Beranda | Artikel
Orang Yang Berbahagia (Di Hari Raya)
Minggu, 24 Mei 2020

ORANG YANG BERBAHAGIA (DI HARI RAYA)

Oleh
Syaikh Dr Shalih Fauzan bin Abdullah al-Fauzan

Wahai kaum Muslimin, mari kita bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla dan bersyukur atas semua anugerah-Nya dengan menyempurnakan puasa Ramadhan. Mari kita berdoa agar Allah Azza wa Jalla menerima semua ibadah yang telah kita upayakan berupa puasa dan Qiyâmul Lail agar Allah Azza wa Jalla mengampuni semua dosa kita lakukan. Ketahuilah, sesungguhnya hari ini adalah hari Ied. Seluruh kaum Muslimin bergembira dengan anugerah yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada mereka berupa penyempurnaan puasa Ramadhan dan pelaksanaan Qiyâmul Lail. Bergembira karena Allah Azza wa Jalla telah menjadikan mereka mampu menggunakan setiap karunia-Nya dalam ketaatan-ketaatan dan amal-amal ibadah.

Hari ini adalah hari bersyukur dan dzikir, hari makan dan berbuka. Berpuasa pada hari ini hukumnya haram karena berpaling dari perjamuan Allah Azza wa Jalla dan dianggap menyelisihi perintah-Nya; dan Allah Azza wa Jalla mensyariatkan berbuka pada hari ini. Sesungguhnya tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi kota Madinah, mereka memiliki dua hari raya yang mereka gunakan untuk bermain-main, kemudian beliau bersabda: “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah memberikan ganti kepada kalian dengan dua hari yang lebih baik dari keduanya, yaitu hari Iedul Fitri dan Iedul Adha”.

Allah Azza wa Jalla telah mengganti dua hari raya yang mereka gunakan untuk bermain dan bersenda gurau dengan dua hari raya untuk berdzikir, bersyukur, meraih ampunan dan maaf.

Kaum Muslimin memiliki tiga hari raya yang dilakukan setelah menyempurnakan salah satu dari ibadah-ibadah yang agung dalam Islam.

Pertama : Hari raya yang berulang setiap pekan, yaitu hari Jum‘at. Allah Azza wa Jalla menjadikannya Ied setiap pekannya dan mensyariatkan shalat Jum’at yang agung bagi kaum Muslimin. Shalat tersebut diawali dua khutbah yang mencakup pujian kepada Allah Azza wa Jalla dan persaksian akan keesaan Allah Azza wa Jalla dan Nabi-Nya, selain untuk memberi nasehat dan peringatan. Di samping itu hari Jum’at juga merupakan hari disempurnakannya penciptaan manusia; hari itu Adam diciptakan, dimasukkan surga, dikeluarkan dari surga; hari terjadinya kiamat serta kebinasaan dunia ini.

Kedua : Iedul Fitri yang penuh berkah, datang setelah menyempurnakan puasa wajib selama Ramadhan yang Allah Azza wa Jalla jadikan sebagai rukun keempat dari rukun-rukun Islam. Mereka berhak mendapatkan ampunan dan keselamatan dari api neraka. Mereka berkumpul pada hari itu dengan penuh rasa syukur kepada Allah Azza wa Jalla, bertasbih dan bertakbir atas hidayah Allah Azza wa Jalla.

Wahai kaum Muslimin, sesungguhnya di antara ibadah yang paling agung yang disyariatkan oleh Allah Azza wa Jalla pada hari ini adalah shalat Iedul Fitri. Dalil wajibnya adalah al-Qur‘ân dan Sunnah serta ijma‘ kaum Muslimin.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّىٰ﴿١٤﴾وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّىٰ

Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama rabbnya, lalu dia shalat.[al-‘Ala/87:14-15]

Sebagian Ulama mengatakan, ( تَزَكَّىٰ = tazakka) artinya mengeluarkan sadaqah Fithri. Dan (صَلَّىٰ = shalla) artinya mengerjakan shalat Ied. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum Muslimin agar pergi keluar rumah untuk shalat, dan para wanita juga keluar dari rumah-rumah mereka untuk mengerjakan shalat Ied dan menyaksikan ibadah kaum Muslimin.

