Beranda | Artikel
Hadis: Sedekah yang Paling Utama adalah Nafkah untuk Keluarga
5 hari lalu

Teks hadis

Dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ

“Satu dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, satu dinar yang engkau infakkan untuk memerdekakan budak, satu dinar yang engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu — yang paling besar pahalanya adalah yang engkau nafkahkan untuk keluargamu.” (HR. Muslim, no. 995)

Faidah dan kandungan hadis

Dalam hadis di atas, terdapat dalil bahwa menafkahi keluarga merupakan infak (sedekah) yang paling utama. Infak (sedekah) yang dimaksud di sini bisa yang sifatnya sedekah wajib (yaitu nafkah yang wajib untuk istri dan anak) dan sedekah yang sunah (yang lebih dari kewajiban). Asy-Syaukani rahimahullah berkata,

وَحَدِيثُ أَبِي هُرَيْرَةَ الأَوَّلُ فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الإِنْفَاقَ عَلَى أَهْلِ الرَّجُلِ أَفْضَلُ مِنَ الإِنْفَاقِ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَمِنَ الإِنْفَاقِ فِي الرِّقَابِ، وَمِنَ التَّصَدُّقِ عَلَى الْمَسَاكِينِ

“Hadis pertama dari Abu Hurairah mengandung dalil bahwa menafkahi keluarga seorang laki-laki lebih utama daripada berinfak di jalan Allah, lebih utama daripada membebaskan budak, dan lebih utama daripada bersedekah kepada orang-orang miskin.” (Nailul Authar, 6: 380-381)

Ini diperkuat dengan hadis lainnya dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أفْضَلُ دِينَارٍ يُنْفقُهُ الرَّجُلُ: دِينَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ، وَدينَارٌ يُنْفقُهُ عَلَى دَابَّتِهِ في سَبيلِ الله، وَدِينارٌ يُنْفقُهُ عَلَى أصْحَابهِ في سَبيلِ اللهِ

“Dinar yang paling utama yang dibelanjakan oleh seseorang adalah dinar yang ia belanjakan untuk keluarganya, dinar yang ia belanjakan untuk tunggangannya di jalan Allah, dan dinar yang ia belanjakan untuk sahabat-sahabatnya di jalan Allah.” (HR. Muslim no. 994)

Ketika menyebutkan hadis ini, Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid mengutip perkataan Abu Qilabah,

قَالَ أَبُو قِلَابَةَ : بَدَأَ بِالْعِيَالِ . ثُمَّ قَالَ أَبُو قِلَابَةَ : وَأَيُّ رَجُلٍ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ رَجُلٍ يُنْفِقُ عَلَى عِيَالٍ صِغَارٍ يُعِفُّهُمُ اللَّهُ أَوْ يَنْفَعُهُمْ اللَّهُ بِهِ وَيُغْنِيهِمْ

Abu Qilabah berkata, “Beliau memulai dengan keluarga.” Kemudian Abu Qilabah berkata, “Dan siapakah orang yang paling besar pahalanya selain orang yang menafkahi anak-anak kecilnya, sehingga Allah menjaga mereka dari kekurangan atau memberi manfaat kepada mereka melalui nafkahnya dan menjadikannya cukup?” (Dikutip dari islamqa.info)

Dalam kitab Tatriz Riyadhus Shalihin (1: 210) disebutkan,

قَدَّمَ فِي هَذَا الْحَدِيثِ النَّفَقَةَ عَلَى الْعِيَالِ فِي الذِّكْرِ، اهْتِمَامًا بِذَلِكَ لِأَنَّهُ أَشْرَفُ الأَنْوَاعِ

“Dalam hadis ini, beliau mendahulukan penyebutan nafkah kepada keluarga, sebagai bentuk perhatian terhadap hal tersebut, karena ia merupakan jenis yang paling mulia.”

Mengapa nafkah kepada keluarga merupakan jenis nafkah yang paling afdal? Ath-Thibi rahimahullah berkata ketika menerangkan hal ini,

قِيلَ: لِأَنَّهُ فَرْضٌ، وَقِيلَ: لِأَنَّهُ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ

“Dikatakan bahwa (infak kepada keluarga adalah yang paling utama) karena termasuk kewajiban, dan dikatakan juga karena di dalamnya terdapat sedekah dan sekaligus menyambung silaturahmi.” (Mirqat Al-Mafatih, 4: 1351)

Keterangan senada juga terdapat di Mir’atul Mafaatih (6: 367),

فِيهِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ إِنْفَاقَ الرَّجُلِ عَلَى أَهْلِهِ أَفْضَلُهُ مِنَ الإِنْفَاقِ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَمِنَ الإِنْفَاقِ فِي الرِّقَابِ، وَمِنَ التَّصَدُّقِ عَلَى الْمَسَاكِينِ. وَإِنَّمَا كَانَ الإِنْفَاقُ عَلَى الأَهْلِ أَفْضَلَ، لِأَنَّهُ فَرْضٌ، وَالْفَرْضُ أَفْضَلُ مِنَ النَّفْلِ، أَوْ لِأَنَّهُ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ.

