Beranda | Artikel
Biografi Ibnu Hazm Al-Andalusi
12 jam lalu

Di antara ulama besar yang namanya harum dalam sejarah Islam adalah Ibnu Ḥazm al-Andalusi raḥimahullāh. Beliau dikenal dengan kecerdasan luar biasa, keluasan ilmu, dan keteguhan membela kebenaran berdasarkan dalil.

Artikel ini akan mengupas biografi singkat beliau, mulai dari nasab dan kelahiran, petumbuhan dan perjalanan menuntut ilmu, akidah dan manhaj, hingga karya-karyanya. Semoga pembahasan ini menjadi pelajaran dan inspirasi bagi kita semua dalam meneladani perjalanan hidup beliau yang penuh hikmah.

Nasab dan kelahiran

Nama lengkap beliau adalah Ali bin Ahmad bin Sa‘id bin Hazm. Beliau berasal dari keturunan Persia, kemudian menetap di Andalusia, dari kota Qurtubah (Cordoba). Kunyah beliau adalah Abu Muhammad. [1]

Beliau lahir di Qurtubah pada tahun 384 H. Al-Hafizh Abu al-Qasim Ibnu Basykuwal dalam ash-Shilah meriwayatkan dari Qadhi Sha‘id bin Ahmad bahwa Ibnu Hazm menulis dengan tangannya sendiri,

ولدت بقرطبة … قبل طلوع الشمس آخر ليلة الأربعاء آخر يوم من رمضان سنة أربع وثمانين وثلاث مائة …

“Aku dilahirkan di Qurtubah … , sebelum terbit matahari, pada akhir malam Rabu, hari terakhir bulan Ramadan tahun 384 H. … ” [2]

Pertumbuhan dan perjalanan menuntut ilmu

Beliau tumbuh dalam kemewahan dan kenyamanan. Allah menganugerahkan kepadanya kecerdasan luar biasa, daya ingat yang tajam, dan banyak koleksi kitab langka. Ayahnya adalah salah seorang tokoh besar di Qurtubah, yang pernah menjabat sebagai menteri pada masa pemerintahan ad-Daulah al-‘Āmiriyyah. [3]

Abu Muhammad sendiri juga pernah menjabat sebagai menteri di masa mudanya. Pada awalnya, ia mendalami sastra, sejarah, puisi, logika (mantiq), dan bagian dari filsafat. Hal ini sempat mempengaruhinya, hingga ia menulis karya yang mengajak untuk mempelajari logika dan mendahulukannya atas ilmu-ilmu lain. Namun kemudian ia meninggalkan jalan tersebut dan memusatkan perhatiannya pada ilmu-ilmu syar‘i.

Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad menceritakan,

كان أبوه أبو عمر من وزراء المنصور محمد بن أبي عامر مدبر دولة المؤيد بالله بن المستنصر المرواني ثم وزر للمظفر ووزر أبو محمد للمستظهر عبد الرحمن بن هشام ثم نبذ هذه الطريقة وأقبل على العلوم الشرعية. …

“Ayah Ibnu Hazm, Abu ‘Umar, adalah menteri al-Mansur Muhammad bin Abi ‘Amir dan pengatur pemerintahan al-Mu’ayyad Billah bin al-Mustansir al-Marwani. Setelah itu ia menjadi menteri al-Muzaffar, dan Ibnu Hazm sendiri pernah menjadi menteri al-Mustazhhir Abdurrahman bin Hisyam sebelum akhirnya meninggalkan jabatan tersebut untuk fokus pada ilmu agama. … ” [4]

Tentang permulaan Ibnu Hazm rahimahullaah fokus belajar ilmu syar’i, khususnya fikih, Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad — yaitu ayah dari Abu Bakr bin al-‘Arabi — berkata, “Abu Muhammad Ibnu Hazm menceritakan kepadaku bahwa sebab ia mempelajari fikih adalah karena suatu hari ia menghadiri salat jenazah. Ia masuk ke masjid dan duduk tanpa salat, lalu seseorang berkata kepadanya, ‘Berdirilah dan salatlah tahiyyatul masjid.’

Saat itu usianya telah mencapai 26 tahun. Ia berkata, “Maka aku pun bangkit dan salat. Setelah kami kembali dari salat jenazah, aku masuk masjid, dan segera salat (tahiyyatul masjid). Lalu ada yang berkata kepadaku, ‘Duduklah, duduklah! Ini bukan waktu salat’ — saat itu setelah Asar. Maka aku pun pulang dengan perasaan sedih.

