Fikih Jual Beli Kredit (Bag. 8)
Syarat-syarat jual beli kredit (lanjutan)
Masih pada syarat-syarat yang berkaitan dengan ‘iwadh (nilai dan barang) pada transaksi jual beli kredit.
Syarat keempat: Barang harus diserahkan di awal [1]
Di antara syarat dalam jual beli kredit yaitu barang harus diserahkan di awal dan bukan diberikan di akhir. Ini termasuk syarat yang sangat penting. Karena jika barang diserahkan di akhir, hal ini termasuk dalam jual beli utang dengan utang.
Setidaknya ada beberapa kategori dalam jual beli,
Deksripsi | Kategori | Hukum | |
Uang diberikan di awal | Barang diberikan di awal | Jual beli pada umumnya | Boleh |
Uang diberikan di awal | Barang diberikan di akhir | Jual beli dengan akad Salam | Boleh (dengan syarat uang diberikan di awal secara tunai dan tidak boleh dicicil/utang) |
Uang diberikan di akhir | Barang diberikan di awal | Jual beli kredit | Boleh (dengan syarat barang tidak boleh diakhirkan) |
Uang diberikan di akhir | Barang diberikan di akhir | Jual beli utang dengan utang | Tidak diperbolehkan |
*Maksud diberikan di awal adalah uang/barang diberikan secara kontan pada saat transaksi, sedangkan maksud diberikan di akhir adalah uang/barang ditunda pemberiannya.
Dari tabel di atas, dapat dipahami bahwa dalam jual beli, uang dan barang tidak boleh diakhirkan. Karena ini termasuk dalam jual beli utang dengan utang. Dalam transaksi akad salam misalnya, ketika sudah akad, maka uang harus diserahkan di awal oleh pembeli dan tidak boleh ditunda pembayarannya. Setelah itu, pembeli menunggu barangnya diberikan di kemudian hari sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak.
Begitupun dengan jual beli kredit, tidak boleh jika uang diberikan secara dicicil (kredit). kemudian barang pun ditunda pemberiannya. An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menuturkan,
لا يجوز بيع النسيئة بنسيئة بأن يقال : بعني ثوباً في ذمتك بصفته كذا إلى شهر كذا بدينار مؤجل إلى وقت كذا، فيقول : قبلت، وهذا فاسد بلا خلاف.
“Tidak diperbolehkan jual beli yang tertunda (utang) dengan yang tertunda (utang). Seperti misalnya seseorang mengatakan, ’Jual lah sehelai pakaian yang ada padamu dengan model begini dan begitu dan diserahkan pada bulan sekian, yang akan saya bayar dengan satu dinar (utang) pada waktu yang akan datang.’ Kemudian ia (pihak yang ditawari) mengatakan, ’Saya terima’. Maka transaksi ini fasid (rusak) tanpa ada perselisihan para ulama.” [2]
Kembali lagi, ini termasuk jual beli utang dengan utang yang terlarang. Dari sahabat Abdullah bin ‘Umar radiyallahu ‘anhu, beliau berkata,
نَهَى عَنْ بَيْعِ الْكَالِئِ بِالْكَالِئِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli yang tertunda (utang) dengan yang tertunda.” (Diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni, Al-Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah, dan lainnya)
Abu ‘Ubaid berkata, yang dimaksud dengan “Al-Kaali’ bil Kaali’” adalah menjual yang tertunda dengan pembelian yang tertunda (dicicil). [3]
Hadis di atas dinilai sebagai hadis yang dha’if (lemah) oleh para ulama. Di antaranya, Imam Ahmad rahimahullah berkata,
لَيْسَ فِي هَذَا حَدِيْثٌ يَصِحُّ
“Tidak ada hadis sahih dalam hal ini.” [4]
Kendati hadis ini adalah hadis yang dha’if, namun ijma’ (sepakat) para ulama menerima hadis ini dikarenakan maknanya adalah makna yang benar. [5] Di antara yang membenarkan makna ini adalah Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. [6]
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
والكالئ هو المؤخر الذي لم يقبض بالمؤخر الذي لم يقبض وهذا كما لو أسلم شيئا في شيء في الذمة وكلاهما مؤخر فهذا لا يجوز بالاتفاق وهو بيع كالئ بكالئ.
