Berpegang Teguh Pada al-Quran dan Sunnah
BERPEGANG TEGUH PADA AL-QUR’AN DAN SUNNAH
Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya. Amma ba’du:
Allah azza wa jalla telah menyebutkan didalam firman -Nya:
وَٱعۡتَصِمُواْ بِحَبۡلِ ٱللَّهِ جَمِيعٗا وَلَا تَفَرَّقُواْۚ [ ال عمران: 103 ]
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai”. [al-Imran/3: 103].
Al-hafidh Ibnu Katsir menjelaskan: “Maksud firman Allah Shubhanahu wa ta’alla: “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali Allah”. Ada yang mengartikan maksud tali Allah Shubhanahu wa ta’alla ialah dengan mengesakan -Nya. Ada lagi yang mengatakan maksudnya berpegang pada al-Qur’aIbnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan: ‘Berpegang teguhlah kalian dengan agama Allah Shubhanahu wa ta’alla‘. Sedang Ibnu Mas’ud mengatakan: “Yang dimaksud ialah al-Jama’ah”. [1] Adapun makna firman Allah ta’ala: “Dan janganlah kamu bercerai berai”. Artinya Allah Shubhanahu wa ta’alla‘menyuruh mereka supaya berjama’ah dan melarang untuk bercerai berai.
Kalau kita cermati, akan kita jumpai ada begitu banyak nash yang melarang kita untuk bercerai berai dan perintah untuk selalu berkumpul dan bersatu. Diantaranya Allah ta’ala menyindir orang-orang yang berpecah belah dengan mengatakan:
إِنَّ ٱلَّذِينَ فَرَّقُواْ دِينَهُمۡ وَكَانُواْ شِيَعٗا لَّسۡتَ مِنۡهُمۡ فِي شَيۡءٍۚ [ الأنعام: 159 ]
“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama -Nya dan mereka menjadi bergolongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu kepada mereka”. [al-An’am/6: 159].
Dalam shahih Muslim dibawakan sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إِنَّ اللَّهَ يَرْضَى لَكُمْ ثَلاَثًا وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًا فَيَرْضَى لَكُمْ أَنْ تَعْبُدُوهُ وَلاَ تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَأَنْ تَعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَيَكْرَهُ لَكُمْ قِيلَ وَقَالَ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ» [أخرجه مسلم]
“Sesungguhnya Allah meridhoi kalian tiga perkara dan membenci kalian tiga perkara pula; Allah meridhoi kalian bila kalian menyembah–Nya dengan tidak menyekutukan dengan –Nya sesuatu apapun. Berpegang tegung kepada tali Allah dan tidak berpecah belah. Dan membenci kalian berkata sia-sia, banyak bertanya dan membuang-buang harta“. HR Muslim no: 1715.
Dan yang dimaksud untuk berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Sunah ialah berpegang teguh dengan keduanya sesuai dengan pemahaman para salaf sholeh yaitu para sahabat dan tabi’in yang mengikuti mereka dengan baik serta para imam kaum muslimin. Sebagaimana di peringatkan dengan tegas oleh Allah ta’ala melalui firman -Nya:
وَمَن يُشَاقِقِ ٱلرَّسُولَ مِنۢ بَعۡدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ ٱلۡهُدَىٰ وَيَتَّبِعۡ غَيۡرَ سَبِيلِ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ نُوَلِّهِۦ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصۡلِهِۦ جَهَنَّمَۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرًا [ النساء: 115 ]
“Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. [an-Nisaa’/4: 115].
Adapun akan adanya perpecahan di dalam tubuh umat maka jauh-jauh hari telah diperingatkan oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits shahih yang dikeluarkan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « افترقت اليهود على إحدى وسبعين فرقة, وافترقت النصارى على ثنتين وسبعين فرقة؛ وستفترق هذه الأمة على ثلاث وسبعين فرقة كلها في النار الا واحدة. قيل: من هم يا رسورل الله؟ قال: ما أنا عليه وأصحابي » [أخرجه أحمد والترمذي و ابن ماجه]
“Orang-orang Yahudi telah berpecah belah menjadi tujuh puluh satu golongan, dan orang Nashrani telah berpecah belah menjadi tujuh puluh dua kelompok, dan akan berpecah belah pada umat ini menjadi tujuh puluh tiga kelompok, seluruhnya akan masuk ke dalam neraka kecuali satu”. Ditanyakan pada beliau: “Siapakah mereka itu, wahai Rasulallah? Beliau menjelaskan: “Orang-orang yang menempuh agamanya seperti yang aku dan para sahabatku jalani saat ini“. HR Ahmad 14/142 no: 8396. at-Tirmidzi no: 2641. Ibnu Majah no: 3992. Dinyatakan shahih oleh al-Bushairi dan al-Albani dalam ash-Shahihah no: 203, 204, dan 1492.