Aku berkata kepada guru yang membesarkanku, ‘Tunjukkan aku rumahnya faqih Abu Abdullah bin Dahhun.’
Aku pun mendatanginya dan memberitahukan apa yang terjadi. Ia lalu menunjukkan kepadaku kitab al-Muwaththa’ karya Imam Malik. Aku memulai mempelajarinya darinya, lalu terus membaca kepadanya, dan kepada selainnya selama kurang lebih tiga tahun…” [5]

Guru-gurunya

Beliau mulai mendengar (belajar hadis) pada tahun 400 H dan sesudahnya dari sejumlah ulama, di antaranya:

  • Yahya bin Mas‘ud bin Wajh al-Jannah, murid Qasim bin Ashbagh, dan inilah guru tertingginya;
  • Abu ‘Umar Ahmad bin Muhammad bin al-Jasur;
  • Yunus bin Abdullah bin Mughits al-Qadhi;
  • Hammam bin Ahmad al-Qadhi. [6]

Selain itu, sebagaimana telah berlalu pembahasan tentang awal mula beliau fokus mempelajari ilmu syari’at, di mana beliau belajar kepada seorang ahli fikih bernama Abu Abdullah bin Dahhun rahimahumullahu.

Akidah dan mazhabnya

Beliau rahimahullah adalah seorang ulama besar, hafizh hadis, pengagung sunnah, dan para pengikutnya, pencari dan penjaga sunnah, serta sangat bersemangat dalam mengikutinya. Namun, dalam hatinya masuk beberapa prinsip dari filsafat dan ahli bid‘ah, yang menyebabkan ia berpendapat dengan pandangan yang menyelisihi ahlul hadis dan ahlus sunnah dalam bab Asma’ dan Sifat secara khusus, dan juga dalam beberapa masalah lain di bidang ushul maupun furu‘.

Oleh karena itu, tidak dapat dikatakan bahwa beliau termasuk ahlus sunnah secara mutlak, khususnya dalam masalah sifat-sifat Allah. Akan tetapi, beliau juga tidak keluar sepenuhnya dari sunnah dan para pengikutnya, serta tidak termasuk golongan ahli bid‘ah, karena pengagungannya terhadap sunnah, jalannya yang mendorong untuk mengikutinya, dan meninggalkan segala yang bertentangan dengannya, meskipun beliau keliru dalam beberapa rincian. Wallahu a‘lam. [7]

Para ulama dari Al-Lajnah Ad-Daimah mengatakan tentang beliau,

من ‌العلماء ‌المبرزين ‌في ‌الأصول، والفروع، وفي علم الكتاب والسنة، إلا أنه خالف جمهور أهل العلم في مسائل كثيرة أخطأ فيها الصواب؛ لجموده على الظاهر، وعدم قوله بالقياس الجلي المستوفي للشروط المعتبرة، وخطأه في العقيدة بتأويل نصوص الأسماء والصفات أشد وأعظم.

“Beliau termasuk ulama terkemuka dalam bidang ushul dan furu‘, serta dalam ilmu Al-Kitab dan As-Sunnah. Akan tetapi, beliau menyelisihi mayoritas ulama dalam banyak masalah di mana beliau keliru dalam mencapai kebenaran; sebab kekakuannya dalam berpegang pada zahir nash, dan penolakannya terhadap qiyas yang jelas dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan. Kesalahannya dalam akidah, berupa penakwilan terhadap nash-nash tentang nama-nama dan sifat-sifat Allah, adalah lebih berat dan lebih besar.” [8]

Tentang mazhabnya, Imam Adz-Dzahabi berkata tentangnya,

الظاهري

“Seorang yang bermazhab Zhahiri.” [9]

Dikatakan bahwa pada awalnya beliau mempelajari fikih dalam mazhab Syafi‘i, kemudian ijtihadnya membawanya kepada pendapat menolak seluruh bentuk qiyas, baik yang jelas maupun yang tersembunyi. Beliau berpegang pada zahir nash dan keumuman Al-Qur’an serta hadis, mengamalkan prinsip bara’ah ashliyyah (asal bebas dari beban hukum) dan istishab al-hal (menetapkan hukum asal). Beliau menulis banyak buku dalam masalah ini, berdebat membelanya, dan menyebarkan pandangan ini dengan lisan dan tulisannya. [10]

Baca juga: Biografi Ringkas Ibnu Hajar Al-Asqalani

Karya-karya yang terkenal

Ibnu Hazm memiliki karya-karya besar dan berharga, di antaranya:

Kitab al-Mujallā dalam fikih

Kitab fikih yang memuat pendapat-pendapatnya berdasarkan mazhab Ẓāhiriyyah, berpegang pada zahir nash tanpa qiyas. Kitab ini ringkas, namun menjadi dasar bagi karyanya yang lebih besar, al-Muḥallā.

Kitab al-Muḥallā

Syarah (penjelasan) atas al-Mujallā yang dilengkapi dalil Al-Qur’an, hadis, dan atsar sahabat, beserta bantahan terhadap pendapat yang berbeda.

Kitab al-Iḥkām li-Uṣūl al-Aḥkām

Kitab ushul fikih yang menjelaskan kaidah-kaidah istinbat (pengambilan kesimpulan) hukum menurut metode Ẓāhiriyyah.

