Dikabulkannya Doa Orang yang Dizhalimi Serta Makna Mengosongkan Hati
DIKABULKANNYA DO’A ORANG YANG DIZHALIMI DAN DALAM KESULITAN SERTA MAKNA MENGOSONGKAN HATI UNTUK ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ مُسْتَجَابَةٌ وَإِنْ كَانَ فَاجِرًا، فَفُجُورُهُ عَلَى نَفْسِهِ.
“Do’a orang yang dizhalimi adalah do’a yang selalu dikabulkan, walaupun ia orang yang selalu melakukan kemaksiatan, maka kemaksiatan tersebut hanya akan menimpa dirinya saja.”1
Jika kita merenungkan hal ini, maka kita akan menemukan bahwa orang yang berdo’a dalam keadaan seperti itu akan selalu tulus di dalam do’anya, hatinya berkonsentrasi di dalam do’a dan tidak ada satu hal pun yang melalaikannya untuk bersikeras agar do’anya dikabulkan, karena dia meyakini bahwa do’anya harus terwujud. Dan sungguh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menjelaskan di antara sebab tertolaknya do’a, beliau bersabda:
اُدْعُوا اللهَ وَأَنْتُمْ مُوقِنُونَ بِاْلإِجَابَةِ، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ لاَ يَسْتَجِيبُ دُعَاءً مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لاَهٍ
“Berdo’alah kalian kepada Allah dengan meyakini bahwa do’a kalian akan dikabulkan, dan ketahuilah bahwasanya Allah tidak akan mengabulkan do’a dari orang yang hatinya lalai dan bermain main.”2
Do’a seseorang yang hatinya lalai atau bermain-main di dalam do’anya tidak akan pernah dikabulkan, sedangkan orang yang dizhalimi hatinya tidak akan pernah lalai dalam do’anya, karena dia dalam keadaan yang sangat membutuhkan-Nya, begitu pula do’a dari orang yang sedang kesulitan, walaupun dia bukan seorang muslim,3 Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ
“Atau siapakah yang memperkenankan (do’a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo’a kepada-Nya, … .”[An-Naml/27: 62]
Tidaklah bagi orang yang berada dalam keadaan sulit berkesempatan untuk lalai dari apa yang telah menekannya, oleh karena itu ia sangat tulus ketika berada di dalam keadaan tersebut, walaupun ia adalah orang yang kufur dan ingkar.
Lalu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim menjelaskan kepada kita semua bahwa kesibukan inilah yang melalaikan seseorang dari hal yang lebih utama.
Diriwayatkan dari Jabir, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ يَصْعَدُ الثَّنِيَّةَ، ثَنِيَّةَ الْمِرَارِ، فَإِنَّهُ يُحَطُّ عَنْهُ مَا حُطَّ عَنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ وكَانَ أَوَّلُ مَنْ صَعِدَهَا خَيْلُنَا خَيْلُ بَنِي الْخَزْرَجِ ثُمَّ تَتَامَّ النَّاسُ، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: كُلُّكُمْ مَغْفُورٌ لَهُ إِلاَّصَاحِبَ الْجَمَلِ اْلأَحْمَرِ) فَأَتَيْنَاهُ فَقُلْنَا لَهُ، تَعَالَ! يَسْتَغْفِرْ لَكَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: وَاللهِ! َلأَنْ أَجِدَ ضَالَّتِي أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ يَسْتَغْفِرَ لِي صَاحِبُكُمْ
“Barangsiapa yang menaiki puncak al-Mirar (suatu tempat di antara Makkah dan Hudaibiyah melalui jalan Madinah), maka dihapus baginya apa-apa yang dihapus dari Bani Israil,” dan yang pertama kali menaikinya adalah pasukan berkuda kita, yaitu pasukan berkuda Bani al-Khazraj, kemudian yang lainnya saling menyusul, lalu Rasulullah n bersabda, “Kalian semua diampuni, kecuali pemilik unta merah,”4 lalu kami mendatanginya dan ber-kata, “Kemarilah, semoga Rasulullah n memo-honkan ampunan untukmu.” Dia berkata, “Aku lebih suka menemukan barangku yang hilang daripada dimohonkan ampun oleh Sahabat kalian (Rasulullah).” [HR. Muslim no. 2780 (12)]
Orang tersebut telah sibuk dengan barangnya yang hilang daripada mendapatkan ampunan baginya dan melakukan ketulusan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Alangkah baiknya pada kesempatan ini kita ungkapkan sebuah hadits lain dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dapat menambah jelas masalah ini, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْكُمْ مِنْ رَجُلٍ يُقَرِّبُ وُضُوءَهُ، فَيَتَمَضْمَضُ، وَيَمُجُّ، وَيَسْتَنْشِقُ، فَيَنْتَثِرُ، إِلاَّ جُرَّتْ خَطاَيَا وَجْهِهِ وَفِيْهِ وَخَيَاشِيْمِهِ، ثُمَّ إِذَا غَسَلَ وَجْهَهُ كَمَا أَمَرَهُ اللهُ، إِلاَّ جُرَّتْ خَطَايَا وَجْهِهِ مِنْ أَطْرَافِ لِحْيَتِهِ مَعَ الْمَاءِ، ثُمَّ يَغْسِلُ يَدَيْهِ إِلَى اْلِمْرفَقَيْنِ، إِلاَّ جُرَّتْ خَطَايَا يَدَيْهِ مِنْ أَطْرَافِ أَنَامِلِهِ مَعَ اْلمَاءِ، ثُمَّ يَمْسَحُ رَأْسَهُ كَمَا أَمَرَهُ اللهُ، إِلاَّ جُرَّتْ خَطَايَا رَأْسِهِ مِنْ أَطْرَافِ شَعْرِهِ مَعَ اْلمَاءِ، ثُمَّ يَغْسِلُ قَدَمَيْهِ إِلَى اْلكَعْبَيْنِ كَمَا أَمَرَهُ اللهُ، إِلاَّ جُرَّتْ خَطَايَا رِجْلَيْهِ مِنْ أَطْرَافِ أَنَامِلِهِ مَعَ اْلمَاءِ، فَإِنْ هُوَ قَامَ فَصَلَّى، فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ وَمَجَّدَ باِلَّذِي هُوَ أَهْلُهُ، وَفَرَّغَ قَلْبَهُ ِللهِ، إِلاَّ انْصَرَفَ مِنْ خَطِيْئَتِهِ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.
“Tidaklah seorang di antara kalian mendekati tempat air wudhunya, lalu dia berkumur-kumur, dan membuangnya, lalu dia memasukkan air ke dalam hidung dan membuangnya, kecuali dosa-dosa wajahnya, mulutnya dan rongga hidungnya akan dihilangkan, kemudian jika dia membasuh mukanya sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, maka berjatuhanlah dosa-dosa wajahnya dari ujung jenggotnya beserta (jatuhnya) air, kemudian ketika dia membasuh kedua tangannya sampai ke siku, maka berjatuhanlah dosa kedua tangannya dari ujung jarinya bersama jatuhnya air, kemudian ketika dia membasuh kepalanya sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah, maka berjatuhanlah dosa kepalanya dari ujung rambutnya bersama air. Kemudian jika dia membasuh kedua kakinya sampai kedua mata kaki sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, maka berjatuhanlah dosa kedua kaki dari ujung jarinya bersama jatuhnya air, jika dia berdiri untuk melakukan shalat, lalu memuji-Nya dan mengagungkan-Nya sesuai dengan kemuliaan-Nya, dan mengosongkan hatinya hanya untuk Allah, maka dia akan keluar dari semua kesalahannya seperti keadaannya saat baru dilahirkan oleh ibunya.”5
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “ فَرَّغَ قَلْبَهُ ِللهِ (Dan mengosongkan hatinya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala),” ungkapan itulah yang menjadi dalil dalam permasalahan ini, mengosongkan hati hanya untuk Allah, maksudnya adalah tidak sibuk sama sekali dengan selain-Nya. Inilah kesempurnaan ikhlas karena Allah semata, orang yang berada di dalam keadaan terzhalimi dan keadaan sulit akan selalu mengosongkan hatinya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika berdo’a, karena itu Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan permohonannya sebagai balasan atas keikhlasan hatinya untuk Allah, kemudian di antara do’a Nabi Ibrahim Alaihisssallam adalah:
لَىِٕنْ لَّمْ يَهْدِنِيْ رَبِّيْ لَاَكُوْنَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّاۤلِّيْنَ
“…Sesungguhnya jika Rabb-ku tidak memberi hidayah kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” [Al-An’aam/6: 77]
Dan do’a Nabi Nuh Alaihissallam kepada Rabb-nya:
وَاِلَّا تَغْفِرْ لِيْ وَتَرْحَمْنِيْٓ اَكُنْ مِّنَ الْخٰسِرِيْنَ
“…Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi.” [Huud/11: 47]
Ini merupakan do’a-do’a yang pasti dikabulkan, karena do’a-do’a tersebut berasal dari para hamba yang mengalami kesulitan, jika tidak dikabulkan, maka akan mengakibatkan kesesatan dan kerugian. Semua redaksi do’a ini termasuk dari do’a yang menunjukkan akan sikap mengosongkan hati hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan tidak menyibukkan diri kepada selain-Nya, semua yang ada di benaknya hanyalah harapan agar do’anya dikabulkan dengan mementingkan apa yang diungkap di dalam do’a daripada yang lainnya. Bahkan ketika syaitan memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan permohonan yang isinya adalah sebesar-besarnya kesesatan:
قَالَ رَبِّ فَاَنْظِرْنِيْٓ اِلٰى يَوْمِ يُبْعَثُوْنَ
“Berkata iblis, ‘Ya Rabb-ku (kalau begitu) maka beri tangguhlah kepadaku sampai hari (manusia) dibangkitkan.’” [Al-Hijr/15: 36]
Maka sesungguhnya syaitan mengosongkan hatinya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam permohonan tersebut, karena itu adalah do’a makhluk yang berada di dalam keadaan terdesak, di mana di dalam hatinya hanya ada permohonan tersebut. Apakah akibat da-rinya setelah semuanya mendapatkan kerugian, dan apakah hasil yang terjadi?
