Menganalisis Strategi Empat Arah Misi Penyesatan Iblis
Jalan hidup manusia adalah jalan yang tidak pernah mulus, dalam banyak artian dan penafsiran. Terutama dalam jalan menuju Tuhannya, ada Iblis dan bala tentaranya yang selalu mengincar dari segala penjuru dan bersiap menyerang, menjauhkannya dari jalan lurus yang benar.
Semuanya bermula dari kejadian pasca penolakan Iblis bersujud kepada Adam ‘alaihissalam yang menjadi titik tolak permusuhan abadi antara makhluk terlaknat itu dan manusia. Dengan sombong dan angkuhnya, Iblis la’natullah ‘alaihi mendeklarasikan perang dan misi penyesatan abadi. Kisah ini diabadikan oleh Allah Ta’ala dalam firman-Nya,
قَالَ فَبِمَآ أَغْوَيْتَنِى لَأَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَٰطَكَ ٱلْمُسْتَقِيمَ ثُمَّ لَـَٔاتِيَنَّهُم مِّنۢ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَـٰنِهِمْ وَعَن شَمَآئِلِهِمْ ۖ وَلَا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَـٰكِرِين
“(Iblis) menjawab, “Karena Engkau telah menyesatkan aku, pasti aku akan selalu menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus, kemudian pasti aku akan mendatangi mereka dari depan, dari belakang, dari kanan, dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 16-17)
Lihat, betapa keras kepala dan liciknya Iblis. Ia diusir dari surga karena pembangkangannya. Akan tetapi, alih-alih mengakui kesalahannya, bertobat, dan meminta ampunan kepada Allah, ia malah meminta penangguhan waktu sampai hari akhir agar bisa membawa pengikut sebanyak mungkin. Menyesatkan sebanyak mungkin, agar ia tidak menjadi satu-satunya yang diazab!
Iblis sangat serius ketika mendeklarasikan pembangkangannya tersebut. Ia berjanji dan berazam akan mendatangi manusia yang sedang berjalan di jalan yang benar, kemudian menyesatkannya dari setiap arah. Dalam ayat disebutkan secara eksplisit empat arah: depan, belakang, kanan, dan kiri. Sebut saja ini adalah “strategi empat arah” Iblis dalam misi penyesatannya.
Jalan yang lurus
Ada beberapa penafsiran terhadap apa yang dimaksud dengan “صِرَٰطَكَ ٱلْمُسْتَقِيمَ” (Jalan-Mu [Allah] yang lurus),
- Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan dengan “agama-Mu (Allah) yang sudah jelas”;
- Ibnu Mas’ud menafsirkan dengan “kitabullah”;
- Jabir menafsirkan dengan “Islam”; dan
- Mujahid menafsirkan dengan “kebenaran”.
Apapun itu, penafsiran-penafsiran tersebut tidaklah kontradiktif sama sekali, dan justru hakikatnya satu, dan merujuk pada satu makna: bahwa yang dimaksud dengan “jalan yang lurus” adalah “jalan yang mengantarkan seorang hamba pada Rab-nya, Allah Ta’ala”.
Lantas, apa yang Iblis maksudkan dengan empat arah: depan, belakang, kanan, dan kiri yang disebutkan dalam ayat tersebut? Mari kita kaji dan analisis strategi empat arah Iblis ini beserta beberapa cara praktis menghadapi serangannya berdasarkan interpretasi dari para ulama dalam hal ini.
Dari depan
Frasa “dari depan” diartikan dalam berbagai variasi penafsiran, berdasarkan riwayat yang ada. Ada yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu yang mengartikannya sebagai godaan dari sisi dunia.
Sementara itu, riwayat lainnya menafsirkannya sebagai serangan terhadap keyakinan terkait akhirat, di antaranya dengan doktrin anti-akhirat. Hasan Al-Bashri juga meriwayatkan penafsiran yang memperkuat ini, bahwa yang dimaksud dengan “dari depan” adalah Iblis menanamkan skeptisisme pada manusia akan akhirat, di mana manusia dibuat mengingkari kebangkitan setelah kematian, serta hakikat-hakikat akhirat terkait surga dan neraka.
Dari belakang
Ada yang meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu penafsiran “dari belakang” dengan serangan dan godaan dari segi akhirat. Namun, beberapa riwayat lain menyampaikan berkebalikan, yaitu bahwa ini adalah serangan dari segi yang menyangkut hal-hal terkait dunia.
