Beranda | Artikel
Biografi Ibnu Qayyim Al-Jauziyah
20 jam lalu

Nama

Beliau adalah seorang ahli fikih, mufti, imam rabbani, dan dikenal sebagai “Syekh Islam kedua”, yaitu Abu Abdillah Syamsuddin Muhammad bin Abi Bakar bin Ayyub bin Sa’ad az-Zur’i ad-Dimasyqi yang masyhur dengan julukan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, tidak ada yang lain. Hal ini berbeda dengan pendapat al-Kawtsari yang mencelanya dengan sebutan “Ibnu Zafil”.

Kelahiran

Beliau —rahimahullah— lahir pada hari ketujuh bulan Shafar tahun 691 Hijriah.

Keluarga dan masa kecil

Ibnu Qayyim al-Jauziyah tumbuh dalam lingkungan yang ilmiah di bawah asuhan ayahnya, seorang ulama saleh, yaitu Qayyim al-Jauziyah. Beliau belajar ilmu faraidh (pembagian warisan) dari sang ayah. Buku-buku biografi menyebutkan beberapa anggota keluarganya seperti keponakannya, Abu al-Fida’ Imaduddin Isma’il bin Zainuddin Abdurrahman, yang memiliki sebagian besar perpustakaan pamannya. Anak-anak beliau, yakni Abdullah dan Ibrahim, juga dikenal sebagai penuntut ilmu.

Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rahimahullah– dikenal memiliki semangat yang luar biasa dalam menuntut ilmu serta ketekunan dan pengorbanan dalam penelitian sejak usia dini. Ia meriwayatkan hadits dari asy-Syihab al-‘Abir yang wafat pada tahun 697 H, dan beliau berkata, “Aku meriwayatkan darinya beberapa bagian, tetapi aku tidak sempat membaca secara mendalam karena usiaku yang masih kecil, dan ia pun wafat –rahimahullah-.”

Dari sini, tampak bahwa beliau sudah mulai menuntut ilmu sejak usia tujuh tahun.

Perjalanan ilmiah

Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rahimahullah– beberapa kali mengunjungi Kairo, berdiskusi dan berdebat ilmiah di sana. Al-Maqrizi menyebutkan, “Beliau beberapa kali datang ke Kairo.”

Ibnu Qayyim berkata, “Aku pernah berdiskusi dengan salah satu tokoh besar di bidang kedokteran di Mesir.”

Beliau juga mengatakan, “Aku pernah berdebat dengan seorang tokoh Yahudi paling terkenal dalam ilmu dan kepemimpinan.”

Ia juga mengunjungi Baitul Maqdis dan memberikan pelajaran di sana. Katanya, “Aku pernah mengajar hal serupa di al-Quds.”

Beliau dikenal sering menunaikan haji dan tinggal (beribadah) di Makkah sebagaimana disebutkan dalam beberapa karyanya. Ibnu Rajab berkata, “Ia sering berhaji, menetap di Makkah, dan penduduk Makkah menyebutkan tentang intensitas ibadah dan banyaknya tawaf yang dilakukannya hingga menimbulkan keheranan.”

Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rahimahullah– sangat gemar mengumpulkan buku, yang menjadi bukti nyata semangatnya dalam mencari ilmu, baik melalui penelitian, penulisan, pembacaan, maupun pengajaran. Hal ini terlihat jelas dari keluasan ilmu dalam karya-karyanya dan kemampuannya yang luar biasa dalam mengumpulkan dalil-dalil. Meskipun begitu, beliau tetap berkata dengan kerendahan hati,

“Dengan bekal yang sedikit dari buku-buku ini.”

Guru-gurunya

Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rahimahullah– menimba ilmu dari banyak guru, di antaranya:

  • Ayahnya sendiri, Qayyim al-Jauziyah –rahimahullah-.
  • Syekh al-Islam Ibnu Taimiyahrahimahullah-. Beliau sangat dekat dengannya, mempelajari fikih darinya, membaca banyak kitab di hadapannya. Kedekatan itu dimulai sejak tahun 712 H sampai wafatnya Ibnu Taimiyah dalam penjara di Benteng Damaskus pada tahun 728 H.
  • Al-Mizzi –rahimahullah-.

Murid-muridnya

Ibnu Rajab al-Hanbali menyatakan bahwa Ibnul Qayyim adalah gurunya dan berkata, “Aku menghadiri majelis-majelisnya lebih dari satu tahun sebelum wafatnya. Aku mendengar darinya Qashidah Nuniyah yang panjang tentang akidah, dan beberapa karyanya yang lain.”