“Terdapat dalil bahwa nafkah seorang laki-laki kepada keluarganya lebih utama daripada infak di jalan Allah, lebih utama daripada infak untuk membebaskan budak, dan lebih utama daripada sedekah kepada orang miskin. Dan sebab nafkah kepada keluarga lebih utama adalah karena ia merupakan kewajiban (fardhu), sedangkan kewajiban lebih utama daripada amalan sunah. Atau karena ia mengandung unsur sedekah sekaligus silaturahmi.”

Hadis ini juga dalil bahwa fardhu ‘ain itu lebih utama daripada fardhu kifayah. Al-Qadhi rahimahullah berkata,

وَالنَّفَقَةُ عَلَى الْأَهْلِ أَعَمُّ مِنْ كَوْنِ نَفَقَتِهِمْ وَاجِبَةً أَوْ مَنْدُوبَةً، فَهِيَ أَكْثَرُ الْكُلِّ ثَوَابًا، وَاسْتُدِلَّ بِهِ عَلَى أَنَّ فَرْضَ الْعَيْنِ أَفْضَلُ مِنَ الْكِفَايَةِ، لِأَنَّ النَّفَقَةَ عَلَى الْأَهْلِ الَّتِي هِيَ فَرْضُ عَيْنٍ أَفْضَلُ مِنَ النَّفَقَةِ فِي سَبِيلِ اللهِ، وَهُوَ الْجِهَادُ الَّذِي هُوَ فَرْضُ كِفَايَةٍ.

“Nafkah kepada keluarga mencakup baik yang hukumnya wajib maupun yang sunnah. Maka ia lebih banyak pahalanya dibanding yang lain. Dari hadis ini dijadikan dalil bahwa fardhu ‘ain lebih utama daripada fardhu kifayah. Sebab nafkah kepada keluarga, yang merupakan fardhu ‘ain, lebih utama daripada nafkah di jalan Allah, yaitu jihad, yang merupakan fardhu kifayah.” (Faidhul Qadir, 3: 536)

Semoga hadis ini menjadi perhatian untuk para suami (kepala rumah tangga), bahwa setiap harta yang mereka nafkahkan kepada istri dan anak-anaknya merupakan sedekah yang paling afdal. Kita berusaha menata hati untuk ikhlas, mengharap pahala dari Allah dari setiap harta yang kita nafkahkan untuk anak dan istri, bukan hanya sekedar memenuhi gengsi bahwa itu adalah kehormatan dan harga diri seorang laki-laki. Terkait keikhlasan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengingatkan,

وَإِنَّك لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إلَّا أُجِرْت عَلَيْهَا حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِي فِي امْرَأَتِك

“Tidaklah engkau menafkahkan suatu nafkah dengan niat mencari wajah Allah, melainkan engkau akan diberi pahala atasnya, bahkan termasuk apa yang engkau belanjakan untuk istrimu.” (HR. Bukhari no. 1295 dan Muslim no. 1628)

Juga hendaknya kita tidak menjadi suami yang pelit, gemar bersedekah dan berderma kepada orang lain, namun anggota keluarga sendiri justru tidak (atau kurang) diperhatikan kebutuhan nafkahnya.

Ibnu Battal rahimahullah berkata,

يُنْفِقُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَمَنْ تَلْزَمُهُ النَّفَقَةُ عَلَيْهِ غَيْرَ مُقَتِّرٍ عَمَّا يَجِبُ لَهُمْ وَلَا مُسْرِفٍ فِي ذَلِكَ، كَمَا قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا، وَهَذِهِ النَّفَقَةُ أَفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ وَمِنْ جَمِيعِ النَّفَقَاتِ

“Orang itu menafkahkan untuk dirinya sendiri, keluarganya, dan orang yang menjadi tanggungannya, tidak kikir (pelit) terhadap apa yang wajib bagi mereka dan tidak berlebihan dalam hal itu, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan orang-orang yang ketika membelanjakan (hartanya) tidak berlebihan dan tidak kikir, dan berada di antara keduanya.” (QS. Al-Furqan: 67) Nafkah ini lebih utama daripada sedekah dan dari semua jenis nafkah.” (Tarh al-Tathrib, 2: 74)

***

Unayzah, KSA; Jumat, 21 Safar 1447/ 15 Agustus 2025

Penulis: M. Saifudin Hakim

Artikel Muslim.or.id


Artikel asli: https://muslim.or.id/108529-hadis-sedekah-yang-paling-utama-adalah-nafkah-untuk-keluarga.html