قَالَ فَاِنَّكَ مِنَ الْمُنْظَرِيْنَۙ ٣٧ اِلٰى يَوْمِ الْوَقْتِ الْمَعْلُوْمِ
“Allah berfirman, ‘(kalau begitu) maka sesungguhnya engkau termasuk orang-orang yang diberi tangguh sampai hari (suatu) waktu yang telah ditentukan.’” [Al-Hijr/15: 37-38]
Dan bagaimanakah rasa terima kasih yang diungkapkan syaitan kepada Rabb-nya atas do’a yang dikabulkan untuknya?
قَالَ رَبِّ بِمَآ اَغْوَيْتَنِيْ لَاُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِى الْاَرْضِ وَلَاُغْوِيَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ ٣٩ اِلَّا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِيْنَ
“Iblis berkata, ‘Ya Rabb-ku! Oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba-Mu yang ikhlas di antara mereka.’” [Al-Hijr/15: 39-40]
Maka syaitan -hanya kepada Allah kita semua memohon perlindungan darinya- mengecualikan orang-orang yang ikhlas karena mereka mengosongkan hatinya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, kemungkaran sama sekali tidak bisa menjadi perhiasan bagi mereka.
Dari kenyataan ini kita dapat memahami bahwa orang yang berdo’a di dalam keadaan terzhalimi atau dalam keadaan terdesak, hati mereka selalu dikosongkan hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala, di dalam hatinya sama sekali tidak ada hal lain yang dapat melalaikan permohonan tersebut sehingga permohonannya terwujud.
Dari kenyataan ini pula kita melihat bahwa ketiga Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak ikut perang bersama Rasulullah tanpa uzur bahwa mereka merasa bumi menjadi sempit dan jiwa mereka pun terasa sempit, inilah penyifatan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap mereka, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَّعَلَى الثَّلٰثَةِ الَّذِيْنَ خُلِّفُوْاۗ حَتّٰٓى اِذَا ضَاقَتْ عَلَيْهِمُ الْاَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ وَضَاقَتْ عَلَيْهِمْ اَنْفُسُهُمْ وَظَنُّوْٓا اَنْ لَّا مَلْجَاَ مِنَ اللّٰهِ اِلَّآ اِلَيْهِۗ ثُمَّ تَابَ عَلَيْهِمْ لِيَتُوْبُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ هُوَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ
“Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) kepada mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi meraka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. [At-Taubah/9: 118)
Inilah orang-orang yang ada di dalam keadaan terdesak dalam do’a mereka, hati-hati mereka pun dikosongkan dari segala sesuatu selain dari keridhaan Allah, sehingga bumi terasa sempit bagi mereka dan jiwa mereka pun demikian adanya, karena itu syaitan tidak dapat mengelabui mereka sedikit pun, karena mereka berpendapat harus mendapatkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala sehingga Allah menerima taubat mereka.
Berpijak dari penjelasanan ini, kita dapat mema-hami sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ، وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ عُشْرُ صَلاَتِهِ تُسْعُهَا ثُمْنُهَا سُبْعُهَا سُدْسُهَا خُمْسُهَا رُبْعُهَا ثُلْثُهَا نِصْفُهَا.
