Beranda | Artikel
Penjelasan Kitab Tajilun Nada (Bag. 23): Jama Muannats Salim
10 jam lalu

Pembahasan selanjutnya adalah Maa Jumi‘a bi Alifin wa Taa’in, yakni kata-kata yang di-jama’ dengan penambahan huruf alif dan taa’ di akhir. Bentuk ini sering disamakan dengan istilah Jama’ Muannats Salim. Namun, para ulama, termasuk Ibnu Hisyam rahimahullah, menjelaskan bahwa istilah Maa Jumi‘a bi Alifin wa Taa’in lebih tepat digunakan. Hal ini karena tidak semua kata yang mengikuti pola ini berasal dari isim muannats, dan tidak semuanya “selamat” dari perubahan bentuk dasar.

Pembahasan ini menjadi bagian dari bab keempat mengenai isim yang di-i‘rab dengan tanda cabang. Melalui penjelasan para ulama dan contoh dari ayat-ayat Al-Qur’an, kita akan memahami kaidah, pengecualian, dan penerapan bentuk jama’ ini, termasuk alasan mengapa tanda i‘rab-nya berbeda dari bentuk jama’ lainnya. Dengan pemahaman ini, diharapkan pembaca dapat mengidentifikasi serta menggunakan bentuk Maa Jumi‘a bi Alifin wa Taa’in secara tepat dalam pembelajaran dan praktik bahasa Arab.

Ibnu Hisyam rahimahullah menjelaskan,

أُولاتُ dan semua kata yang dijama’ dengan tambahan huruf alif dan taa, serta kata-kata yang dijadikan nama dari أُولاتُ  dan kata-kata yang ditambahkan huruf alif dan taa, maka kata-kata tersebut manshub dengan tanda kasrah.”

Contohnya disebutkan dalam ayat Al-Qur’an berikut,

Surah Al-Ankabut ayat 44:

خَلَقَ اللّٰهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ بِالْحَقِّۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّلْمُؤْمِنِيْنَ

 “Allah menciptakan langit dan bumi dengan kebenaran. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman.”

Surah Ash-Shafat ayat 153:

اَصْطَفَى الْبَنَاتِ عَلَى الْبَنِيْنَۗ

“Apakah (patut) Dia memilih (mengutamakan) anak-anak perempuan daripada anak-anak laki-laki?”

Pembahasan ini merupakan bagian dari bab keempat tentang isim yang di-i‘rab dengan tanda cabang, yaitu:

ما جُمِعَ بِأَلِفٍ وَتَاءٍ

(kata-kata yang dijamak dengan tambahan huruf alif dan taa’). Sebagian ulama menamakannya dengan istilah جمع المؤنث السالم (jama’ muannats salim).

Namun, penamaan pertama dianggap lebih tepat, yaitu ما جُمِعَ بِأَلِفٍ وَتَاءٍ, karena alasan berikut:

Pertama, tidak semua isim mufrad-nya berjenis muannats (perempuan)

Sebagian isim mufrad yang di-jama’ menggunakan huruf alif dan taa’, bukanlah muannats. Contohnya:

إِصْطَبْلٌ

“kandang ternak”

Bentuk jama’ dari kata tersebut ialah:

إِصْطَبْلَاتٌ

“kandang-kandang ternak”

حَمَّامٌ

“kamar mandi”

Bentuk jama’-nya ialah:

حَمَّامَاتٌ

“kamar mandi”

Kedua kata di atas merupakan isim mudzakkar, bentuk jama’-nya menggunakan tambahan huruf alif dan taa.

Kedua, tidak selalu “salim” (selamat dari perubahan)

Sebagian kata yang di-jama’ dengan pola jama’ muannats salim justru mengalami perubahan bentuk.

Contohnya:

سَجْدَةٌ

“sujud”

Bentuk jama’ dari kata tersebut adalah:

سَجَدَاتٌ

“sujud-sujud”

Contoh lainya adalah:

حُبْلَى

“wanita hamil”

Bentuk jama’ dari kata tersebut adalah:

حُبْلَيَاتٌ

“wanita-wanita hamil”

Contoh lainya adalah:

صَحْرَاءُ

“padang”

Bentuk jama’ dari kata tersebut adalah:

صَحْرَاوَاتٌ

“padang-padang”

Maka, meskipun dinamakan jama’ muannats salim, bukan berarti bentuk tersebut harus mutlak berasal dari isim muannats dan tidak berubah bentuk. Ini hanya sebatas istilah, bukan syarat mutlak.