Sahabat Abdullah bin Mas’ud memberikan petuahnya: “Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla memperhatikan hati-hati para hamba -Nya, maka di dapati hati Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam merupakan hati terbaik yang ada di kalangan para hamba, sehingga Allah Shubhanahu wa ta’alla memilih untuk diri-Nya lalu mengutus untuk mengemban risalah. Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla memperhatikan hati para hamba setelah hati Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka di dapati hati-hati para sahabat yang terbaik di antara hati para hamba yang lainnya. Sehingga Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan mereka sebagai pembantu nabi -Nya yang rela berkorban demi tegak agama-Nya”.[2]
Dalam kesempatan lain beliau menegaskan: “Barangsiapa di antara kalian yang ingin mengambil suri tauladan, hendaknya kalian menjadikan orang yang telah meninggal, sebab orang yang masih hidup tidak selamat dari fitnah yang menimpa. Mereka itu adalah para sahabat nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, generasi terbaik yang pernah ada di umat ini, yang paling suci hatinya, paling dalam keilmuannya, dan paling ringan dalam pembebanan diri. Allah ta’ala memilih mereka untuk menemani nabi -Nya, dan untuk menegakan agama -Nya. Maka ketahuilah oleh kalian akan keutamaan mereka lalu ikutilah jejak mereka dan berpegang teguhlah dengannya semampu kalian, mulai dari akhlak dan perjalanan hidupnya, karena sesungguhnya mereka berada diatas petunjuk dan jalan yang lurus”. [3]
Ada begitu banyak ayat dan hadits yang menyuruh dan mendorong kita untuk berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Sunah. Diantaranya ialah firman Allah ta’ala:
ٱتَّبِعُواْ مَآ أُنزِلَ إِلَيۡكُم مِّن رَّبِّكُمۡ وَلَا تَتَّبِعُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَۗ قَلِيلٗا مَّا تَذَكَّرُونَ [ الأعراف: 3 ]
“Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain -Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (daripadanya)”. [al-A’raaf/7: 3].
Dalam ayat lain Allah ta’ala juga menyuruh kita untuk berpegang dengan al-Qur’an dan sunah, Allah ta’ala berfirman:
فَٱسۡتَمۡسِكۡ بِٱلَّذِيٓ أُوحِيَ إِلَيۡكَۖ إِنَّكَ عَلَىٰ صِرَٰطٖ مُّسۡتَقِيمٖ [ الزخرف: 43 ]
“Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada di atas jalan yang lurus”. [az-Zukhruf/43: 43].
Allah Shubhanahu wa ta’alla juga menyinggung hal tersebut dalam firman -Nya:
ثُمَّ جَعَلۡنَٰكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ [ الجاثية: 18 ]
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”. [al-Jaatsiyah/45: 18].
Dengan berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Sunah bisa menjadi penjaga seorang hamba dari kesesatan dan sebagai petunjuk kebenaran baginya. Seperti yang di riwayatkan oleh Imam Muslim dan al-Hakim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan: “Bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَقَدْ تَرَكْتُ فِيكُمْ مَا لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُ إِنِ اعْتَصَمْتُمْ بِهِ كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَة نَبِيهِ » [أخرجه مسلم والحاكم]
“Sungguh telah aku tinggalkan pada kalian sesuatu yang tidak akan menjadikan kalian tersesat selagi kalian berpegang teguh denganya yaitu al-Qur’an dan Sunah nabiNya“. HR Muslim no: 1218.
Dalam redaksinya al-Hakim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salalm bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إني قد تَرَكْتُ فِيكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا بَعْدَهُمَا : كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّتِي » [أخرجه الحاكم ]
“Sesungguhnya telah aku tinggalkan pada kalian dua perkara yang tidak akan tersesat selagi (kalian) berpegang teguh dengan keduanya yaitu al-Qur’an dan sunahku“. HR al-Hakim 1/284. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam shahihul Jami’ no: 2937.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan: “Bagi setiap muslim untuk tidak bicara tentang permasalahan agama kecuali bila sesuai dengan apa yang di bawa oleh Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak mencoba untuk berbicara tanpa didasari dengan ilmu, namun, perhatikan apa yang beliau ucapkan, sehingga ucapannya bisa sejalan dengan apa yang beliau ucapkan, dan amalnya mengikuti perintahnya.
