Dinamika Kehidupan Muslim di Daejeon, Korea Selatan
Daejeon (대전) adalah salah satu kota metropolitan terbesar kelima di Korea Selatan. Setelah tahun 1980-an, dipilih pemerintah sebagai lokasi Daedeok Innopolis (대덕연구단지) atau dengan kata lain kompleks riset nasional. Mungkin karena alasan itulah, Daejeon memiliki julukan kota sains karena menjadi pusat riset, teknologi, dan pendidikan tinggi. Sebagai salah satu pusat riset terbesar di Korea, kota ini memiliki beberapa pusat riset seperti seperti KAERI (Korea Atomic Energy Research Institute), KIER (Korea Institute of Energy Research), KINS (Korea Institute of Nuclear Safety), dan pusat riset lainnya. Perguruan tinggi utama di Daejeon adalah KAIST (Korea Advanced Institute of Science and Technology) dengan Departemen Teknik Nuklir (Nuclear and Quantum Engineering) sebagai tempat penulis belajar.
Tempat tinggal
Mayoritas mahasiswa di kota ini tinggal di dormitory yang disediakan oleh pihak kampus. Tentu tiap kampus memiliki spesifikasi dan ketentuan tersendiri terkait dormitory. Di KAIST sendiri, terdapat beberapa dormitory yang ditawarkan yang disesuaikan dengan harga dan fasilitas yang ditawarkan. Bangunan dormitory sendiri terdiri dari 4 sampai 15 lantai yang terdiri dari belasan hingga puluhan kamar dengan beberapa kamar mandi dipakai bersama atau ada juga yang di dalam kamar dan dipisahkan berdasarkan jenis kelamin. Dalam satu kamar bisa terdiri dari satu hingga tiga penghuni, akan tetapi pada umumnya terdiri dari dua penghuni.
Kelebihan tinggal di dormitory ialah lebih murah dibandingkan dengan tinggal di luar kampus. Namun, kelemahannya ialah para penghuni tidak diperbolehkan untuk memasak, baik di dalam kamar maupun di lounge dormitory. Solusi lain ialah menjadi member dari International Kitchen; akan tetapi ini menimbulkan masalah baru, yaitu lokasinya yang berbeda gedung serta membership didapatkan secara system lottery mengingat dapur bersama memiliki kapasitas yang kecil. Penulis sendiri pernah tinggal selama setahun di dormitory, tentunya dengan segala suka dan dukanya.
Bagi yang memiliki uang lebih dan membutuhkan keadaan lebih privat, bisa beralih ke one-room, two-room, atau apartemen. One-room itu seperti kos-kosan yang ada di Indonesia, yang membedakan ialah sudah terdapat dapur, dan mesin cuci dengan kamar mandi dalam. Untuk mahasiswa yang sudah berkeluarga, biasanya tinggal di two-room mengingat lebih luas atau tinggal di apartemen. Di KAIST sendiri disediakan KAIST apartment yang dikhususkan untuk mahasiswa yang sudah berkeluarga yang tentunya lebih terjangkau dibandingkan dengan two-room. Kelebihan tinggal di luar kampus ialah tentu bisa menghemat pengeluaran semisal bisa memasak sendiri.
Makanan
Populasi penduduk muslim di kota Daejeon dapat dikatakan sangat kecil sehingga jarang sekali untuk menemukan restoran halal di sini. Namun, tidak perlu khawatir karena ada sebagian restoran di Daejeon yang menawarkan makanan halal seperti Pulbitmaru, World Mart, Ansor, Kebab Time, Alibaba, Afiyya, Patria, dan Bali Resto. Meskipun tidak banyak opsi restoran halal yang ada di kota ini, beberapa opsi lain dapat menjadi solusi seperti membeli makanan yang menawarkan menu seafood atau vegan, atau makanan dari beberapa diaspora Indonesia yang inisiatif untuk menjual makanan selain memasak sendiri tentunya. Bahan makanan halal dapat dengan dengan mudah kita temui di beberapa toko (halal shop) sekitaran masjid atau restoran halal yang telah disebutkan sebelumnya dan biasanya sudah tersertifikasi halal oleh KMF (Korea Muslim Federation). Untuk memastikan kehalalan suatu makanan, kita dapat men-download aplikasi Mufko (muslimfriendlykorea) untuk menemukan list produk, restoran halal, atau masjid yang ada di Korea. Orang-orang yang berjasa di balik pengembangan aplikasi ini sebagian merupakan orang Indonesia.