Kitab al-Faṣl fī al-Milal wan-Niḥal

Kitab akidah dan perbandingan agama, membahas berbagai aliran dan sekte dalam Islam maupun agama-agama lain. [11]

Kitab al-Akhlāq wa as-Siyar fī Madāwāti an-Nufūs

Karya dalam bidang akhlak dan tashfiyah an-nafs (penyucian jiwa), berisi nasihat moral, adab, dan panduan memperbaiki diri, ditulis dengan gaya renungan dan pengalaman pribadi beliau. [12]

Pujian para ulama terhadapnya

Ibnu Hazm Al-Andalusi mendapat pujian dari banyak ulama besar. Di antara pujian para ulama terhadap beliau:

  • Imam adz-Dzahabi dalam as-Siyar berkata,

الإمام الأوحد البحر ذو الفنون

“Imam yang tunggal, lautan ilmu, pemilik berbagai bidang keahlian.” [13]

  • Imam Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad berkata,

“Ibnu Hazm adalah orang yang paling menguasai seluruh ilmu Islam di seluruh Andalusia dan yang paling luas pengetahuannya. Ia juga memiliki keluasan dalam ilmu bahasa, bagian besar dari balaghah dan syair, serta pengetahuan mendalam tentang sejarah dan berita. Putranya, al-Fadhl, mengabarkan kepadaku bahwa ia memiliki di sisinya tulisan tangan ayahnya, Abu Muhammad, dari karya-karyanya yang berjumlah empat ratus jilid, mencakup hampir delapan puluh ribu lembar.” [14]

  • Abu ‘Abdillah al-Humaidi berkata,

كان ابن حزم حافظًا للحديث وفقهه مستنبطًا للأحكام من الكتاب والسنة متفننًا في علوم جمة عاملًا بعلمه ما رأينا مثله فيما اجتمع له من الذكاء وسرعة الحفظ وكرم النفس والتدين وكان له في الأدب والشعر نفس واسع وباع طويل وما رأيت من يقول الشعر على البديه أسرع منه وشعره كثير جمعته على حروف المعجم.

“Ibnu Hazm adalah seorang hafizh hadis dan memahami fikihnya, mampu menyimpulkan hukum dari Al-Qur’an dan Sunnah, menguasai banyak cabang ilmu, dan mengamalkan ilmunya. Kami tidak pernah melihat yang sepertinya dalam hal kecerdasan, kecepatan hafalan, keluhuran jiwa, dan ketakwaan. Dalam sastra dan syair ia memiliki keluasan bakat dan kemampuan yang tinggi. Aku tidak pernah melihat seseorang yang dapat membuat syair secara spontan lebih cepat darinya. Syairnya sangat banyak, dan aku telah mengumpulkannya berdasarkan urutan huruf hijaiyah.” [15]

Murid-muridnya

Ibnu Hazm memiliki banyak murid. Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah:

  • Putranya, yaitu Abu Rafi‘ al-Fadhl.
  • Abu ‘Abdillah al-Humaidi.
  • Imam Abu Muhammad Abdullah bin Muhammad — yaitu ayah dari Qadhi Abu Bakr bin al-‘Arabi.
  • Abu al-Hasan Syuraih bin Muhammad, yang disebutkan sebagai orang terakhir yang meriwayatkan darinya melalui ijazah. [16]

Wafatnya

Ibnu Hazm wafat pada bulan Sya‘ban tahun 456 H.

Imam Abu al-Qasim Sha‘id bin Ahmad berkata, “Aku menyalin dari tulisan tangan putranya, Abu Rafi‘, bahwa ayahnya wafat pada sore hari Ahad, dua hari tersisa dari bulan Sya‘ban tahun 456 H, dalam usia 71 tahun lebih beberapa bulan. Semoga Allah merahmatinya.” [17]

Baca juga: Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

***

Rumdin PPIA Sragen, 14 Shafar 1447

Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab

Artikel Muslim.or.id

 

Referensi utama:

Adz-Dzahabi, Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Utsman. Siyar A‘lam an-Nubala’. Takhrij hadis dan penyuntingan oleh Muhammad Ayman asy-Syabrawi. Kairo: Dar al-Hadits, 1427/ 2006. 18 jilid (16 jilid isi dan 2 jilid indeks). Edisi digital diambil dari Maktabah Syamilah (15 Shafar 1446 H), sesuai nomor cetakan.

 

Catatan kaki:

[1] Lihat Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.

[2] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 385.

[3] Ibid, 13: 374.

[4] Ibid, 13: 375.

[5] Ibid, 13: 380.

[6] Ibid, 13: 373-374.

[7] https://islamqa.info/ar/answers/161540/

[8] Fatawa al-Lajnah ad-Da’imah – al-Majmu‘ah al-Ula, 12: 223.

[9] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.

[10] Ibid, 13: 374.

[11] Lihat Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 378-379.

[12] Kitab ini sudah tercetak, dan tersebar luas. Di antaranya adalah terbitan Dar Ibn Hazm, cetakan ketiga, tahun 2009.

[13] Siyar A‘lam an-Nubala’, 13: 373.

[14] Ibid, 13: 375.

[15] Ibid, 13: 375.

[16] Ibid, 13: 374.

[17] Ibid, 13: 386.


Artikel asli: https://muslim.or.id/108426-biografi-ibnu-hazm-al-andalusi.html