Pertanyaan:
Alhamdulillah saya rutin melakukan Salat Tahajud (di akhir malam). Hanya saja saya mengerjakan Salat Witir langsung setelah Salat Sunah Ba’diyah Isya. Hal ini karena saya khawatir Allah mencabut nyawaku sebelum melaksanakannya, dan saya khawatir tidak dapat bangun tidur, sehingga tidak bisa melaksanakannya. Apa nasihat Anda untukku? Apakah yang saya lakukan ini sudah benar?
Jawaban:
Bismillahirrahmanirrahim. Segala puji hanya bagi Allah, selawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, kepada keluarga, dan para sahabat beliau, serta orang yang mengikuti petunjuk beliau. Amma ba’du:
Salat Malam adalah salah satu ibadah terbaik dan termasuk sifat para hamba Allah yang terbaik, serta di antara sifat orang-orang bertakwa.
Allah Jalla wa ‘Ala berfirman dalam Kitab-Nya yang agung “Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu berada dalam taman-taman (surga) dan mata air-mata air. Sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam…Dan selalu memohonkan ampunan di waktu pagi sebelum fajar.” (QS. adz-Dzariyat: 15-18).
Dan Allah berfirman tentang para hamba-Nya, “Dan orang yang melalui malam hari dengan bersujud dan berdiri untuk Tuhan mereka.” (QS. al-Furqan: 64).
Anda di atas kebaikan; jadi kami nasihatkan agar Anda konsisten dan memohon agar Allah menerima amalmu.
Anda harus beristiqamah (konsisten). Namun, lebih baik bagimu untuk melakukan Salat Witir di akhir malam.
Selagi Anda melakukan Salat Tahajud di akhir malam, maka lakukan juga Salat Witir di akhir malam, dan berbaik sangkalah kepada Allah. Berbaik sangkalah kepada Allah dan bergembiralah dengan kebaikan.
Selagi Anda terbiasa melakukan kebaikan ini dengan mendirikan Salat Tahajud di akhir malam, maka lakukan juga witirmu di akhir malam.
Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadis sahih, bahwa barang siapa yang takut tidak dapat bangun di akhir malam, hendaklah melaksanakan witir di awal malam dan barang siapa yang hendak bangun di akhir malam, hendaklah dia witir di akhir malam. Karena salat di akhir malam itu disaksikan dan lebih utama.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan bahwa salat di akhir malam disaksikan (para malaikat) dan lebih utama daripada di awal malam. Dan Alhamdulillah Anda semangat untuk Salat Tahajud dan terbiasa melakukannya, maka akhirkan juga Salat Witir di akhir malam. Lalu jika Anda tidak bisa bangun tidur, salatlah di siang hari dengan jumlah rakaat yang setara, tapi dalam jumlah genap, bukan ganjil. Sebagaimana yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika beliau tidak bisa bangun tidur atau sakit. Beliau mendirikan salat sunah di siang hari 12 rakaat. Dan beliau biasa mendirikan Salat Malam 11 rakaat. Lalu jika beliau tidak bisa bangun malam atau sakit, beliau menambah satu rakaat di siang hari menjadi 12 rakaat. Demikian yang diriwayatkan Aisyah radhiyallahu ‘anha dalam Shahih Muslim.
====
إِنَّنِي وَلِلَّهِ الْحَمْدُ أَقُومُ اللَّيْلَ إِلَّا أَنَّنِي أُوْتِرُ بَعْدَ أَدَاءِ سُنَّةِ الْعِشَاءِ وَذَلِكَ خَوْفًا مِنْ أَنْ يَقْبِضَ اللَّهُ رُوحِي قَبْلَ أَدَائِهَا وَخَوْفًا مِنْ أَنْ يَغْلِبَنِيَ النَّوْمُ فَلَا أَسْتَطِيعُ أَدَاءَهَا فَبِمَاذَا تَنْصَحُونَنِي وَهَلْ مَا أَنَا عَلَيْهِ صَحِيحٌ؟
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ وَصَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنِ اهْتَدَى بِهُدَاهُ أَمَّا بَعْدُ
فَقِيَامُ اللَّيْلِ مِنْ أَفْضَلِ الْقُرُبَاتِ وَمِنْ صِفَاتِ عِبَادِ الرَّحْمَنِ الأَخْيَارِ وَمِنْ صِفَاتِ الْمُتَّقِيْنَ
قَالَ اللَّهُ جَلَّ وَعَلَا فِي كِتَابِهِ الْعَظِيمِ إِنَّ الْمُتَّقِيْنَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُوْنٍ آخِذِيْنَ مَا آتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِيْنَ كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُوْنَ
وَقَالَ تَعَالَى فِي صِفَاتِ عِبَادِ الرَّحْمَنِ وَالَّذِينَ يَبِيتُوْنَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيَامًا
فَأَنْتِ عَلَى خَيْرٍ فَنُوصِيْكِ بِالثَّبَاتِ وَسُؤَالِ اللَّهِ الْقَبُولَ
وَعَلَيْكِ بِالِاسْتِقَامَةِ وَلَكِنِ الْأَفْضَلُ لَكِ أَنْ تَجْعَلَ الْوِتْرَ آخِرَ اللَّيْلِ
مَا دُمْتِ تَقُوْمِيْنَ آخِرَ اللَّيْلِ فَاجْعَلِي الْوِتْرَ آخِرَ اللَّيْلِ وَأَحْسِنِي الظَّنَّ بِاللَّهِ أَحْسِنِي الظَّنَّ بِاللَّهِ وَأَبْشِرِيْ بِالْخَيْرِ
مَا دُمْتِ قَدْ اعْتَدْتِ هَذَا الْخَيْرَ تَقُوْمِيْنَ آخِرَ اللَّيْلِ فَاجْعَلِي وِتْرَكِ آخِرَ اللَّيْلِ
لِقَوْلِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ مَنْ خَافَ أَلَّا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوْتِرْ أَوَّلَهُ وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ فَإِنَّ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَذَلِكَ أَفْضَلُ
بَيَّنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّ صَلَاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ وَأَنَّهَا أَفْضَلُ مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ وَأَنْتِ بِحَمْدِ اللهِ تَطْمَعِيْنَ أَنْ تَقُوْمِي وَقَدِ اعْتَدْتِ الْقِيَامَ فَأَخِّرِي الْوِتْرَ في آخِرِ اللَّيْلِ وَإِذَا غَلَبَكِ نَوْمٌ صَلَّيْتِ مِنَ النَّهَارِ مَا يُقَابِلُ ذَلِكَ شَفْعًا دُونَ وِتْر كَمَا كَانَ النَّبِيُّ يَفْعَلُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا غَلَبَهُ نَوْمٌ أَوْ وَجَعٌ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً وَكَانَتْ عَادَتُهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَالِبًا إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً فَإِذَا شَغَلَهُ نَوْمٌ أَوْ مَرَضٌ زَادَ وَاحِدةً صَلَّى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً هَكَذَا رَوَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فِي صَحِيحِ مُسْلِمٍ