Beranda | Artikel
Fikih Memperbanyak Doa ketika Sujud
2 hari lalu

Berdoa merupakan bagian penting ibadah seorang mukmin. Dengan doa, dia bisa meminta kebaikan yang dia harapkan, dan dijauhkan dari kejelekan yang dia takutkan. Di sisi lain, dia juga bisa mendapatkan pahala yang banyak dengan doa itu sendiri.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الدُّعاءُ هوَ العبادةُ

Doa merupakan ibadah.” (HR. Abu Dawud no. 1479, disahihkan oleh Imam Al-Albani rahimahullah)

Berikut ini pembahasan-pembahasan ringan, namun menyeluruh (insyaAllah Ta’ala) tentang fikih memperbanyak doa ketika sujud.

Dianjurkan memperbanyak doa ketika sujud

Sesungguhnya sujud dalam salat merupakan salah satu tempat dikabulkannya doa yang harus diperhatikan dan diupayakan untuk berdoa di dalamnya. Kita diperintahkan untuk memperbanyak doa saat sujud.

Disebutkan dalam Shahih Muslim, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَقْرَبُ ما يَكونُ العَبْدُ مِن رَبِّهِ، وهو ساجِدٌ، فأكْثِرُوا الدُّعاءَ

Keadaan seorang hamba yang paling dekat dengan Tuhannya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Muslim no. 482)

Juga dalam Shahih Muslim,

ألَا وإنِّي نُهِيتُ أنْ أقْرَأَ القُرْآنَ رَاكِعًا، أوْ سَاجِدًا، فأمَّا الرُّكُوعُ فَعَظِّمُوا فيه الرَّبَّ عزَّ وجلَّ، وأَمَّا السُّجُودُ فَاجْتَهِدُوا في الدُّعَاءِ، فَقَمِنٌ أنْ يُسْتَجَابَ لَكُمْ

Ketahuilah, sesungguhnya aku dilarang membaca Al-Qur’an saat rukuk atau sujud. Adapun rukuk, maka agungkanlah Tuhan Yang Mahamulia di dalamnya, dan adapun sujud, maka bersungguh-sungguhlah dalam berdoa, karena sangat mungkin doamu akan dikabulkan.” (HR. Muslim no. 479)

Sujud yg mana? Bagaimana jika mengkhusukan sujud terakhir?

Memanjangkan sujud pada dasarnya diperbolehkan, tetapi tidak ada anjuran khusus untuk memanjangkan sujud terakhir atau sujud lainnya. Jika dilakukan sekali atau secara tidak sengaja, maka tidak masalah, tetapi jangan dijadikan kebiasaan. [1]

Syekh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah mengatakan,

“Memanjangkan sujud terakhir bukanlah sunah, karena sunahnya adalah gerakan-gerakan salat dilakukan secara berdekatan, seperti rukuk, bangkit dari rukuk, sujud, dan duduk di antara dua sujud, sebagaimana dikatakan oleh Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu,

رمقت الصلاة مع النبي صلى الله عليه وسلم فوجدت قيامه فركوعه فسجوده فجلسته ما بين التسليم والانصراف قريباً من السواء

Aku memperhatikan salat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, maka aku dapati beliau berdiri, rukuk, sujud, dan duduknya antara salam, dan beranjak (dari salat) hampir sama.’

Ini adalah yang lebih utama.’” [2]

Oleh karena itu, memperbanyak doa ketika sujud bisa dilakukan di sujud yang mana pun dari salat. Dan membiasakan untuk memanjangkan sujud khusus di terakhir saja, bukanlah sunah. Wallahu a’lam.

Doa harus dilafalkan

Nash-nash yang menunjukkan keluasan ilmu Allah Ta’ala, ketinggian, dan kesempurnaan-Nya sangat banyak. Meskipun demikian, kita diwajibkan secara syar’i untuk berdoa dengan lisan kita, kadang dengan suara pelan dan kadang di antara pelan dan keras.