Itulah yang dilakukan oleh para sahabat serta orang-orang yang mengikuti metode mereka, dari kalangan para tabi’in, yang mengikuti mereka dengan baik, dari para imam kaum muslimin. Sehingga kita dapati tidak ada seorangpun diantara mereka yang pendapatnya bertabrakan dengan dalil. Tidak pula membikin agama baru selain yang dibawa oleh Rasulallah Shalallahu ‘alaihhi wa sallam. Maka bagi siapa saja yang ingin mengetahui tentang agama serta isinya, hendaknya melihat pada ucapan Allah Shubhanahu wa ta’alla dan Rasul -Nya. Darinya ia mempelajari agama dan dengannya dia berbicara, mengkaji dan merenungi, serta mengambil cahaya. Inilah pokok aqidah ahlu sunah”. [4]
Barangsiapa yang mau berpegang teguh dengan agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada saat itu dan para sahabatnya dan sunahnya para khulafaur rasyidin, dirinya akan dijamin dari kesesatan. Berdasarkan hadits yang dibawakan oleh Abu Dawud dan Tirmidzi dari Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan: “Pada suatu hari Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sholat bersama kami, setelah usai beliau kemudian menghadap kepada kami lalu memberi wejangan yang sangat mendalam sehingga membuat mata menangis dan membikin hati merasa takut. Lalu ada seorang sahabat yang berkata: “Wahai Rasulallah, seakan-akan ini wejangan orang yang akan pergi, berilah kami nasehat? Beliau lalu bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى بَعْدِي اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ » [أخرجه الترمذي وأبو داود]
“Aku wasiatkan pada kalian untuk bertakwa kepada Allah, mendengar dan taat (pada pemimpin) walaupun seorang budak Habasyah. Sesungguhnya barangsiapa diantara kalian yang hidup sesudahku, dirinya akan menjumpai perselisihan yang banyak, maka wajib atas kalian berpegang dengan sunahku dan sunah para khulafaur rasyidin yang mendapat pentunjuk. Berpegang teguhlah dengannya, gigitlah dengan gigi geraham. Hati-hati kalian dari perkara yang baru dalam agama, sesungguhnya setiap perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat“. HR Abu Dawud no: 4607. at-Tirmidzi no: 2676. Beliau berkata hadits hasan shahih.
Dalam hadits lain yang dibawakan oleh Imam Ahmad dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan: “Bahwa Umar bin Khatab pernah datang kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam sambil membawa lembaran yang berisi Injil dari ahli kitab. Lantas dirinya membacanya dihadapan beliau, maka Nabi langsung murka dan bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « أَمُتَهَوِّكُونَ فِيهَا يَا ابْنَ الْخَطَّابِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ نَقِيَّةً لَا تَسْأَلُوهُمْ عَنْ شَيْءٍ فَيُخْبِرُوكُمْ بِحَقٍّ فَتُكَذِّبُوا بِهِ أَوْ بِبَاطِلٍ فَتُصَدِّقُوا بِهِ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ مُوسَى صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ حَيًّا مَا وَسِعَهُ إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِيِ » [أخرجه أحمد]
“Apalagi yang engkau butuhkan wahai Ibnu Khatab?! Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan –Nya. Sungguh aku telah datang pada kalian dengan membawa perkara yang jelas terang benderang. Janganlah kalian bertanya pada mereka (ahli kitab) tentang sesuatu, yang bisa jadi mereka mengabarkan kebenaran lantas kalian mendustakannya, atau mengabarkan kebathilan lantas kalian membenarkannya. Demi Allah, kalau seandainya Musa hidup ditengah-tengah kalian, maka tidak ada pilihan lain baginya kecuali harus mengikutiku“. HR Ahmad 23/349 no: 15156. Dinilai shahih oleh al-Albani dalam al-Irwa 6/34 no: 1589.
Sebagaimana telah maklum bahwa Nabi Allah, Isa ‘alaihi sallam, tatkala turun diakhir zaman nanti beliau tidak akan membawa syari’at baru, namun, beliau akan berhukum dengan syari’atnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu. Beliau berkata: “Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَيُوشِكَنَّ أَنْ يَنْزِلَ فِيكُمْ ابْنُ مَرْيَمَ حَكَمًا مُقْسِطًا فَيَكْسِرَ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعَ الْجِزْيَةَ وَيَفِيضَ الْمَالُ حَتَّى لَا يَقْبَلَهُ أَحَدٌ » [أخرجه البخاري ومسلم]
“Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan –Nya. Benar-benar akan turun atas kalian anak Maryam (Isa) lalu menghukumi kalian dengan adil. Menghancurkan salib, membunuh babi, dan menghapus jizyah (upeti), pada saat itu harta melimpah sehingga tidak ada orang yang mau menerima sedekah“. HR Bukhari no: 3448. Muslim no: 155.