Masjid
Di Daejeon, kita hanya dapat menemukan 3 masjid yang tersebar di beberapa tempat. Masjid-masjid tersebut didirikan di dalam sebuah apartemen yang kadang menyatu dengan rumah atau restoran. Islamic Center of Daejeon (Gambar 1) merupakan masjid terbesar di Daejeon yang terdiri dari 5 lantai dan 1 basement. Masjid ini dikelola oleh komunitas muslim yang berasal dari Pakistan, Bangladesh, Indonesia, dan Uzbekistan, termasuk juga dari beberapa negara timur tengah dan Asia tengah. Masjid ini terletak di tengah dua kampus besar, yaitu KAIST dan Chungnam National University. Tentu, masjid ini berbeda dengan apa yang umumnya di Indonesia, misalnya pengeras suara disesuaikan hanya untuk pemakaian di dalam ruangan. Selain itu, hampir setiap hari masjid ini mengadakan kegiatan atau kajian yang dikelola oleh Syekh Dr. Ehsanullah hafidzahullah dengan jadwal sebagai berikut:
- Ahad (setelah Subuh) Sirah Nabawiyah (dalam bahasa Inggris), (Setelah Asar) Kids Qur’an, (setelah Isya) Qur’an Circle (dalam bahasa Inggris)
- Senin, Selasa, dan Rabu (setelah Isya’) Tafsir Al-Qur’an (dalam bahasa Inggris)
- Jumat (setelah Isya’) Qur’an Du’a (dalam bahasa Inggris)
- Sabtu (setelah Isya’) Kitaab at-Tauhid (dalam bahasa Inggris dan Uzbek)
Untuk mendapatkan info yang lebih lengkap terkait kegiatan di masjid tersebut, bisa di-follow facebook ICD. Dengan catatan, jadwal akan disesuaikan dengan musim pada saat itu.
Gambar 1. Islamic Center of Daejeon
Tentang masjid ini, ada pengalaman menarik selama masa studi penulis di Daejeon. Ketika berinteraksi dengan mahasiswa yang berasal dari Asia Tengah semisal Uzbekistan dan sekitarnya, mereka terkadang menyapa kami dengan bahasa Indonesia, “Apa kabar?” jika mengetahui kami berasal dari Indonesia. Lalu, saya jawab dengan “Alhamdulillah bikhoyr” dan kemudian bertanya kembali bagaimana menanyakan kabar dengan bahasa Uzbekistan. Mereka menjawab, “Qalaysiz?” Selain itu, ketika di bulan Ramadan, khususnya 10 hari terakhir, saudara kami yang berasal dari Uzbekistan mempersiapkan ifthar dan sahur dengan plov, yaitu makanan khas dari negara mereka.
Selain itu, terdapat Masjid An-Noor yang terletak berdekatan dengan Stasiun Daejeon. Menariknya, masjid ini dikelola secara mandiri oleh komunitas muslim asal Indonesia. Masjid terakhir dan yang baru didirikan yaitu Abu Hanifah Islamic Center of Daejeon yang dikelola oleh komunitas muslim asal Uzbekiztan.
Kehidupan mahasiswa muslim di Korea Advanced Institute of Science and Technology (KAIST)
Di KAIST sendiri terdapat dua tempat salat yang disediakan oleh pihak kampus, yang pertama yaitu terdapat di gedung W2 main campus (Gambar 2) yang dikelola oleh KAIST Muslim Student Association (MSA) yang secara rutin mengadakan pertemuan dan juga salat jamaah. Dengan adanya wadah ini, pelajar muslim dapat berkumpul dan berbagi pengalaman dengan pelajar muslim lainnya yang sebagian besar dari warga keturunan Pakistan, Bangladesh, dan Uzbekistan. Ada pula pelajar keturunan yang berasal dari negara timur tengah seperti Jordan, Uni Emirat Arab, Mesir, atau Suriah dan sebagian negara dari Asia tengah. Yang kedua yaitu mushala yang terletak di Munji Campus.
