Mengenal Nama Allah Al-Qaahir dan Al-Qahhaar
Mengenal nama-nama Allah yang indah dan sifat-sifat-Nya yang mulia merupakan bagian penting dari tauhid. Terutama tauhid uluhiyah, yang menuntut kita hanya tunduk, takut, dan beribadah kepada Allah semata. Nama-nama seperti Al-Qaahir dan Al-Qahhaar mengingatkan kita bahwa tidak ada makhluk yang bisa lolos dari kekuasaan dan kehendak-Nya.
Dalam artikel ini, kita akan membahas dalil-dalil yang menetapkan nama Allah Al-Qaahir dan Al-Qahhaar, makna yang terkandung di dalam keduanya, serta dampaknya bagi kehidupan seorang mukmin. Semoga pembahasan ini menanamkan rasa tunduk, takut yang benar, dan penghambaan yang murni, sekaligus menghadirkan ketenangan karena tahu bahwa segala urusan ada dalam genggaman-Nya.
Dalil nama Allah “Al-Qaahir” dan “Al-Qahhaar”
Nama “Al-Qaahir” disebutkan dalam Al-Qur’an sebanyak dua kali, yaitu:
- Dalam firman Allah Ta’ala,
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ
“Dan Dia-lah Yang Maha Kuasa atas hamba-hamba-Nya, dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-An‘ām: 18)
- Dan firman-Nya,
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُم حَفَظَةً
“Dan Dia-lah Yang Maha Kuasa atas hamba-hamba-Nya, dan Dia mengirimkan penjaga-penjaga (malaikat) kepadamu…” (QS. al-An‘ām: 61)
Sedangkan nama “Al-Qahhaar” disebutkan sebanyak enam kali, di antaranya:
- Firman Allah Ta’ala,
قُلِ اللّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ الْوَاحِدُ الْقَهَّارُ
“Katakanlah, Allah adalah Pencipta segala sesuatu, dan Dia-lah Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS. ar-Ra‘d: 16)
- Dan firman-Nya,
لِّمَنِ الْمُلْكُ الْيَوْمَ لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
“Milik siapakah kerajaan pada hari ini? Milik Allah Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan.” (QS. Ghāfir: 16) [1]
Kandungan makna nama Allah “Al-Qaahir” dan “Al-Qahhaar”
Untuk mengetahui kandungan makna dari nama Allah tersebut dengan menyeluruh, maka perlu kita ketahui terlebih dahulu makna kata “Al-Qaahir” dan “Al-Qahhaar” secara bahasa, kemudian dalam konteksnya sebagai nama Allah Ta’ala.
Makna bahasa dari “Al-Qaahir” dan “Al-Qahhaar”
Al-Qaahir adalah ism fā’il (kata pelaku) dari (قَهَرَ يقهَر) qahara – yaqharu yang bermakna “yang menundukkan”. [2] Sedangkan Al-Qahhaar adalah ṣīghat mubālaghah (bentuk hiperbolis) dari akar kata yang sama, bermakna “yang sangat dan terus-menerus menundukkan.” [3]
Asal kata dari kedua kata tersebut adalah Al-qahr (القَهْر) yang secara bahasa berarti mengalahkan dan menundukkan dari atas. [4]
Ibnu Faris mengatakan,
الْقَافُ وَالْهَاءُ وَالرَّاءُ كَلِمَةٌ صَحِيحَةٌ تَدُلُّ عَلَى غَلَبَةٍ وَعُلُوٍّ. يُقَالُ: قَهَرَهُ يَقْهَرُهُ قَهْرًا. وَالْقَاهِرُ: الْغَالِبُ
“Huruf qāf, hā’, dan rā’ membentuk akar kata yang menunjukkan makna kemenangan dan keunggulan dari atas. Dikatakan: qaharahu yaqharuhu qahran, dan al-qaahir berarti yang menang (mengalahkan).” [5]
Al-Fayyumi mengatakan,
قَهَرَهُ قَهْرًا غَلَبَهُ فَهُوَ قَاهِرٌ وَقَهَّارٌ مُبَالَغَةٌ
“Qaharahu qahran berarti mengalahkannya. Pelakunya disebut qaahir dan qahhaar (dalam bentuk mubaalaghah).” [6]
Makna “Al-Qaahir” dan “Al-Qahhaar” dalam konteks Allah
Ibnu Jarir Ath-Thabari ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala,
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ
“Dan Dia-lah Al-Qahīr di atas hamba-hamba-Nya.” (QS. Al-An’am: 18), beliau mengatakan,
فمعنى الكلامِ إذن: واللهُ الغالبُ عبادَه، المذلِّلُهم، العالي عليهم بتذليلِه لهم، وخلقِه إياهم، فهو فوقَهم بقهرِه إياهم، وهم دونَه
“Jadi maknanya adalah Allah-lah yang mengalahkan hamba-hamba-Nya, menundukkan mereka, dan Mahatinggi atas mereka melalui penundukan-Nya dan penciptaan-Nya. Maka Dia berada di atas mereka karena kekuasaan-Nya, dan mereka berada di bawah-Nya.” [7]
Al-Hafidz Ibnu Katsir mengatakan,
أَيْ: هُوَ الَّذِي خَضَعَتْ لَهُ الرِّقَابُ، وَذَلَّتْ لَهُ الْجَبَابِرَةُ، وَعَنَتْ لَهُ الْوُجُوهُ، وَقَهَرَ كُلَّ شَيْءٍ وَدَانَتْ لَهُ الْخَلَائِقُ، وَتَوَاضَعَتْ لِعَظَمَةِ جَلَالِهِ وَكِبْرِيَائِهِ وَعَظَمَتِهِ وَعُلُوِّهِ وَقُدْرَتِهِ الْأَشْيَاءُ، وَاسْتَكَانَتْ وَتَضَاءَلَتْ بَيْنَ يَدَيْهِ وَتَحْتَ حُكْمِهِ وَقَهْرِهِ
“Maksudnya: Dialah yang semua leher tunduk kepada-Nya, para penguasa arogan menjadi hina di hadapan-Nya, wajah-wajah merendah kepada-Nya, dan segala sesuatu tunduk di bawah kekuasaan-Nya. Seluruh makhluk merendah kepada keagungan, keperkasaan, kemuliaan, ketinggian, dan kekuasaan-Nya. Mereka semua berserah diri dan merasa kecil di hadapan hukum dan kekuasaan-Nya.” [8]
Sedangkan Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Si’diy mengatakan,
ينفذ فيهم إرادته الشاملة، ومشيئته العامة، فليسوا يملكون من الأمر شيئا، ولا يتحركون ولا يسكنون إلا بإذنه
“Dialah Allah yang mengatur seluruh kehendak-Nya atas para hamba, dan kehendak-Nya berlaku menyeluruh. Mereka tidak memiliki sedikit pun urusan, tidak bisa bergerak maupun diam kecuali dengan izin-Nya.” [9]
Di tempat yang lain, beliau menjelaskan tentang makna nama ini dengan mengatakan,
“القهار” لكل شيء، الذي خضعت له المخلوقات، وذلت لعزته وقوته وكمال اقتداره
“Al-Qahhaar adalah yang menundukkan segala sesuatu; seluruh makhluk tunduk kepada-Nya, merendah karena keperkasaan, kekuatan, dan kesempurnaan kuasa-Nya.” [10]
Baca juga: Mengenal Nama Allah “Al-Khāliq”, “Al-Khallāq”, “Al-Bāri’”, dan “Al-Muṣawwir”
Konsekuensi dari nama Allah “Al-Qaahir” dan “Al-Qahhaar” bagi hamba
Penetapan nama “Al-Qaahir” dan “Al-Qahhaar” bagi Allah Ta’ala memiliki banyak konsekuensi, baik dari sisi sifat dan pengkhabaran terhadap Allah, maupun dari sisi hamba. Berikut ini beberapa konsekuensinya dari sisi hamba:
Beriman bahwa yang benar-benar Maha Mengalahkan (Al-Qahhaar) hanyalah Allah semata
Allah-lah satu-satunya yang mengalahkan dan menundukkan seluruh hamba-Nya. Bahkan makhluk yang paling angkuh sekalipun menjadi kecil dan lenyap di hadapan kekuasaan dan keperkasaan Allah. Lihatlah kematian—yang telah Allah tetapkan atas seluruh hamba-Nya; tak seorang pun mampu menolaknya atau menyingkirkannya dari dirinya sendiri, walau mereka memiliki kekuatan dan kekuasaan sebesar apa pun.