Makna perkataan Ibnu Hisyam, “Maa jumi‘a bi alif wa taa

Yang dimaksud dengan ما جُمِعَ بِأَلِفٍ وَتَاءٍ adalah bentuk jama’ yang terjadi karena adanya tambahan huruf alif dan taa. Tambahan ini menjadi penanda bentuk jama’.

Contoh:

جَاءَتْ فَاطِمَةُ

“Telah datang seseorang yang bernama Fathimah.” (kata Fathimah adalah isim mufrad)

جَاءَتْ فَاطِمَاتٌ

“Telah datang banyak orang yang bernama Fathimah”

Kata Fathimaat menjadi jamak karena tambahan huruf alif dan taa. Kita dapat melihat bahwa huruf alif dan taa tidak terdapat pada bentuk isim mufrad pada contoh pertama, tetapi hanya muncul pada bentuk jama’ pada contoh kedua. Karena itu, keduanya disebut مَزِيدَتَيْنِ (dua huruf tambahan).

Perlukah kata “Madzidataini”?

Sebenarnya, penyebutan kata مَزِيدَتَيْنِ tidak wajib. Dalam istilah ما جُمِعَ بِأَلِفٍ وَتَاءٍ sudah terkandung makna sebab, melalui huruf ba’ yang menunjukkan “disebabkan oleh”. Namun, jika huruf ba’ di sini dimaknai sebagai mushohabah (kebersamaan, bukan sebab), maka penyebutan مَزِيدَتَيْنِ menjadi penting untuk menjelaskan bahwa alif dan taa tersebut adalah tambahan, bukan bagian asli dari kata dasar.

Hukum jama’ ini marfu’ dengan tanda utama yaitu dhommah. Contohnya adalah:

فَازَتْ ٱلْمُتَسَابِقَاتُ

“Para peserta lomba (perempuan) telah menang.”

Kata ٱلْمُتَسَابِقَاتُ merupakan isim (kata benda) jama’ muannats salim yang marfu’ dengan tanda dhammah.

Jika dalam posisi manshub (objek atau setelah kata kerja yang memerlukan objek), maka jama’ muannats salim diberi fathah sebagai tanda i‘rab pengganti.

Contohnya adalah:

هَنَّأْتُ ٱلْمُتَسَابِقَاتِ

“Aku mengucapkan selamat kepada para peserta lomba.”

Kata ٱلْمُتَسَابِقَاتِ adalah maf‘ul bih (objek) yang manshub, tetapi diberi tanda kasrah sebagai pengganti fathah karena termasuk dalam kelompok ٱلْجَمْعُ ٱلْمُؤَنَّثُ ٱلسَّالِمُ jama’ muannats salim.

Apabila dalam posisi majrur (misalnya setelah huruf jarr seperti ‘ala, min, fi, dan lain-lain), maka jama’ muannats salim tetap menggunakan kasrah sebagai tanda utamanya.

Contohnya:

أَثْنَيْتُ عَلَى ٱلْمُتَسَابِقَاتِ

“Aku memuji para peserta lomba.”

Kata ٱلْمُتَسَابِقَاتِ dalam contoh ini adalah majrur setelah huruf jarr عَلَى, sehingga i‘rab-nya ditandai dengan kasrah.

Pembahasan mengenai Maa Jumi‘a bi Alifin wa Taa’ memberikan gambaran bahwa pemahaman bentuk jama’ dalam bahasa Arab tidak hanya terbatas pada Jama’ Muannats Salim semata. Istilah yang digunakan para ulama, khususnya Ibnu Hisyam, menegaskan adanya perbedaan makna dan fungsi, sehingga penyebutan yang tepat sangat penting dalam kajian nahwu.

Melalui penelaahan kaidah, pengecualian, dan contoh-contoh dari Al-Qur’an, kita dapat memahami bahwa bentuk jama’ ini memiliki tanda i‘rab tersendiri, yakni dengan huruf, serta memiliki karakteristik yang membedakannya dari jama’ lainnya.

Kesimpulan

Pertama, Maa Jumi‘a bi Alifin wa Taa’ adalah bentuk jama’ dengan tambahan alif dan taa’ di akhir kata.

Kedua, tidak semua kata dalam bentuk ini termasuk isim muannats, sehingga penyebutannya berbeda dari Jama’ Muannats Salim.

Ketiga, bentuk ini dibahas pada bab isim yang di-i‘rab dengan tanda cabang.

Keempat, tanda i‘rab-nya menggunakan huruf, bukan harakat.

[Bersambung]

Kembali ke bagian 22

***

Penulis: Rafi Nugraha

Artikel Muslim.or.id


Artikel asli: https://muslim.or.id/108596-penjelasan-kitab-tajilun-nada-bag-23-jama-muannats-salim.html