Apabila masuk waktu salat Jumat, kami leluasa meninggalkan lab atau kelas dengan pemberitahuan terlebih dahulu ke dosen yang membimbing atau mengajar. Kami salat Jumat di Islamic Center of Daejeon yang lokasinya hanya sekitar 5 menit dari kampus utama di Eoeun-dong. Jamaah yang hadir di atas 300 orang yang terdiri dari mahasiswa, peneliti, dan pekerja yang tinggal di sekitaran kampus. Khotbah disampaikan dalam dua atau tiga bahasa, yaitu bahasa Arab, Inggris, dan terkadang bahasa Uzbek. Tentu dengan adanya masjid yang berdekatan dengan kampus, kami tidak perlu jauh-jauh untuk menghadiri salat Jumat dibandingkan dengan pelajar di kota lainnya.
Gambar 2. Ruang MSA-KAIST
Ketika bekerja di laboratorium untuk meneliti, sangat penting untuk menyampaikan identitas kita sebagai seorang muslim. Tentu, rekan-rekan dan dosen pembimbing akan menghormati hal ini. Mereka akan mengetahui, dan memang seharusnya mengetahui, bahwa “Saya seorang muslim.” Saat ada kegiatan di laboratorium, mereka biasanya akan memastikan makanan dan minuman yang ada dapat dikonsumsi oleh pelajar muslim. Meski terkadang mereka juga membandingkan perilaku kita dengan mahasiswa muslim lain yang tetap ikut minum-minum atau memakan makanan yang diharamkan, sikap tegas dalam menjalankan ajaran Islam tetap dihargai. Jangan ragu atau merasa malu untuk menegaskan identitas kita sebagai seorang muslim di manapun kita berada.
IMUSKA wilayah Daejeon
Ketika mahasiswa dari kota-kota lainnya harus bergabung ke komunitas mahasiswa muslim di wilayah (kota) lain, seperti Busan dan Seoul, maka di Daejeon terdapat pula wadah khusus bagi mahasiswa muslim, yaitu Indonesia Muslim Student Society in Korea (IMUSKA) wilayah Daejeon. Menariknya, IMUSKA wilayah Daejeon lebih dominan dan lebih aktif dibandingkan dengan wilayah lain mengingat jumlah mahasiswa muslim Indonesia yang cukup banyak dan terpusat di satu zona kampus dan pusat riset yang saling berdekatan. Secara rutin, IMUSKA wilayah Daejeon mengadakan kajian, mabit bulanan, Forum Group Discussion (FGD) mingguan, pengumpulan zakat, sedekah, kurban, dan aktivitas lain seperti gathering mahasiswa. IMUSKA wilayah Daejeon menjadi ruang kebersamaan bagi mahasiswa muslim di Daejeon untuk saling menasihati dan mengingatkan dalam kebaikan, agar tidak terjebak dalam gemerlap kehidupan dunia selama studi, melainkan tetap menjaga ingatan terhadap akhirat. Bagi mereka yang gemar menulis ide dan gagasan, dapat dituangkan melalui website IMUSKA.
Komunitas muslim Indonesia di Korea Selatan
Dinamika kehidupan muslim di Korea Selatan tidak lepas dari peran berbagai komunitas Islam yang ada di negara tersebut. Beragam kegiatan keagamaan rutin diselenggarakan, mulai dari pengajian hingga kelas membaca Al-Qur’an. Memasuki bulan Ramadan, mereka juga mengadakan buka puasa bersama dan salat tarawih berjamaah, serta mengoordinasikan pelaksanaan ibadah pada hari raya Idulfitri dan Iduladha. Berikut in adalah beberapa komunitas Islam di Korea Selatan, khususnya yang dijalankan oleh warga Indonesia yang bermukim di sini.
