurat, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak membiarkannya. Karena hal itu — walaupun tampak ringan — mengandung isyarat bahwa mungkin ada petunjuk lain selain al-Qur’an dan Sunnah yang bisa dijadikan pegangan. Padahal, mencari petunjuk di luar Islam berarti menuduh agama ini belum sempurna.
Mengapa Nabi Marah?
Sabda Nabi,
أَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا بْنَ الخَطَّابِ؟
“Apakah dalam hatimu ada keraguan, wahai Ibnul Khaththab?”
Ini adalah bentuk teguran keras agar setiap Muslim tidak membuka pintu keraguan terhadap Islam. Karena keraguan, meskipun kecil, bisa menjadi benih kesesatan yang tumbuh besar bila dibiarkan.
Keraguan terhadap kesempurnaan Islam bisa muncul dalam banyak bentuk, seperti:
- Menganggap hukum selain Islam lebih adil.
- Menganggap syariat tidak cocok untuk zaman modern.
- Mencari ajaran moral atau spiritualitas dari agama atau sistem lain.
Semua bentuk ini termasuk isyarat lemahnya keyakinan terhadap kesempurnaan wahyu Allah.
Syariat Nabi me-nasakh (menghapus) semua syariat sebelumnya
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لَوْ كَانَ أَخِيْ مُوْسَى حَيًّا مَا وَسَعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِي
“Seandainya Musa hidup, niscaya tidak ada pilihan baginya kecuali mengikutiku.”
Oleh karenanya, jelas bahwa syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam me-nasakh (menghapus) seluruh syariat sebelumnya. Para Nabi terdahulu datang untuk kaum tertentu, sedangkan Nabi Muhammad diutus untuk seluruh umat manusia sampai hari kiamat.
Allah berfirman,
قُلْ يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنِّى رَسُولُ ٱللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا
“Katakanlah (wahai Muhammad): Wahai manusia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.” (QS. al-A‘râf: 158)
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan dalam tafsir ayat ini, “Ayat ini adalah perintah dari Allah kepada Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, agar beliau memberitahukan kepada seluruh manusia bahwa beliau adalah utusan Allah kepada mereka semuanya.” (Tafsîr Ibnu Katsîr, 3: 426)
Jadi, tidak ada satu pun manusia setelah diutusnya Rasulullah yang boleh mengikuti syariat selain syariat beliau. Bahkan jika Nabi Musa ‘alaihis salam masih hidup, beliau pun akan mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bahaya mengagungkan ajaran di luar Islam
Realitas hari ini menunjukkan bahwa banyak kaum Muslim terpesona oleh sistem dan konsep di luar Islam. Ada yang mengagungkan filosofi Barat, teori psikologi sekuler, sistem ekonomi kapitalis, atau ajaran spiritual non-Islam. Semuanya berangkat dari satu akar: merasa bahwa Islam belum cukup menjawab tantangan zaman.
Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَأْخُذَ أُمَّتِى بِأَخْذِ الْقُرُونِ قَبْلَهَا ، شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ . فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَفَارِسَ وَالرُّومِ . فَقَالَ وَمَنِ النَّاسُ إِلاَّ أُولَئِكَ
“Kiamat tidak akan terjadi hingga umatku mengikuti jalan generasi sebelumnya sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Lalu ada yang menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah mereka itu mengikuti seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Selain mereka, lantas siapa lagi?“ (HR. Bukhari no. 7319, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)
Betapa benar sabda beliau. Banyak umat Islam yang lebih percaya kepada teori manusia daripada wahyu Allah. Padahal, sistem dan ideologi manusia penuh keterbatasan dan hawa nafsu. Sementara wahyu Allah bersumber dari ilmu dan hikmah yang sempurna.
Menjaga kemurnian tauhid dan syariat
Hadis ini juga mengandung pesan penting tentang menjaga kemurnian tauhid. Tauhid bukan hanya dalam aspek ibadah seperti salat dan doa, tetapi juga dalam keyakinan bahwa hanya Allah yang berhak mengatur kehidupan manusia melalui wahyu dan hukum-Nya.
Dengan demikian, seorang Muslim harus meyakini bahwa syariat Islam merupakan satu-satunya pedoman hidup yang paling benar dan paling adil, karena bersumber dari Allah Yang Maha Mengetahui. Meyakini adanya sistem atau aturan yang lebih baik dari syariat berarti telah menyimpang dari prinsip tauhid uluhiyah, yaitu hanya tunduk dan patuh kepada hukum Allah.
Menjaga kemurnian tauhid berarti menjaga agar seluruh aspek kehidupan, baik ibadah, hukum, maupun muamalah, tetap berporos kepada petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Inilah bentuk nyata dari penghambaan yang murni kepada Allah semata, tanpa menduakan-Nya dengan sistem atau hukum buatan manusia.
Penangkal keraguan
Sumber utama munculnya keraguan adalah kebodohan terhadap agama. Orang yang tidak mengenal al-Qur’an dan Sunnah dengan baik, dia akan mudah terkagum-kagum dengan teori dari luar Islam.
Sadarilah bahwa sumber ilmu agama dari luar wahyu justru menimbulkan keraguan, bukan menambah keyakinan. Maka, seorang Muslim harus belajar agama dari sumber yang benar: al-Qur’an, Sunnah, dan penjelasan ulama Ahlus Sunnah.
Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu menerima teguran Nabi dengan lapang dada. Setelah itu, beliau tidak lagi membaca kitab-kitab terdahulu, dan justru menjadi sahabat yang paling keras dalam menjaga kemurnian tauhid dan syariat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا : كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ
“Aku telah tinggalkan kepada kalian dua perkara. Kamu tidak akan sesat selama berpegang kepada keduanya, (yaitu) Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” (HR. Malik, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ibnu Nashr, dan Ibnu Hazm. Hadis ini disahihkan oleh Syekh Salim Al-Hilali di dalam At-Ta’zhim wa Al-Minnah fi Al-Intishar As-Sunnah, hal. 12-13)
Inilah kunci keselamatan umat Islam hingga akhir zaman. Siapa saja yang berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah dengan pemahaman salaf, dia akan selamat. Sebaliknya, siapa saja yang mencari petunjuk di luar wahyu, maka ia membuka pintu kesesatan bagi dirinya sendiri.
“Apakah engkau ragu, wahai Ibnul Khaththab? Bukankah aku telah datang membawa ajaran yang putih bersih?”
Saudaraku, cukupkanlah dirimu dengan wahyu! Semoga Allah meneguhkan kita di atas Islam yang murni hingga akhir hayat.
Wallahu a‘lam bish-shawâb.
Baca juga: Doa Memohon Petunjuk Ibadah Terbaik
***
Penulis: Fauzan Hidayat
Artikel Muslim.or.id
Artikel asli: https://muslim.or.id/110576-bahaya-mencari-petunjuk-di-luar-syariat-islam.html