Hakikat Iman, Kufur dan Takfir Menurut Ahlus Sunnah dan Menurut Firqah Sesat(2)
HAKIKAT IMAN, KUFUR, DAN TAKFIR MENURUT AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH DAN MENURUT FIRQAH-FIRQAH YANG SESAT(2)
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas حفظه الله
AWAL MUNCULNYA PENGKAFIRAN TANPA DALIL DI TENGAH-TENGAH UMMAT INI DAN BERBAGAI SEBABNYA
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,”Karenanya, wajib berhati-hati dalam mengkafirkan kaum Muslimin karena berbagai dosa dan kesalahan. Sebab hal itu adalah bid’ah yang pertama kali muncul dalam Islam. Para pelakunya mengkafirkan kaum Muslimin dan menghalalkan darah, dan harta mereka.”[1]
Kelompok yang pertama kali menampakkan pengkafiran tanpa haq (tanpa bukti yang benar) adalah Khawarij. Sebagian besar mereka, dahulunya adalah orang-orang yang bergabung bersama pasukan ‘Ali pada perang Shiffin. Maka tatkala ‘Ali dan Mu’awiyah Radhiyallahu anhuma bersepakat untuk melakukan tahkim (yaitu, mengangkat satu orang dari kedua belah pihak sebagai hakim atau penengah) –peristiwa ini terjadi pada bulan Ramadhan 37 H– Khawarij mengingkari (menolak) perkara tahkim ini. Mereka melampaui batas dalam pengingkarannya terhadap ‘Ali. Mereka berkata kepadanya: “Engkau telah menjadikan manusia sebagai hakim terhadap Kitabullah, tidak ada hukum kecuali milik Allah,” kemudian secara terang-terangan mereka mengkafirkannya.[2]
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada para sahabatnya mengenai Khawarij dan kemunculannya, dan beliau memotifasi mereka untuk memeranginya. Di dalam ash-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim), dari hadits ‘Ali Radhiyallahu anhu, bahwa dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سَيَخْرُجُ قَوْمٌ فِيْ آخِرِ الزَّمَانِ، أَحْدَاثُ اْلأَسْنَانِ، سُفَهَاءُ اْلأَحْلاَمِ، يَقُولُوْنَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ، لاَ يُجَاوِزُ إِيْمَانُهُمْ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُوْنَ مِنَ الدِّيْنِ مُرُوقَ السَّهْمِ مِنَ الرَّمِيَّةِ، فَأَيْنَمَا لَقِيْتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ، فَإِنَّ فِيْ قَتْلِهِمْ أَجْرًا لِمَنْ قَتَلَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِِ.
Akan keluar suatu kaum di akhir zaman. Mereka berusia muda dan berpemahaman dangkal. Mereka berkata dengan perkataan sebaik-baik makhluk. Iman mereka tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama, laksana anak panah yang melesat menuju buruannya. Maka di mana saja kalian bertemu dengan mereka, bunuhlah mereka. Karena dalam pembunuhan mereka terdapat pahala di hari Kiamat bagi orang yang membunuhnya.[3]
Imam Abu Bakar al-Khallal rahimahullah membawakan perkataan Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, bahwasanya beliau berkata: “Khawarij adalah satu kaum yang jelek. Aku tidak menyetujui adanya satu kaum yang lebih jelek daripadanya. Telah shahih hadits-hadits tentang mereka dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dari sepuluh jalan periwayatan hadits.”[4]
Khawarij adalah kelompok pertama yang dikenal dengan pengkafiran terhadap dosa besar dan pengkafiran terhadap umat Islam tanpa haq (bukti yang benar). Akan tetapi (hal ini) tidak terbatas pada mereka saja, bahkan kaum Rafidhah ikut dengan mereka, mereka lebih jelek daripada Khawarij –dalam hal pengkafiran dan selainnya dari berbagai keyakinan mereka– dimana mereka mengkafirkan orang-orang terpilih dari umat ini, yaitu para sahabat nabi. Mereka meyakini pemurtadan para sahabat (dengan sangkaan mereka) karena meninggalkan atau tidak memilih ‘Ali Radhiyallahu anhu sebagai khalifah.
Disebutkan dalam kitab al-Kafi (kitab induk Syi’ah) yang merupakan kitab paling shahih dan terpercaya menurut mereka, dari Abu Ja’far – ini hanya pengakuan mereka belaka– bahwasanya ia berkata, “Semua manusia menjadi murtad setelah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, kecuali tiga orang”. Saya berkata,“Siapa tiga orang itu?” Ia menjawab,”Al-Miqdad bin al Aswad, Abu Dzar al-Ghifari dan Salman al-Farisi.”[5]
Rafidhah adalah ahlul bid’ah yang paling ekstrim dalam pengkafiran, sehingga mereka mengkafirkan setiap orang yang menyelisihinya; karena itulah mereka mengkafirkan sebagian besar para sahabat, Tabi’in dan seluruh imam pemuka agama. Mereka tidak bersikap wara’ (tidak berhati-hati) dalam hal ini, dan hal ini sudah masyhur bagi orang yang mengetahui ‘aqidah mereka serta menelaah kitab-kitab mereka.