Imam Nawawi berkata ketika menjabarkan hadits diatas: “Adapun sabdanya: “Akan menghapus jizyah“. Yang benar makna hadits ini adalah bahwasannya beliau tidak mau meneriman jizyah, dan tidak mau menerima dari orang-orang kecuali ke Islaman mereka. Dan bagi siapapun diantara mereka yang hanya membayar upeti maka itu belum dirasa cukup, karena yang beliau inginkan hanyalah keislaman mereka atau bila enggan mereka berhak untuk diperangi. Demikianlah pendapatnya Imam Abu Sulaiman al-Khatabi dan selain beliau dari kalangan para ulama”. [5]
Berkata Imam Malik: “Tidak akan baik akhir perkara umat ini kecuali dengan mencontoh kebaikan yang ada pada generasi pertama. Dan yang menjadikan baik perkara generasi pertama ialah al-Qur’an dan sunah Nabi -Nya. Diriwayatkan oleh hath-Thabari didalam Mu’jamul Kabir sebuah hadits dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “Bahwasannya beliau pernah melewati sekelompok orang yang sedang berada di dalam masjid sedang menunggu waktu sholat dengan membikin halaqah. Pada halaqah tersebut masing-masing orang memegang kerikil ditangannya, lalu ada yang memimpin yang mengatakan pada mereka: ‘Bertasbihlah kalian seratus kali, lantas merekapun bertasbih sebanyak bilangan tadi. Lalu dilanjutkan: “Bertakbirlah kalian seratus kali’, mereka pun melakukannya. Kemudian ia berkata lagi: ‘Bertahlillah seratus kali’, mereka pun bertahlil sebanyak itu.
Maka beliau menyeru kepada mereka: “Hitunglah keburukan kalian, maka saya menjamin tidak akan tersisa sedikitpun dari kebaikan kalian. Duhai celaka kalian wahai umat Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, betapa cepatnya kalian binasa! Lihat disana masih banyak para sahabat Nabi, dan ini pakaian beliau saja belum rusak bejananya juga belum pada pecah. Demi Dzat yang jiwaku berada ditangan -Nya. Bisa jadi kalian berada diatas agama yang lebih memperoleh petunjuk dibanding agamanya Muhamamd Shalallahu ‘alaihi wa sallam, atau kalian sedang membuka pintu kesesatan?
Mereka memberi alasan: “Demi Allah, wahai Abu Abdirahman, tidak ada yang kami inginkan kecuali kebaikan! Beliau berkata tegas: “Betapa banyak orang yang menginginkan kebaikan, namun dirinya tidak memperolehnya”.[6]
Ketika membaca firman Allah tabaraka wa ta’ala dalam surat al-Imran ini:
يَوۡمَ تَبۡيَضُّ وُجُوهٞ وَتَسۡوَدُّ وُجُوهٞۚ [ ال عمران: 106]
“Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri, dan ada pula muka yang hitam muram”. [al-Imran/3: 106].
Sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: “Yakni pada hari diwaktu itu ada muka yang putih berseri yaitu ahlu sunah wal jama’ah. Dan ada pula muka yang hitam muram yaitu ahli bid’ah dan firqah”.[7]
Faidah manakala kita berpegang teguh dengan al-Qur’an dan Sunah:
- Dengan berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunah akan menyelamatkan seorang hamba dari fitnah kesesatan.
- Dengan berpegan teguh pada al-Qur’an dan Sunah seorang hamba akan terjaga dari terjerumus kedalam syahwat yang haram.
- Dengan berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunah akan mengantarkan pada kejayaan umat dan kemuliaan.
- Dengan berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunah tipu daya dan pintu-pintu setan akan terbongkar.
- Dengan berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunah sebagai bukti akan kewarasan otaknya serta lurus fitrahnya.
- Dengan berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunah akan membuahkan ketenangan serta ketentraman hati.
- Dengan berpegang teguh pada al-Qur’an dan Sunah sebagai benteng untuk terjatuh dalam perbuatan bid’ah dan perkara baru dalam agama.
Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para sahabatnya.
[Disalin dari الاعتصام بالكتاب والسنة Penulis Syaikh Dr. Amin bin Abdullah asy-Syaqawi , Penerjemah : Abu Umamah Arif Hidayatullah, Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2013 – 1434]
______
Footnote
[1] Tafsir Ibnu Katsir 3/136-137.
[2] Aqidah Thahawiyah hal: 531.
[3] Jami’ul Bayan Ilmu wa Fadhlihi karya Ibnu Abdil Barr 2/97.
[4] Majmu’ Fatawa 13/62-63.
[5] Syarh Shahih Muslim 1/190.
[6] Diriwayatkan oleh beliau atsar ini dalam Mu’jamul Kabir 9/127 no: 8636.
[7] Tafsir Ibnu Katsir 3/139.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/60795-berpegang-teguh-pada-al-quran-dan-sunnah.html