Beranda | Artikel
Mengenal Bagaimana Rasulullah Duduk dan Bersandar
14 jam lalu

Duduk dan bersandar merupakan salah satu aktivitas yang pasti dilakukan oleh manusia. Setiap orang juga tentunya memiliki kebiasaan masing-masing untuk duduk dan bersandar. Hal tersebut juga berlaku pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memiliki cara duduk dan bersandar juga. Lalu bagaimana Rasulullah duduk dan bersandar?

Sebagai seorang muslim, tentunya kita sangat mencintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Salah satu bukti cinta kita tentunya dengan berusaha mengenali beliau, juga meniru dan meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pada artikel ini, akan kita bahas mengenai cara duduk Rasulullah dan juga cara beliau bersandar.

Duduknya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Duduk merupakan hal yang tentunya biasa dilakukan oleh manusia pada umumnya, Rasulullah pun tentu melakukannya. Salah satu posisi duduk yang dilakukan oleh Nabi adalah duduk qurfusha’. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Qailah binti Makhramah, ia berkata,

عن قَيْلَةَ بنتِ مَخْرَمَةَ أنها رَأَتْ رسولَ اللهِ – صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم في المسجدِ، وهو قاعدٌ القُرْفُصاءَ، قالت فلما رأيتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم المُتَخَشِّعَ في الجِلْسَة أُرْعِدْتُ من الفَرَقِ

“Sesungguhnya aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid, beliau sedang duduk dengan duduk qurfusha’.” Ia berkata, “Ketika aku melihat Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam dalam keadaan penuh kekhusyukan saat duduk itu, aku gemetar karena kewibawaan beliau.” (HR. Abu Daud)

Lalu apa itu duduk qurfusha’? Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullah menjelaskan bahwa duduk qurfusha’ itu bisa diartikan menjadi dua, yaitu:

Pertama, duduk dengan merapatkan paha dan menempelkannya pada perut dan memeluk kedua lutut dengan kedua tangannya.

Kedua, duduk dengan bersandar pada kedua lututnya seperti duduk tasyahud, lalu menempelkan perutnya pada kedua pahanya, dan meletakkan kedua tangannya di bawah ketiak.

Terdapat hadis lain yang menunjukkan bagaimana Rasulullah duduk ketika beliau berada di dalam masjid. Dari Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,

كان رسولُ اللهِ إذا جلس في المسجدِ احتبَى بيديْهِ

“Apabila Rasulullah duduk di masjid, beliau duduk ihtibā’ dengan kedua tangannya.” (HR. Tirmidzi)

Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah duduk dengan duduk ihtiba’. Duduk ihtiba’ adalah seseorang duduk di atas pantatnya, lalu menekukkan perut dan kedua kakinya ke arah pahanya, sambil memegang kedua betisnya dengan tangannya dari depan.

Selain duduk, beliau juga terkadang istirahat sambil berbaring ketika di masjid. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatan oleh Sufyan bin Uyainah,

حدثنا سفيان بن عيينة عن الزهري عن عباد بن تميم عن عمه أنه رأى النبي صلى الله عليه وسلم مستلقيا في المسجد واضعا إحدى رجليه على الأخرى

“Sufyān bin ‘Uyainah meriwayatkan dari az-Zuhrī, dari ‘Abbād bin Tamīm, dari pamannya, bahwa ia melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbaring di masjid dengan meletakkan salah satu kakinya di atas kaki yang lain.” (HR. Bukhari)

Perilaku Rasulullah yang ada pada hadis tersebut merupakan suatu hal yang terkadang dilakukan orang-orang pada umumnya ketika beristirahat. Hal ini diperbolehkan jika dilakukan kadang-kadang ketika beristirahat atau semisalnya. Akan tetapi, perlu diperhatikan ketika berbaring dalam keadaan seperti ini perlu dipastikan tidak tersingkapnya aurat. Hal tersebut karena ada sebuah hadis yang diriwayatkan dalam Shahih Muslim, dari Jabir radhiyallahu ’anhu bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

نَهَى عَنْ اشْتِمَالِ الصَّمَّاءِ، وَأَنْ يَرْفَعَ الرَّجُلُ إِحْدَى رِجْلَيْهِ عَلَى الْأُخْرَى وَهُوَ مُسْتَلْقٍ عَلَى ظَهْرِهِ

“Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang isytimal aṣ-sammaa’ (cara berpakaian tertentu yang membungkus tubuh dengan kain tanpa celah tangan), dan (melarang) seorang laki-laki mengangkat salah satu kakinya di atas kaki yang lain sementara ia berbaring telentang di atas punggungnya.” (HR. Muslim)

Dua hadis di atas sekilas tentunya terlihat bertentangan, di mana satu hadis menyebutkan beliau melakukan dan hadis lain menyebutkan beliau melarangnya. Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr hafizahullah menjelaskan kompromi kedua hadis tersebut. Beliau berkata,

يحمل حديثُ النهي فيما إذا كان الإنسانُ لا يأْمَنُ أن تنكشف عورته كالمؤتزر، أمَّا إِن أَمِنَ ذلك كالمتسرول فلا حرج عليه

“Hadis yang melarang berlaku ketika seseorang itu memungkinkan untuk terlihatnya auratnya, seperti orang yang menggunakan sarung. Adapun jika aman dari tersingkapnya aurat, seperti orang yang menggunakan sirwal, maka tidak mengapa.”

Bersandarnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga merupkan seorang manusia yang tentunya memiliki rasa lelah sehingga perlu bersandar. Beliau terkadang bersandar ketika duduk yang biasanya merupakan sebuah kebiasaan dan juga bersandar ketika berdiri yang biasanya karena beliau lelah atau sedang sakit atau lemah.

Bersandar ketika duduk

Ketika duduk, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam biasanya bersandar. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, beliau bersabda,

أَلَا أُنَبِّئُكُمْ بِأَكْبَرِ الْكَبَائِرِ؟ ثَلَاثًا. قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ: الإِشْرَاكُ بِاللَّهِ، وَعُقُوقُ الْوَالِدَيْنِ. وَجَلَسَ وَكَانَ مُتَّكِئًا فَقَالَ: أَلَا وَقَوْلُ الزُّورِ. قَالَ: فَمَا زَالَ يُكَرِّرُهَا حَتَّى قُلْنَا: لَيْتَهُ سَكَت

“Maukah kalian aku beritahukan dosa-dosa yang paling besar?” (Beliau mengulanginya tiga kali) Para sahabat menjawab, “Tentu, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Berbuat syirik kepada Allah, durhaka kepada kedua orang tua.” Saat itu beliau sedang bersandar, lalu duduk tegak dan berkata, “Ketahuilah, perkataan dusta.” Beliau terus-menerus mengulanginya, hingga kami berkata, “Semoga beliau diam.” (HR. Bukhari)

Hadis tersebut menunjukkan bahwa beliau duduk dalam keadaan bersandar. Lalu bagaimana cara beliau bersandar? Dalam sebuah hadis lain yang diriwayatkan oleh Jabir bin Samuroh, ia berkata,

رأَيتُ رسولَ اللَّهِ صلَّى اللَّهُ علَيهِ وسلَّمَ متَّكئًا علَى وسادةٍ علَى يسارِه

“Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang bersandar pada sebuah bantal di sisi kirinya.” (HR. Tirmidzi)

Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkadang bersandar pada sebuah bantal. Pada hadis di atas, disebutkan bahwa beliau bersandar pada bagian kiri tubuh beliau, tapi beliau juga terkadang bersandar pada bagian kanan tubuh beliau. Posisi duduk seperti ini memang terkadang dibutuhkan oleh manusia karena bisa mengistirahatkan badan.

Walaupun beliau duduk dengan cara bersandar, beliau tidak melakukan hal tersebut ketika makan. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

لا آكلُ وأنا مُتَّكئٌ

“Aku tidak makan dalam keadaan bersandar.” (HR. Tirmidzi)

Bersandar ketika berdiri

Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga terkadang bersandar ketika berdiri atau berjalan ketika sedang sakit. Hal tersebut sebagaimana dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu, beliau berkata,

أنَّ النَّبيَّ كان شاكيًا خرج وهو يتَّكِئُ على أسامةَ بنِ زيدٍ عليه ثوبٌ قطَريٌّ قد توشَّح به  فصلَّى بهم

“Sesungguhnya ketika sedang sakit, Nabi keluar dengan bersandar pada Usāmah bin Zaid. Ketika itu, beliau mengenakan kain qathri yang diselendangkan, lalu beliau pun mengimami mereka salat.” (HR. Tirmidzi)

Kondisi beliau pada hadis di atas adalah ketika sakit beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum wafat. Ketika itu, beliau sudah lemah sehingga butuh bantuan berdiri sehingga bersandar pada Usamah bin Zaid radhiyallahu ’anhu.

Penutup

Demikianlah beberapa hadis yang menunjukkan bagaimana Rasulullah duduk dan bersandar. Semoga dengan mengenal Rasulullah dari sisi kebiasaan dan kehidupan beliau, hal itu bisa membuat kita lebih mengenal dan mencintai beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Baca juga: Mengenal Sifat Tawaduk Rasulullah

***

Penulis: Firdian Ikhwansyah

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi:

Syarah Syamail Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karya Syekh Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr.


Artikel asli: https://muslim.or.id/109844-mengenal-bagaimana-rasululullah-duduk-dan-bersandar.html