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,“Rafidhah mengkafirkan Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, seluruh kaum Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, yaitu orang-orang yang telah Allah Ta’ala ridhai dan mereka ridha kepada Allah Ta’ala. Dan mereka mengkafirkan sebagian besar ummat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari kalangan orang-orang terdahulu dan kemudian.”[6]
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata,”Banyak dari kalangan ahlul bid’ah, seperti Khawarij, Rafidhah, Qadariyyah, Jahmiyyah, dan Mumatstsilah (Musyabbihah). Mereka berkeyakinan sesat, yang mereka anggap benar dan mereka berpendapat bahwa orang yang telah menyelisihi mereka adalah kafir.”[7]
PENGKAFIRAN YANG TERJADI PADA ZAMAN INI DAN BERBAGAI SUMBERNYA[8]
Pada zaman ini, sungguh pemikiran takfir telah tersebar begitu dahsyat, melebihi apa yang pernah terjadi pada zaman sebelumnya. Di antara sumber dan sebab tersebarnya adalah, sebagian kelompok dakwah modern yang asasnya bukan Sunnah (ajaran) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , bahkan bercampur aduk di dalamnya berbagai bid’ah dan kesesatan, baik dikarenakan buruknya tujuan pendirinya, maupun karena kebodohan mereka tentang agama.
Di antara hasil karya dari jama’ah-jama’ah itu, yaitu munculnya kitab-kitab yang diberi nama dengan “buku-buku pemikiran” yang telah merusak ‘aqidah sebagian besar kaum Muslimin dan menyimpang dari agama yang murni. Buku-buku tersebut memandang masyarakat Islam sekarang ini adalah masyarakat Jahiliyyah yang kafir, yang melemparkan (ajaran) Islam ke belakang dan memeluk kekufuran yang nyata; tidak ada seorang pun yang selamat dari hal itu, baik pemerintah, rakyat, laki-laki dan wanita, orang tua dan pemuda. Yaitu dari apa yang memiliki pengaruh yang sangat besar dalam keberadaan generasi sekarang ini yang terdidik di atas buku-buku ini, maka tumbuhlah di dalam jiwa mereka benih-benih pengkafiran secara umum terhadap masyarakat Islam sekarang ini, sehingga menjadi ‘aqidah yang menancap kuat bagi mereka dan menjadi keyakinan. Hal ini adalah fitnah yang besar dan menimbulkan berbagai kejelekan dan kerusakan di mana-mana.
Saya tidak bermaksud membatasi dan tidak juga memperluas dalam memberikan contoh mengenai apa yang terdapat dalam kitab-kitab ini, berupa ungkapan dan perkataan-perkataan dalam pengkafiran masyarakat Islam sekarang ini. Saya hanya mengisyaratkan pada sebagian contoh dan penguat terhadap apa yang terdapat dalam buku-buku Sayyid Quthb rahimahullah, karena ia adalah pemimpin yang dibesar-besarkan di kalangan Ikhwanul Muslimin dan orang-orang yang terpengaruh dengan manhaj mereka. Juga karena buku-bukunya paling banyak tersebar dan paling banyak memberikan pengaruh daripada selainnya. Sehingga sebagian orang yang menisbatkan diri kepada Sunnah, terkena fitnahnya (mengikuti manhaj Sayyid Quthb). Sesungguhnya kitab-kitab Ikhwanul Muslimin penuh dengan berbagai ibarat (ungkapan) yang mengkafirkan para pemimpin kaum Muslimin dan masyarakat Islam sekarang ini.[9]
Di antara ucapan Sayyid Quthb tentang pengkafiran masyarakat Islami sekarang ini tanpa terkecuali, terdapat dalam kitab Ma’alim fith-Thariq,”Hakikat permasalahannya adalah permasalahan kufur dan iman, permasalahan syirik dan Tauhid, dan permasalahan Jahiliyyah dan Islam; dan ini adalah hal yang harus jelas. Sesungguhnya manusia bukanlah kaum Muslimin -sebagaimana pengakuan mereka- dan mereka hidup di kehidupan Jahiliyyah. Apabila ada di antara mereka yang senang menipu dirinya sendiri atau menipu yang lainnya, lalu ia meyakini bahwa Islam dapat tegak dengan adanya Jahiliyyah ini, maka baginya hal itu. Akan tetapi, ketertipuannya atau penipuannya tidak mengubah sedikit pun hakikat kenyataan yang ada. Ini bukanlah Islam dan mereka bukanlah kaum Muslimin.”[10]
Sebagian pembesar pemimpin Ikhwanul Muslimin meyakini hal ini dan mereka menyebutkannya dalam kitab-kitab mereka.
Al-Qardhawi berkata,”Pada fase ini telah muncul kitab-kitab asy-Syahid Sayyid Quthb yang menjelaskan fase terakhir dari pengkafirannya, yang berujung pada pengkafiran masyarakat, memutuskan hubungan dengan orang lain dan menyerukan jihad terhadap seluruh manusia.”[11]
‘Ali Juraisyah juga mengatakan, bahwa para takfiriyyin (orang yang gampang mengkafirkan orang lain), pada asalnya adalah dari kelompok Ikhwanul Muslimin, kemudian, mereka memisahkan diri dan mengkafirkan mereka (kelompok Ikhwanul Muslimin).