Hendaknya shalat Ied itu dilaksanakan di lapangan luas, yang dekat perumahan penduduk; sebagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu mengerjakan shalat tersebut di luar daerah. Dan tidak ada satu nukilan pun yang menyebutkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat Ied di masjid jika tidak ada udzur (kondisi darurat). Ini merupakan syiar Islam yang paling agung. Maka, tidak layak bagi seorang Muslim bermalas-malasan untuk mendatanginya serta mengucilkan diri dari jama‘ah kaum Muslimin.

Dan yang ketiga: hari besar Islam yang Allah Azza wa Jalla syariatkan adalah Iedul Adha. Dan hari raya ini merupakan yang terbesar dan paling afdhal.

Allah Azza wa Jalla mensyariatkannya setelah menyempurnakan ibadah haji yang merupakan rukun Islam kelima. Tidak ada dalam Islam hari raya selain ketiga hari raya di atas. Tidak ada hari raya maulid nabi ulang tahun atau selainnya. Karena hal itu adalah bid‘ah atau tasyabbuh dengan orang-orang kafir dan musyrik. Berapa banyak kaum Muslimin mendapatkan kemenangan yang agung dan mereka tidak membuat hal yang baru dengan membuat hari raya yang tidak pernah disyariatkan oleh Allah Azza wa Jalla.

Wahai hamba Allah Azza wa Jalla, sesungguhnya hari raya tidak dijadikan oleh Allah Azza wa Jalla untuk bersenda gurau dan bermain-main. Akan tetapi dijadikan untuk berdzikir kepada Allah Azza wa Jalla, mengerjakan ketaatan-ketaatan dan memperbanyak istighfâr kepada Allah Azza wa Jalla, tunduk kepada-Nya, bersyukur atas sempurnanya mengerjakan ibadah puasa dan qiyâmul lail serta mendekatkan diri dengan bersedekah dan menegakkan shalat.

Ketahuilah, orang yang berbahagia itu bukanlah orang yang bisa berjumpa dengan hari raya, memperindah lahiriyahnya dengan pakaian yang baru, memenuhi isi perut dengan berbagai macam makanan dan mengumbar lisannya dengan bersenda-gurau. Akan tetapi, orang itu dikatakan bahagia apabila Allah Azza wa Jalla menerima puasa dan shalatnya dan Allah Azza wa Jalla menghapus semua dosa-dosanya.

Untuk itu, janganlah kita tertipu dengan kehidupan dunia. Dan jangan pula tertipu dengan gemerlap berbagai perhiasan yang kita lihat setiap hari. Sesungguhnya perhiasan yang hakiki adalah takwa. Allah Azza wa Jalla berfirman:

يَا بَنِي آدَمَ قَدْ أَنزَلْنَا عَلَيْكُمْ لِبَاسًا يُوَارِي سَوْآتِكُمْ وَرِيشًا ۖ وَلِبَاسُ التَّقْوَىٰ ذَٰلِكَ خَيْرٌ ۚ ذَٰلِكَ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَعَلَّهُمْ يَذَّكَّرُونَ

Hai anak Adam, Sesungguhnya kami telah menurunkan kepadamu Pakaian untuk menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. dan pakaian takwa. Itulah yang paling baik. yang demikian itu adalah sebahagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu ingat.[al-A‘râf/7:26]

Kaum Muslimin rahimakumullah –semoga Allah Azza wa Jalla menerima semua amal ibadah yang telah kita lakukan pada bulan Ramadhan dan bulan-bulan sebelumnya-.

Perhatikanlah bangsa-bangsa yang ada di sekelilingmu dan kehidupan mereka yang berada di dalam kebodohon, kesesatan, agama-agama yang bathil, madzhab-madzhab yang menyimpang, kelompok-kelompok yang saling berseteru dan golongan-golongan yang menyimpang. Sungguh, Maha Benar Allah Azza wa Jalla tatkala berfirman:

فَإِنْ آمَنُوا بِمِثْلِ مَا آمَنتُم بِهِ فَقَدِ اهْتَدَوا ۖ وَّإِن تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا هُمْ فِي شِقَاقٍ ۖ فَسَيَكْفِيكَهُمُ اللَّهُ ۚ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

Maka jika mereka beriman kepada apa yang kamu telah beriman kepadanya, sungguh mereka telah mendapat petunjuk; dan jika mereka berpaling, sesungguhnya mereka berada dalam permusuhan (dengan kamu). Maka Allah akan memelihara kamu dari mereka. dan Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.[al-Baqarah/2:137]

