Rumah Tangga Tidak Mesti dengan Cinta
Idealnya di antara yang menyertai rumah tangga adalah rasa cinta antara suami istri. Sehingga hal itu di antara faktor yang bisa menghadirkan ketenangan, kenyamanan, kasih sayang, serta keharmonisan dalam rumah tangga. Tetapi meski demikian, cinta bukanlah faktor utama dan terkuat untuk langgengnya dan hadirnya kebaikan-kebaikan dalam rumah tangga. Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu saat menjadi khalifah pernah ditanya seorang perempuan,
يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ نَشَدَنِي فَتَحَرَّجْتُ أَنْ أَكْذِبَ، فأكذب يا أمير المؤمنين؟ قال: نعم فاكذبنا، وَإِنْ كَانَتْ إِحْدَاكُنّ لَا تُحِبُّ أَحَدَنَا فَلَا تُحَدِّثْهُ بِذَلِكَ فَإِنَّهُ أَقَلُّ الْبُيُوتِ الَّذِي بُنِيَ عَلَى الْحُبِّ، وَلَكِنَّ النَّاسَ يَتَعَاشَرُونَ بِالْإِسْلَامِ وَالْأَنْسَابِ وَالْإِحْسَانِ
“Wahai Amirul Mukminin, suamiku telah menyumpahku agar aku tidak berbohong, sehingga aku merasa bersalah jika berbohong, apakah aku masih boleh berbohong wahai Amirul Mukminin?”
Maka, sahabat Umar pun menjawab, “Ya, silakan berbohong kepada kita (sebagai suami). Jika salah seorang dari kalian (para istri) tidak suka kepada seseorang dari kami, maka jangan katakan itu kepadanya!
Karena rumah tangga yang dibangun di atas rasa cinta itu sangat sedikit. Namun, manusia biasanya menjalin hubungan itu karena Islam, hubungan nasab, dan berbuat baik.” [1]
Rumah tangga yang berhasil tidak selalu dibangun di atas cinta sejati sebagaimana yang digambarkan oleh para penyair, penyanyi atau oleh para penulis novel atau yang ada di film-film. Kebanyakan rumah tangga tidak dibangun di atas cinta saja, tetapi karena Islam, anak-anak, ingin berbuat baik kepada sang wanita, ingin berbuat baik kepada kerabat, karena nasab, dan seterusnya.
Di dalam mengarungi rumah tangga, pasti tidak lepas yang namanya permasalahan, bahkan rumah tangga percontohan terbaik, yaitu rumah tangga Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam pun ada permasalahan bersama istri-istrinya. Oleh karenanya, Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam berwasiat,
لا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin (suami) membenci seorang mukminah (isterinya), karena jika dia membenci salah satu perangainya, dia pasti masih suka perangainya yang lainnya.”[2]
Demikianlah, rumah tangga tidak mesti berjalan di atas cinta, terkadang ada yang suami benci dari istrinya, maka janganlah hanya fokus dengan kekurangannya, tetapi ingatlah juga kebaikan-kebaikannya. Istrinyalah yang telah menemaninya saat hidupnya masih susah, tidak punya apa-apa. Dialah yang mengandung dan merawat anak-anaknya. Dialah yang bisa menyalurkan hasrat dengan halal. Dialah yang merawat ketika sedang sakit dan masih banyak kebaikan-kebaikannya yang perlu direnungkan sehingga bisa dilupakan kekurangan-kekurangannya. Maka, begitu pula istri, dia pasti akan mendapati kekurangan pada suami, bahkan tidak ada rasa cinta kepadanya, maka perlu dan mengingat-ingat kebaikan-kebaikan suami yang lain dan alasan-alasan untuk melanjutkan dan membangun rumah tangga agar langgeng, karena rumah tangga yang dibangun di atas rasa cinta itu sangat sedikit, tetapi bisa karena Islam, hubungan nasab, dan ingin berbuat baik.
Semoga bermanfaat.
***
Penulis: Junaidi, S.H., M.H.
(Pengajar Ma’had Ibnu Mas’ud Yogyakarta)
Artikel asli: https://muslim.or.id/100720-rumah-tangga-tidak-mesti-dengan-cinta.html