Sayyid Quthb berkata di dalam kitabnya, Fi Zhilalil Qur`an: “Sesungguhnya zaman berputar sebagaimana mulanya. Datang agama ini dengan La ilaha illallah, sesungguhnya manusia telah murtad kepada penghambaan kepada hamba sampai pada penyimpangan agama. Mereka telah mundur ke belakang dari kalimat La ilaha illallah . . . manusia seluruhnya termasuk di dalamnya. Orang-orang yang mengumandangkan adzan di timur dan di barat dengan kalimat La ilaha illallah, tidak ada petunjuk, tidak ada kenyataan . . . mereka lebih berat dosanya dan lebih keras siksanya pada hari Kiamat, karena mereka telah murtad menuju penghambaan kepada manusia sesudah jelas petunjuk bagi mereka, dan sesudah mereka berada di dalam agama Allah Ta’ala.”[12]
SEBAB-SEBAB MUNCULNYA PENGKAFIRAN TANPA HAQ DI TENGAH-TENGAH UMMAT ISLAM[13]
1. Bodoh terhadap hakikat agama.
Bodoh tentang agama Islam merupakan sebab yang paling besar dari para takfiriyyun (orang-orang yang suka mengkafirkan) untuk mengkafirkan kaum Muslimin tanpa dalil dan tanpa hujjah dari syari’at. Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,”Kebodohan adalah akar segala kerusakan dan kejahatan.”[14]
Ahlul bid’ah, mereka adalah, orang-orang yang bodoh dan zhalim. Sedangkan Ahlus Sunnah adalah orang yang berilmu, adil, dan sayang kepada makhluk.
2. Mengikuti hawa nafsu dan berpaling dari nash-nash syar’i.
Takfiriyyun, mereka adalah, orang-orang yang mengikuti hawa nafsu. Padahal Allah Ta’ala melarang mengikuti hawa nafsu. Allah Ta’ala berfirman.
وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ وَاحْذَرْهُمْ أَنْ يَفْتِنُوكَ عَنْ بَعْضِ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَاعْلَمْ أَنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُصِيبَهُمْ بِبَعْضِ ذُنُوبِهِمْ ۗ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ النَّاسِ لَفَاسِقُونَ
Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. [al-Maidah/5:49].
3. Takwil (penafsiran) yang rusak.
Takwil yang rusak adalah sebab yang hakiki, yang mendorong takfiriyyun mengkafirkan kaum Muslimin dengan tidak benar. Mereka menggunakan dalil dari al-Qur`an dan as-Sunnah, kemudian mereka tafsirkan menurut hawa nafsu mereka. Para ulama mengatakan bahwa at-takwil adalah sebab setiap kejelekan dan fitnah di tengah ummat Islam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengatakan,”Khawarij mentakwilkan ayat-ayat al Qur`an, yang mereka meyakininya dan menjadikan orang yang menyalahinya adalah kafir.”[15]
4. Talbis (penyamaran) setan.
Sesungguhnya setan telah menggoda dan menipu takfiriyyin untuk mengkafirkan kaum Muslimin dengan tidak benar.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Majmu’ Fatawa’ (XIII/31).
[2] Lihat al-Farqu Bainal-Firaq (halaman 51-54), al-Bidayah wan-Nihayah (VII/295), Majmu’ Fatawa’ (XIII/208).
[3] HR al Bukhari (no. 6930) dan Muslim (no. 1066).
[4] As-Sunnah, Imam Abu Bakar al-Khallal (I/145).
[5] Ar-Raudhah minal Kafi (VIII/235-236).
[6] Majmu’ Fatawa’ (XXVIII/477).
[7] Majmu’ Fatawa’ (XII/466-467).
[8] Dinukil dengan ringkas dari kitab at-Takfir wa Dhawabithuhu, Syaikh Dr. Ibrahim bin ‘Amir ar-Ruhaili, Darul Imam al-Bukhari, Cetakan I Tahun 1426 H, halaman 37-40.
[9] At-Takfir wa Dhawabithuhu, halaman 38.
[10] Ma’alim fith-Thariq, halaman 158. Dinukil dari kitab at-Takfir wa Dhawabithuhu, halaman 38-39.
[11] Aulawiyyat Harakah Islamiyyah, halaman 110. Dinukil dari kitab at-Takfir wa Dhawabithuhu, halaman 38-39.
[12] Tafsir fi Zhilalil-Qur`an (IV/2122), dinukil dari At-Takfir wa Dhawabithuhu (hal. 39).
[13] Lihat At-Takfir wa Dhawabithuhu (hal. 45-48).
[14] Al-‘Ilmu Fadhluhu wa Syarafuhu, halaman 101.
[15] Majmu’ Fatawa’ (XX/164).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/12952-hakikat-iman-kufur-dan-takfir-menurut-ahlus-sunnah-dan-menurut-firqah-sesat2.html