RUMAISA
RUMAISA (Rumah Muslimah Indonesia) di Korea Selatan adalah komunitas yang menjadi rumah hangat bagi muslimah Indonesia di perantauan. RUMAISA rutin mengadakan berbagai kegiatan seperti kajian rutin, Rumaisa School untuk anak-anak, Muslimah Taklim Daerah di beberapa kota, serta Muslimah Taklim Cyber secara daring. Setiap Ramadan, mereka mengadakan kegiatan sosial seperti RUMAISA Berbagi Takjil, Pesantren Kilat, dan One Day With Qur’an. Dengan beragam aktivitas tersebut, RUMAISA menjadi ruang belajar, berbagi, dan saling menguatkan bagi diaspora muslimah Indonesia di Korea Selatan.
KMI di Korea Selatan
KMI (Komunitas Muslim Indonesia) di Korea Selatan adalah komunitas muslim Indonesia yang dibentuk di Korea Selatan sebagai wadah pertemuan dan silaturahim sesama WNI. KMI terdiri dari 23 organisasi mushala dan masjid yang dikelola oleh warga Indonesia dan tersebar di berbagai penjuru di Korea Selatan. Anggota KMI – Korea Selatan adalah sebagai berikut:
- IKMI Korea
- Sirothol Mustaqim, Ansan
- Al-Amin, Daegu
- PERMATA, Daegu
- PUMITA, Busan
- KMC, Changwon
- IKMIK, Gwangju
- Al-Hidayah, Gimhae
- Al-Barokah, Gimhae
- IMNIDA, Daejeon
- IMOCOM, Mokpo
- An-Noor, Seongnam
- Al-Huda, Kumi
- Al-Kautsar, Gyeongju
- Miftahul Jannah, Yangsan
- Nurul Hidayah, Ansong
- Al-Ikhlas, Uijeongbu
- Al-Ikhsan, Wegwan
- Al-Ikhlas, Yongin
- Babussalam, Busan
- An-Nur, Goje
- At-Taubah, Gwangju
- Baburrahmah, Ulsan
Menjadi seorang muslim di Korea Selatan
Mayoritas orang Korea tidak memiliki agama dan memilih hidup tanpa keyakinan adanya Tuhan. Oleh karena itu, mereka sering penasaran dan bertanya kepada kami tentang Islam, misalnya ketika melihat kami meminta izin untuk salat, menjalani puasa, atau memastikan kehalalan suatu makanan atau minuman. Pertanyaan yang dilontarkan terkadang sederhana, tetapi juga bisa sangat mendalam, mulai dari memanjangkan jenggot, salat, puasa Ramadan, hingga mengenai ketuhanan. Sebagian dari mereka menganggap Islam sebagai agama yang berat karena ada kewajiban salat lima waktu setiap hari dan puasa panjang, terutama ketika Ramadan jatuh di musim panas. Dari sini kami menyadari, siapa pun yang ingin melanjutkan studi ke luar negeri, terutama di negeri dengan mayoritas non-muslim, sangat penting untuk membekali diri dengan ilmu agama. Selain untuk menjaga diri di lingkungan yang bebas, bekal itu juga berguna sebagai sarana dakwah melalui percakapan sehari-hari.
Demikianlah gambaran kehidupan muslim di Daejeon, Korea Selatan. Meski berada di tengah masyarakat yang serba bebas, saudara-saudara kita di Korea Selatan tetap berusaha teguh menjalankan Islam dan terus belajar sedikit demi sedikit. Semoga Allah Ta’ala senantiasa menjaga kita semua, di manapun kita berada.
Baca juga: Aku dan Freiburg
***
Penulis: Luqman Hasan Nahari (Mahasiswa S3 Teknik Nuklir, KAIST, Korea Selatan)
Artikel Muslim.or.id
Artikel asli: https://muslim.or.id/109656-dinamika-kehidupan-muslim-di-daejeon-korea-selatan-bag-1.html