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Aku adalah salah satu orang yang paling dekat dengannya dan yang paling dicintainya.”

Adz-Dzahabirahimahullah– menuliskan biografi Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam “al-Mu’jam al-Mukhtash bi Syaikhi.”

Ibnu Abdil Hadi –rahimahullah-, sebagaimana dikatakan Ibnu Rajab, “Para ulama memuliakannya dan belajar darinya, seperti Ibnu Abdil Hadi dan yang lainnya.”

Al-Fairuzabadi, penulis “al-Qamus al-Muhith”, seperti yang dikatakan oleh asy-Syaukani, “Kemudian ia pergi ke Damaskus, memasukinya pada tahun 755 H, mendengar (belajar) dari Taqiyuddin as-Subki dan lebih dari seratus guru, termasuk Ibnul Qayyim.”

Baca juga: Mengenal Kitab dan Penulis Akidah Ath-Thahawiyah

Hubungan dengan gurunya, Ibnu Taimiyah

Kedekatan Ibnu Qayyim al-Jauziyah dengan gurunya, Ibnu Taimiyah, dimulai sejak kedatangan beliau ke Damaskus pada tahun 712 H dan berlangsung hingga wafatnya Ibnu Taimiyah pada 728 H. Jadi, selama 16 tahun, ia senantiasa dekat dengannya, menyerap ilmu yang sangat banyak, serta membaca berbagai disiplin ilmu di hadapannya.

As-Safadi berkata, “Ia membaca sebagian kitab al-Muharrar karya kakeknya, al-Majd, di hadapan Ibnu Taimiyah, juga membaca sebagian dari kitab al-Mahsul, al-Ahkam karya Saif al-Amidi, sebagian dari al-Arba’in, al-Muhassal, dan banyak dari karya-karya Ibnu Taimiyah lainnya.”

Kedekatan ini sangat memengaruhi Ibnu Qayyim al-Jauziyah. Ia ikut serta membela manhaj salaf, membawa bendera itu setelah wafat gurunya, dan membebaskan dirinya dari fanatisme terhadap siapa pun selain Al-Qur’an dan sunah Rasulullah ﷺ menurut pemahaman salafus shalih.

Asy-Syaukani berkata, “Ia tidak bergantung pada selain dalil. Terkadang, sangat jarang, ia condong pada mazhab tempat ia tumbuh, namun ia tidak berani menolak dalil-dalil dengan penafsiran yang lemah sebagaimana dilakukan para penganut fanatisme mazhab. Ia selalu memiliki dasar atas setiap pendapatnya. Umumnya, pembahasannya penuh keadilan dan berpihak kepada dalil, serta tidak bergantung pada kata-kata tanpa dasar. Jika ia membahas suatu topik secara mendalam, maka ia menghadirkan hal-hal yang belum pernah disampaikan oleh selainnya, dan menyampaikan argumen yang membuat hati orang-orang yang mencintai dalil merasa tenteram. Aku yakin bahwa semua ini adalah berkah dari kedekatannya dengan gurunya, Ibnu Taimiyah, dalam suka dan duka, serta karena kesetiaannya yang luar biasa.”

Secara keseluruhan, ia adalah salah satu tokoh besar yang menyebarkan sunah dan menjadikannya sebagai tameng dari segala pemikiran baru yang menyimpang. Semoga Allah merahmatinya dan membalas kebaikannya terhadap umat Islam.

Namun demikian, Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rahimahullah– bukanlah salinan dari gurunya, Ibnu Taimiyah. Ia ahli dalam berbagai cabang ilmu (diakui oleh ulama terdahulu maupun belakangan) yang menunjukkan keunggulan dan kedalaman ilmunya.

San­jungan para ulama

Ibnu Katsir –rahimahullah– berkata, “Ia mendengar hadis, menekuni ilmu, dan unggul dalam berbagai disiplin, terutama tafsir dan hadits serta ushul (dasar-dasar ilmu). Ketika Syekh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah kembali dari Mesir pada tahun 712 H, ia selalu mendampinginya sampai sang guru wafat. Ia mengambil banyak ilmu darinya, selain dari usaha belajarnya sebelumnya. Ia pun menjadi tokoh istimewa dalam banyak bidang. Ia sangat rajin belajar, siang dan malam, banyak berdoa, bacaannya bagus, akhlaknya mulia, lemah lembut, tidak iri, tidak menyakiti orang, tidak ghibah, tidak dendam.”