Ini adalah sunatullâh bagi hambanya. Jika mereka meninggalkan kebenaran, mereka akan ditimpa dengan kebatilan. Hal ini tidaklah diketahui kecuali oleh orang yang hidup dalam kenikmatan Allah Azza wa Jalla. Maka kebalikan akan menampakkan lawannya, dan dengan kebalikan itulah segala sesuatu menjadi jelas/terang. Sesungguhnya tidaklah seseorang mengetahui mahalnya kesehatan kecuali ketika dalam keadaan sakit. Dan tidak ada yang mengetahui pentingnya cahaya kecuali orang yang berada dalam kegelapan.

Ketahuilah –wahai kaum Muslimin- sesungguhnya Islam bukanlah hanya nama dan nasab saja tanpa beriltizâm kepada hukum-hukumnya, menegakkan kewajiban-kewajibannya dan menjauhkan diri dari hal-hal yang bertolak belakang dengannya dan hal-hal yang menguranginya. Akan tetapi Islam itu memiliki rukun-rukun, syariat-syariat dan sunah-sunah. Ini mencakup ibadah seorang hamba kepada al-Khaliq dan mencakup ihsân (berbuat baik) kepada makhluk. Seorang Muslim adalah orang yang mengerjakan kewajiban-kewajiban dan menjauhi hal-hal yang haram. Orang Muslim adalah orang yang saudara-saudaranya selamat dari lisan dan tangan pada darah, harta dan kehormatan mereka. Maka, janganlah membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah Azza wa Jalla kecuali dengan cara yang benar. Janganlah kita menyakiti kaum Muslimin dengan berbagai macam perbuatan.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.[al-Ahzâb/33:58]

Wahai kaum Muslimin, mari kita tundukkan pandangan-pandangan kita. karena itu adalah panah iblis yang ditanam dalam hati manusia agar jatuh ke dalam kekejian. Janganlah kita melakukan isbâl pada pakaian dan sarung kita, karena semua yang melewati mata kaki berada di neraka. Marilah kita bertawadlu‘, sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak menyukai orang-orang yang sombong. Biasakanlah para wanita memakai hijâb dan jilbab serta jauh dari bercampur dengan laki-laki, menyendiri bersama sopir dan pembantu. Sesungguhnya tidak boleh seorang lelaki yang sendirian dengan seorang wanita yang tidak halal baginya kecuali setan menjadi teman ketiganya.

Janganlah kita menipu dalam jual beli dan seluruh perbuatan. Sesungguhnya menipu adalah perbuatan zhalim dan kezhaliman adalah kegelapan pada hari kiamat. Barang siapa berbuat curang kepada kaum Muslimin, maka ia bukan dari kelompok mereka. Hal itu sebagaimana terdapat dalam hadits Rasulullah, “Janganlah kalian berbuat zhalim dalam pertengkaran dan bermudah-mudah dalam sumpah dan persaksian-persaksian”.

Allah Azza wa Jalla berfirman.

إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلًا أُولَٰئِكَ لَا خَلَاقَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ وَلَا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلَا يَنظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan sumpahsumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang pedih. [Ali Imrân/3:77]

Janganlah kita sogok-menyogok dan makan riba. Sesungguhnya keduanya termasuk dosa besar. Keduanya termasuk pekerjaan yang keji yang mengakibatkan kemurkaan Allah Azza wa Jalla dan laknatnya. Ia termasuk haram dan suatu kebinasaan serta menghancurkan masyarakat.

Marilah kita bertakwa kepada Allah Azza wa Jalla. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah kitabullâh dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan sejelek-jelek perkara adalah perkara-perkara yang baru (bid’ah). Marilah kita mengikuti jamaah kaum Muslimin karena tangan Allah Azza wa Jalla di atas jamaah. Barang siapa yang menyendiri, maka dia menyendiri di neraka.[1]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 06-07/Tahun XIII/1430H/2009M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Referensi : Al-Khuthab Al-Minbariyah, Dr. Shâlih Fauzân bin ‘Abdullâh al-Fauzân, jilid 2 hlm. 367- 372. Judul artikel (di hari raya adalah tambahan -ed)


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/16902-orang-yang-berbahagia-di-hari-raya-2.html