Serangan ini di antaranya berupa dibuatnya manusia menjadi cinta dunia. Dalam nukilan dari Hasan Al-Bashri, ia menyampaikan bahwa Iblis membuat dunia ini begitu indah, menggoda, dan menggiurkan di mata manusia, sehingga orientasi manusia kemudian hanyalah pada dunia, akumulasi materi, harta, tahta, wanita, jabatan, dan validasi duniawi lainnya.
Abu Shalih juga menyampaikan penafsiran bahwa yang dimaksud adalah desakralisasi agama, di mana manusia dibuat jauh dari konsep akhirat dan menormalisasi persepsi bahwa akhirat hanyalah fiktif belaka, dan kemudian jadilah seakan dunia lah kehidupan yang hakiki.
Dari kanan
Arah kanan secara simbolis merepresentasikan kebenaranan dan amal baik. Maka yang dimaksud serangan dari kanan di antaranya adalah yang berkaitan dengan amalan kebaikan. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan dengan pengaburan agama di mata manusia, seperti dengan mengkontaminasikan pikiran dan amalan-amalan syubhat.
Adapun dalam riwayat lain, begitupun dengan Qatadah, menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah dari segi amal baik. Maksudnya, seseorang diperlambat untuk melaksanakan kebaikan, alias dibuat malas. Juga ketika seseorang merasa terlalu optimis dengan amalan yang sudah ia perbuat selama ini. Ia merasa cukup dan tidak perlu memperbanyak amal saleh lagi, ini juga termasuk, seperti yang disebutkan oleh Ibnu Juraij.
Makna lainnya juga menyebutkan hal senada, seperti dalam suatu riwayat dari Sufyan, yaitu “dihalangi dari jalan kebenaran”.
Dari kiri
Berkebalikan dengan arah kanan, serangan dari arah kiri cenderung berkaitan dengan keburukan dan maksiat, seperti syahwat dan syubhat. Manusia dibuat tertarik pada maksiat, termasuk ketika maksiat itu dengan begitu mudahnya dapat diakses di manapun, kapanpun, sehingga seakan tidak ada lagi batas antara seorang anak Adam dengan maksiat.
Merujuk kepada penafsiran oleh Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, serangan dari kiri ini berarti dari aspek keburukan. Adapun di antara taktiknya sebagaimana ditafsirkan oleh As-Suddi juga Al-Kalbi, yaitu dengan keburukan dan kebatilan yang dibuat mudah diakses dan ringan untuk dilakukan, berbagai syahwat, nafsu, kelezatan, dan kenikmatan dunia yang fana dihias dan dibuat sehingga tampak sangat menggoda di mata manusia, dan taktik-taktik semisal itu.
Di antara penafsiran terkait strategi empat arah Iblis ini, mengacu pada penjelasan yang disampaikan oleh Mujahid dan Ibnu Juraij, bahwa jika diklasifikasikan berdasarkan tampak-tidaknya, maka: serangan dari arah depan dan kanan sebagai serangan langsung, tampak, dan dapat dilihat dengan jelas; sementara serangan dari arah belakang dan kiri sebagai sebaliknya, yaitu tidak langsung dan tidak tampak.
Serangan yang tampak jelas salah satu bentuknya adalah ketika manusia melakukan suatu amalan buruk, maksiat, kesalahan, kebatilan, dan kefasikan; lalu ia mengetahui yang ia lakukan adalah salah. Berbeda dengan serangan tak tampak, bentuknya ketika manusia melakukan kebatilan, sementara ia tidak menyadari bahwa yang ia lakukan adalah salah; lebih parahnya bahkan ia menganggap yang dilakukannya adalah benar.
Serangan dari atas?
Jika diamati secara saksama, narasi Iblis mengenai serangannya terhadap manusia tidak menyebutkan arah “atas”. Mengapa demikian?
Ibnu Abbas dan Asy-Sya’bi menuturkan bahwa hal ini berkaitan erat dengan keberadaan Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Dzat Yang Maha Tinggi, dan rahmat-Nya senantiasa turun dari atas. Oleh karena itu, Iblis yang merupakan makhluk terlaknat dan pembangkang, tidak akan pernah berani menyinggung arah “atas” dalam konteks serangannya terhadap manusia. Hal ini karena arah “atas” secara simbolis merupakan arah keagungan dan kekuasaan Allah, serta merupakan sumber segala kebaikan dan rahmat.