Ibnu Rajab –rahimahullah- berkata, “Ia ahli fikih dalam mazhab Hanbali, menguasainya dan memberikan fatwa. Ia selalu bersama Syekh Taqiyuddin (Ibnu Taimiyah), dan menguasai berbagai ilmu Islam. Ia sangat ahli dalam tafsir dan ushuluddin, hingga menjadi rujukan dalam keduanya. Ia menguasai hadis, maknanya, fikihnya, serta sisi penggalian hukumnya. Ia unggul dalam fikih, ushul fiqih, dan bahasa Arab.”

Ibnu Nashiruddin ad-Dimasyqi –rahimahullah– berkata, “Ia menguasai banyak disiplin ilmu, terutama tafsir dan ushul, baik yang tersurat maupun tersirat.”

As-Suyuthi –rahimahullah– berkata, “Ia telah menulis karya, berdiskusi, berijtihad, dan menjadi salah satu imam besar dalam bidang tafsir, hadis, fikih, ushul, dan bahasa Arab.”

Karya-karya

Ibnul Qayyim menguasai banyak bidang ilmu, dan hal ini tercermin dari karya-karyanya yang telah menjadi rujukan dan bermanfaat bagi orang yang sepaham maupun yang berbeda pandangan.

Berikut sebagian karya Ibnu Qayyim al-Jauziyah:

  • Ijtima’ al-Juyush al-Islamiyyah ‘ala Ghazw al-Mu’aththilah wa al-Jahmiyyah
  • Ahkam Ahl adz-Dzimmah
  • I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin
  • Ighatsat al-Lahfan min Mashayid asy-Syaithan
  • Bada’i’ al-Fawaid
  • Al-Jawab al-Kafi (dikenal dengan ad-Da’ wa ad-Dawa’)
  • Jala’ al-Afham fi ash-Shalati wa as-Salam ‘ala Khair al-Anam
  • Hadi al-Arwah ila Bilad al-Afrah
  • Rawdat al-Muhibbin wa Nuzhat al-Musytaqin
  • Ar-Ruh
  • Zad al-Ma’ad fi Hady Khair al-‘Ibad
  • Syifa’ al-‘Alil fi Masail al-Qadha’ wa al-Qadar wa al-Hikmah wa at-Ta’lil
  • Al-Furusiyyah
  • Al-Fawaid
  • Al-Kafiyah asy-Syafiyah fi Intishar li al-Firqah an-Najiyah (juga dikenal sebagai Qashidah Nuniyyah)
  • Al-Kalam ‘ala Mas’alah as-Sama’
  • Madarij as-Salikin bayna Manazil Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in
  • Miftah Dar as-Sa’adah wa Mansyur Wilayah Ahl al-‘Ilm wa al-Iradah
  • Al-Manar al-Munif fi ash-Shahih wa adh-Dha’if
  • Hidayah al-Hayara fi Ajwibah al-Yahud wa an-Nasara
  • Al-Wabil ash-Shayyib min al-Kalim at-Tayyib

Cobaan dan keteguhan

Ibnu Qayyim al-Jauziyah pernah dipenjara bersama gurunya, Ibnu Taimiyah, pada penahanan terakhir. Saat itu, ia dipisahkan dari gurunya, dihinakan, diarak di atas unta, dan dipukul dengan cambuk pada tahun 726 H. Ia baru dibebaskan setelah wafatnya gurunya pada tahun 728 H.

Ia juga pernah dipenjara karena mengingkari kebiasaan menziarahi kuburan Nabi Ibrahim (di Hebron) dengan melakukan perjalanan khusus.

Ibnu Rajab –rahimahullah– berkata, “Ia pernah diuji dan disakiti beberapa kali.”

Wafat

Ibnu Qayyim al-Jauziyah –rahimahullah– wafat pada malam Kamis, 23 Rajab tahun 751 H. Ia dimakamkan di Damaskus, di pemakaman Bab ash-Shaghir.

Semoga Allah merahmatinya, menempatkannya di surga Firdaus, dan mengumpulkan kita bersamanya di tempat yang mulia bersama para nabi, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang saleh. Dan mereka adalah sebaik-baik teman.

Baca juga: Biografi Imam Malik bin Anas

***

Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan

Artikel Muslim.or.id

 

Catatan kaki:

Diterjemahkan dan diringkas oleh penulis dari web https://www.al-amen.com/vb/showthread.php?t=3912


Artikel asli: https://muslim.or.id/106461-biografi-ibnu-qayyim-al-jauziyah.html