Allah Ta’ala berfirman,

وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعاً وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ وَلا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ

Dan sebutlah (nama) Rabbmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 205)

Adapun keadaan di antara mengeraskan dan memelankan suara, Allah Ta’ala berfirman,

وَلا تَجْهَرْ بِصَلاتِكَ وَلا تُخَافِتْ بِهَا وَابْتَغِ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيلاً

Dan janganlah kamu mengeraskan suaramu dalam salatmu dan janganlah pula merendahkannya dan carilah jalan tengah di antara kedua itu.” (QS. Al-Isra: 110)

Nash-nash Al-Qur’an dan hadis menegaskan bahwa doa harus dilafalkan. Jika tidak, itu tidak dianggap sebagai doa. Allah Ta’ala berfirman tentang Zakariya ‘alaihis salam,

إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيّاً

Ketika ia menyeru Tuhannya dengan seruan yang lembut.” (QS. Maryam: 3)

Allah Ta’ala berfirman tentang Nuh ‘alaihis salam,

فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ

Maka, ia menyeru Tuhannya, ‘Sesungguhnya aku ini adalah orang yang dikalahkan, maka tolonglah (aku).’” (QS. Al-Qamar: 10)

Allah Ta’ala berfirman tentang Maryam ketika ia melihat Ruhul Qudus,

قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيّاً

Ia berkata, ‘Sesungguhnya aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pemurah darimu, jika kamu seorang yang bertakwa.’” (QS. Maryam: 18)

Begitu pula doa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pada hari Badar, dalam salatnya, dan dalam doanya untuk kaum mukminin, semuanya beliau lafalkan dengan kedua bibir beliau shallallahu ‘alaihi wasallam.

Adapun sekadar niat dalam hati, itu adalah hal yang baik dan diterima, tetapi itu tidak disebut sebagai doa baik dalam bahasa maupun syari’ah.[3]

Apakah boleh berdoa selain dengan bahasa Arab dalam sujud?

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berdoa selain dengan bahasa Arab dalam salat.  Sebagian dari mereka melarangnya, sementara yang lain membolehkannya. Sebagian lainnya merinci antara yang mampu berdoa dengan bahasa Arab dan yang tidak mampu. [4]

Tidak ada nash baik dari Al-Qur’an maupun hadis yang sahih, yang menegaskan salah satu pendapat ini. Namun, kemungkinan yang lebih benar [5] (InsyaAllah) adalah:

Pertama: Jika seseorang mampu berdoa dengan bahasa Arab dan memahami arti doanya, maka itu yang lebih utama. Lebih dianjurkan untuk memilih doa-doa yang ringkas yang ma’tsur (diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam).

Kedua: Jika ia tidak mampu, maka ia bisa berdoa dengan bahasa yang ia gunakan. Lebih baik jika ia memilih terjemahan doa-doa yang ringkas yang ma’tsur.

Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, ketika menjelaskan doa dalam salat,

أما الدعاء ‌المأثور ففيه ثلاثة أوجه أصحها تجوز الترجمة للعاجز عن العربية ولا تجوز للقادر

Adapun doa yang ma’tsur, maka ada tiga pendapat. Yang paling sahih adalah diperbolehkan menerjemahkannya bagi yang tidak mampu berbahasa Arab, dan tidak diperbolehkan bagi yang mampu.”  [6]

Dengan bahasa lain, dapat kita katakan, sebagaimana disampaikan oleh Syekh Shalih Al-Munajjid hafidzahullah,

أنه يجوز الدعاء بغير العربية في الصلاة ، لمن كانت هذه لغته ، لا سيما إذا شق عليه تعلم العربية. وله أن يدعو بما شاء من خير الدنيا والآخرة ، ولا يشترط أن يكون مأثورا . والله أعلم.

Diperbolehkan berdoa selain dengan bahasa Arab dalam sujud (ketika salat) bagi yang bahasa itu adalah bahasanya, terutama jika sulit baginya untuk belajar bahasa Arab. Ia boleh berdoa dengan apa saja yang ia kehendaki dari kebaikan dunia dan akhirat, dan tidak disyaratkan harus dari doa yang ma’tsur. Wallahu a’lam.” [7]

Demikian, semoga selawat dan salam senantiasa tercurah bagi Nabi Muhammad, keluarga, dan pengikut beliau.

27 Zulhijah 1445, Rumdin Ponpes Ibnu Abbas Assalafy Sragen.

***

Penulis: Prasetyo, S.Kom.


Artikel asli: https://muslim.or.id/96202-fikih-memperbanyak-doa-ketika-sujud.html