Allah menyandingkan penyebutan kematian dengan sifat-Nya sebagai al-Qahhaar, untuk mengingatkan manusia akan satu bentuk kekuasaan yang dengannya Allah menundukkan mereka semua, dalam firman-Nya,
وَهُوَ الْقَاهِرُ فَوْقَ عِبَادِهِ وَيُرْسِلُ عَلَيْكُم حَفَظَةً حَتَّىَ إِذَا جَاء أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ تَوَفَّتْهُ رُسُلُنَا وَهُمْ لاَ يُفَرِّطُونَ * ثُمَّ رُدُّواْ إِلَى اللّهِ مَوْلاَهُمُ الْحَقِّ أَلاَ لَهُ الْحُكْمُ وَهُوَ أَسْرَعُ الْحَاسِبِينَ
“Dan Dia-lah Al-Qaahir (yang menguasai) atas hamba-hamba-Nya. Dan Dia mengirimkan penjaga-penjaga (malaikat) kepadamu, sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, para utusan Kami mewafatkannya, dan mereka tidak melalaikan tugasnya. Kemudian mereka dikembalikan kepada Allah, Pelindung mereka yang sebenarnya. Ketahuilah, hanya milik-Nya segala keputusan, dan Dia-lah yang paling cepat perhitungannya.” (QS. Al-An‘ām: 61–62) [11]
Larangan menundukkan orang lain dengan cara zalim
Sifat “menundukkan” atau ”mengalahkan” pada makhluk, biasanya tercela karena dibangun di atas kezaliman, penindasan, dan dominasi atas orang-orang lemah dan miskin. Sebagaimana ucapan Fir‘aun—laknat Allah atasnya,
سَنُقَتِّلُ أَبْنَاءهُمْ وَنَسْتَحْيِـي نِسَاءهُمْ وَإِنَّا فَوْقَهُمْ قَاهِرُونَ
“Kita akan membunuh anak-anak lelaki mereka dan membiarkan hidup perempuan-perempuan mereka. Sungguh, kita berkuasa atas mereka.” (QS. Al-A‘rāf: 127)
Dan Allah juga berfirman,
فأما اليتيم فلا تقهر
“Adapun terhadap anak yatim, maka janganlah engkau berlaku sewenang-wenang (menindasnya).” (QS. Adh-Dhuḥā: 9)
Maksudnya: janganlah menindasnya secara zalim, berikanlah haknya. Allah menyebut secara khusus anak yatim karena dia tidak punya penolong selain Allah, maka Allah menguatkan larangan terhadap pelanggaran atas dirinya dengan ancaman keras terhadap pelakunya. [12]
Wajib mengesakan Allah dalam ibadah
Tentang hal ini, Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
لا يكون القهار إلا واحداً؛ إذ لو كان معه كفو له فإن لم يقهره لم يكن قاهراً على الإطلاق، وإن قهره لم يكن كفؤاً، وكان القهار واحدًا
“Tidak ada yang benar-benar layak disebut al-Qahhaar selain yang satu (esa). Karena jika ada yang setara dengannya, maka jika ia tidak mampu mengalahkan yang lain, berarti ia tidaklah qahhār secara mutlak. Dan jika ia mampu mengalahkan lawannya, maka lawan itu tidaklah setara. Maka, al-Qahhaar itu hanya satu.” (ash-Shawā‘iq al-Mursalah, 3: 1032)
Penjelasan ini menunjukkan bahwa tauhid dan iman kepada nama Allah al-Qahhaar adalah dua hal yang saling terkait. Barang siapa meyakini bahwa hanya Allah yang menguasai dan menundukkan segala sesuatu, maka ia harus beribadah hanya kepada-Nya. Dari sinilah terlihat kebatilan syirik: bagaimana mungkin makhluk dari tanah disamakan dengan Tuhan semesta alam? Bagaimana mungkin makhluk-makhluk yang ditundukkan oleh al-Qahhaar disamakan dengan-Nya? Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan dan Maha Tinggi dari apa yang mereka gambarkan. [13]
Semoga pemahaman yang benar tentang kedua nama ini, dapat menguatkan iman, menumbuhkan rasa takut dan harap, serta menjauhkan kita dari syirik dan segala bentuk ketundukan kepada selain-Nya. Aamiin.
Baca juga: Mengenal Nama Allah “Ar-Raqiib”
***
Rumdin PPIA Sragen, 1 Rabiul awal 1447
Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab
Artikel Muslim.or.id
Referensi utama:
Ibnu Faris, Abu al-Husain Ahmad bin Zakariya. Maqayis al-Lughah. Tahqiq dan revisi oleh Anas Muhammad asy-Syami. Cetakan Pertama. Kairo: Dar al-Hadith, 1439 H.
Al-Fayyumi, Ahmad bin Muhammad. Al-Mishbahul Munir fi Gharib as-Syarhil Kabir. Cetakan Pertama. Damaskus: Darul Faihaa, 2016.
Al-Badr, Abdur Razzaq. 2015. Fiqhul Asma’il Husna. Cet. ke-1. Mesir: Dar ‘Alamiyah.
An-Najdi, Muhammad Al-Hamud. 2020. An-Nahjul Asma fi Syarhil Asma’il Husna. Cet. ke-8. Kuwait: Maktabah Imam Dzahabi.
Catatan kaki:
[1] An-Nahj al-Asma, hal. 127.
[2] Al-Bayan fi Tasrif Mufradat al-Qur’an ‘ala Hamisy al-Mushaf al-Sharif, hal. 129.
[3] Ibid, hal. 251.
[4] An-Nahj al-Asma, hal. 128.
[5] Maqayisul Lughah, hal. 754.
[6] al-Miṣbāḥ al-Munīr, hal. 527.
[7] Tafsir At-Thabari, 9: 180.
[8] Tafsīr Ibnu Katsīr, 3: 244.
[9] Taisir Al-Karim Ar-Rahman, hal. 259.
[10] Ibid, hal. 947. Lihat juga An-Nahjul Asmaa, hal. 128-129.
[11] An-Nahj al-Asma, hal. 129.
[12] Ibid, hal. 130.
[13] Fiqhul Asmaa’il Husna, hal. 289.
Artikel asli: https://muslim.or.id/108768-mengenal-nama-allah-al-qaahir-dan-al-qahhaar.html