Dengan demikian, tidak disebutkannya arah “atas” dalam narasi serangan Iblis merupakan sebuah isyarat mendalam tentang pengakuan tidak langsung Iblis terhadap keagungan Allah Subhanahu wa Ta’ala, serta menunjukkan batasan kekuasaan Iblis yang tidak akan pernah mampu menembus perlindungan dan rahmat Allah yang datang dari arah “atas”.
Antidot praktis menangkal godaan-tipu daya setan
Sebagai penutup, mari menukil perkataan seorang zuhud, Syaqiq bin Ibrahim Al-Balkhi, beliau pernah menuturkan bagaimana setan benar-benar mendatanginya untuk menggodanya menjauh dari jalan yang benar, serta antidot syar’i yang ia terapkan,
ما من صباحٍ إلا قعد لي الشيطان على أربعة مراصد: من بين يديَّ، ومن خلفي، وعن يميني، وعن شمالي، فيقول: لا تَخف فإن الله غفور رحيم، فأقرأ: ((وَإِنِّي لَغَفَّارٌ لِمَنْ تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ صَالِحًا ثُمَّ اهْتَدَى))،
وأما من خلفي فيُخوِّفني الضيْعة على من أُخلّفه، فأقرأ: ((وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا))
ومن قِبَل يميني، يأتيني من قِبَل الثَّناء، فأقرأ: ((وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ))،
ومن قبل شمالي، فيأتيني من قبل الشهوات، فأقرأ: ((وَحِيلَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ مَا يَشْتَهُونَ))
“Tidaklah berlalu suatu pagi, melainkan setan telah bersiaga atasku di empat pos pengintaiannya: di depanku, di belakangku, di kananku, dan di kiriku.
(Dari hadapanku) ia kemudian membisikkan, ‘Jangan takut (berbuat dosa), karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’ Aku pun membaca (firman-Nya), ‘Dan sungguh, Aku Maha Pengampun bagi yang bertobat, beriman dan berbuat kebajikan, kemudian tetap dalam petunjuk.’ (QS. Thaha: 82)
Adapun dari belakangku, setan menakutiku dengan kekhawatiran akan (nasib) orang-orang yang kutinggalkan, maka aku membaca (firman-Nya), ‘Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauḥ Maḥfūẓ).’ (QS. Hud: 6)
Sementara dari kanan, ia (setan) mendatangiku lewat pintu pujian dan sanjungan, aku lantas membaca (firman-Nya), ‘Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.’ (QS. Al-A’raf: 128)
Dan dari kiri, ia (setan) mendatangiku lewat pintu syahwat, aku pun membaca (firman-Nya), ‘Dan diberi penghalang antara mereka dengan apa yang mereka inginkan’. (QS. Saba: 54)”
Dari sini, bisa diketahui bahwa kehidupan kita dalam perjalanan menuju kepada Allah Ta’ala tidaklah aman, bahkan selalu dikelilingi oleh godaan Iblis dalam misi primordialnya sejak dahulu kala.
Dengan memahami strategi empat arah Iblis: depan (godaan dunia, skeptisisme akhirat), belakang (cinta dunia, desakralisasi agama), kanan (fitnah amal kebaikan seperti memperlambat kebaikan, rasa cukup dengan amal), dan kiri (fitnah maksiat dan syahwat), kita menyadari bahwa Iblis selalu mengintai dari segala penjuru, tentunya hanya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar. Jika merujuk pada pernyataan yang secara ekspilit ada pada ayat, kecuali dari “atas” yang merupakan simbol keagungan dan rahmat Allah.
Oleh karena itu, dengan memperbaiki hubungan vertikal manusia (hamba) dan manusia (Rabbnya), juga dengan selalu membersihkan hati dan memurnikan niat, harapannya kita dapat senantiasa terjaga dan tetap berada di jalan yang lurus. Wallahu Ta’ala a’lam bis shawab.
Baca juga: Apakah Iblis termasuk Golongan Malaikat ataukah Jin?
***
Penulis: Abdurrahman Waridi Sarpad
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Abu Ja’far Muhammad bin Jarir At-Thabari, Jami’ Al-Bayan ‘an Ta’wil Aay Al-Qur’an (10: 96-101).
Abu Abdullah Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Qayyim Al-Jauziyah, Igatsat Al-Lahafan fi Mashayid Asy-Syaithan (1: 175-181).
Ahmad bin Muhammad bin Ibahim Ats-Tsa’labi, Al-Kasyfu wa Al-Bayan ‘an Tafsir Al-Qur’an (4: 221-222).
Artikel asli: https://muslim.or.id/109041-menganalisis-strategi-empat-arah-misi-penyesatan-iblis.html