“Al-Kaali’ adalah jual beli (barang) yang ditunda penyerahannya dan belum diterima dengan (uang) yang ditunda penyerahannya dan belum diterima. Hal ini seperti seseorang menunda penyerahan (suatu barang) dengan (uang) yang tertunda pula. Kedua-duanya tertund. Sehingga ini tidak diperbolehkan menurut kesepakatan para ulama. Inilah yang dinamakan jual beli Al-Kaali’ bil Kaali’.” [7]
Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan,
فإن المنهي عنه قد اشتغلت فيه الذمتان بغير فائدة، فإنه لم يتعجَّل أحدهما ما يأخذه، فينتفع بتعجُّله، وينتفع صاحب المؤخَّر بربحه، بل كلاهما اشتغلت ذمته بغير فائدة.
“Sebab sesungguhnya yang dilarang dalam (jual beli Al-Kaali’ bil Kaali’) adalah dikarenakan padanya terdapat dua pihak yang terikat tanpa ada manfaat (yang segera diterima). Tidak ada di antara kedua belah pihak yang bersegera untuk mengambil manfaatnya, baik dari penerima ataupun yang menyerahkan. Sehingga keduanya dapat merasakan manfaat dari penerimaannya yang segera (di awal akad). Yang ada, keduanya sama-sama terikat tanggunannya tanpa ada manfaat yang diterima.” [8]
Terdapat perselisihan para ulama dalam memahami makna Al-Kaali’ bil Kaali’ dalam riwayat di atas. Namun, pendapat yang terkuat adalah pendapat yang diutarakan oleh Syekhul Islam Ibnu Taimiyah dan muridnya, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahumallah.
Sehingga dapat diketahui bahwasanya dalam jual beli kredit, tidak diperbolehkan barang diserahkan di akhir atau ditunda penyerahannya. Karena termasuk jual beli utang dengan utang. Jika memang barang tidak bisa diserahkan di awal akad, maka silahkan pilih opsi yang lain, yaitu dengan menggunakan akad salam, tentunya dengan syarat pembayaran harus diberikan secara cash di awal.
Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
[Bersambung]
Kembali ke bagian 7 Lanjut ke bagian 9
***
Depok, 15 Zulhijah 1446/ 10 Juni 2025
Penulis: Zia Abdurrofi
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
- Al-Bay’u bit Taqsith Ahkaamuhu wa Atsaaruhu fil Fiqhil Islamiy, karya Dr. Abdunnur Farih Ali.
- Al-Mumti’ Fi Syarhil Muqni’, karya Abul Barakat Ibnul Munajja.
- Majallah Majma’ Al-Fiqhi Al-Islamiy.
- Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, karya Syekh bin Baz rahimahullah.
- Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, karya Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
- I’laamul Muwaqqi’in, karya Ibnul Qoyyim rahimahullah.
Catatan kaki:
[1] Al-Bay’u bit Taqsith Ahkaamuhu, hal. 134.
[2] Al-Bay’u bit Taqsith Ahkaamuhu, hal. 135; dinukil dari Al-Majmu’ Syarhul Muhadzab.
[3] Al-Mumti’ fi Syarhil Muqni’, 2: 500.
[4] Majallah Majma’ Al-Fiqhi Al-Islamiy, 11: 117; dinukil dari Naylul Author, karya Asy-Syaukani.
[5] Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 19: 43.
[6] Majallah Majma’ Al-Fiqhi Al-Islamiy, 11: 117.
[7] Majmu’ Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 20: 512.
[8] I’laamul Muwaqqi’in, 2: 243.
Artikel asli: https://muslim.or.id/106404-fikih-jual-beli-kredit-bag-8.html