“Sesungguhnya seseorang selesai melakukan shalat sedangkan pahala shalatnya itu tidak didapatkannya kecuali sepersepuluhnya, atau sepersembilannya, atau seperdelapannya atau sepertujuhnya atau seperenamnya atau seperlimanya atau seperempatnya atau sepertiganya atau setengahnya.” 6
Pahala di dalam shalat ditulis seukuran kekhusyu’an orang tersebut yang hanya ditujukan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam shalatnya7 dan seukuran kekhusyuannya Allah menerima shalat tersebut, dan demikian pula do’a, terjadi perbedaan dalam pengabulannya, semuanya akan dikabulkan berdasarkan kekhusyu’annya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, hal itu akan terjadi kepada orang yang berada dalam keadaan terzhalimi, juga orang yang berada di dalam keadaan terdesak, karena mereka mengosongkan hatinya secara sem-purna hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Coba perhatikan lagi bagaimana keadaan pemuda beriman yang akan dilemparkan dari atas gunung? Dia telah mengosongkan hatinya hanya untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam do’anya, dia berkata, “Ya Allah! Aku serahkan mereka kepada-Mu sesuai dengan apa yang Engkau kehendaki,” kemudian adakah kesibukannya yang lain dalam berdo’a, padahal saat itu dia melihat bahwa dirinya akan dilemparkan dari atas gunung? Dengan berpijak dari kenyataan tersebut sangatlah kuat keimanan orang yang faham akan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اَلْجَنَّةُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ شِرَاكِ نَعْلِهِ وَالنَّارُ مِثْلُ ذَلِكَ
“Surga itu lebih dekat kepada salah seorang di antara kalian daripada tali sandalnya, dan begitu pula Neraka.”8
Maka sesungguhnya orang yang merasakan dengan hatinya dan melihat bahwa Surga itu sangat dekat, niscaya dia akan mengosongkan fikirannya dari selain Surga tersebut, dan siapa saja yang merasakan bahwa Neraka itu sangat dekat baginya, maka dia tidak akan sibuk kecuali dengan sesuatu yang dapat menjauhkan dirinya dari Neraka, inilah keikhlasan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sehubungan dengan masalah ini, renungkanlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:
لَوْ يَعْلَمُ الْمُؤْمِنُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنَ الْعُقُوبَةِ مَا طَمِعَ بِجَنَّتِهِ أَحَدٌ، وَلَوْ يَعْلَـمُ الْكَافِرُ مَا عِنْدَ اللهِ مِنَ الرَّحْمَةِ مَا قَنَطَ مِنْ جَنَّتِهِ أَحَدٌ.
“Seandainya seorang mukmin mengetahui siksaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka dia sama sekali tidak akan pernah mengharapkan Surga, dan seandainya seorang kafir mengetahui kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya dia tidak akan pernah putus asa akan Surga-Nya.”9
Seandainya seorang mukmin mengetahui siksaan Allah Subhanahu wa Ta’ala, niscaya dia akan mengosongkan hatinya hanya untuk Allah agar dia selamat dari siksa-Nya dan dia sama sekali tidak akan berharap akan Surga yang merupakan tujuan setiap hamba yang mukmin, Wallaahu a’lam.
[Disalin dari buku “IKHLAS: Syarat Diterimanya Ibadah” terjemahkan dari Kitaabul Ikhlaash oleh Syaikh Husain bin ‘Audah al-‘Awayisyah. Penerjemah Beni Sarbeni, Penerbit PUSTAKA IBNU KATSIR Bogor]
______
Footnote
1 Shahiihul Jaami’ (no. 3377).
2 Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 594).
3 Ini di dunia, sedangkan di akhirat hal ini tidak berlaku.
4 ‘Abdullah bin Ubay bin Salul, tokoh orang munafik.
5 Shahiihul Jaami’ (no. 5680).
6 HR. Ahmad di dalam Musnadnya, Abu Dawud dan Ibnu Hibban di dalam Shahiihnya, hadits ini terdapat di dalam kitab Shahiihul Jaami’ (no. 1622).
7 Seorang muslim dituntut pula untuk melakukan shalat se-suai dengan yang dilakukan oleh Rasulullah n di dalam berbagai gerakannya dan lain sebagainya, dan di dalam amal yang lainnya. Apabila melakukannya, tidak seperti itu (tidak sesuai dengan contoh dari Rasul) maka akan mengurangi pahala shalatnya.
8 HR. al-Bukhari.
9 HR. Muslim.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/45036-dikabulkannya-doa-orang-yang-dizhalimi-serta-makna-mengosongkan-hati.html