Sifat Sunnah Jumat
SHALAT JUM’AT
Sifat Khatib
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال: كَانَ رَسُولُ الله- صلى الله عليه وسلم- إذَا خَطَبَ احْمَرَّتْ عَيْنَاهُ، وَعَلا صَوْتُهُ، وَاشْتَدَّ غَضَبُهُ، حَتَّى كَأنَّهُ مُنْذِرُ جَيْشٍ يَقُولُ: صَبَّحَكُمْ وَمَسَّاكُمْ. أخرجه مسلم
Dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu berkata : Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam khutbah, mata beliau memerah, suaranya keras, amarahnya tinggi, sehingga seakan-akan beliau adalah panglima perang, beliau berkata : Semoga Allah memberkati pagi dan soremu. (HR. Muslim)[1].
Disunnahkan imam khutbah di atas mimbar yang bertangga tiga, apabila masuk masjid, ia naik mimbar lalu menghadap kepada jamaah dan mengucapkan salam kepada mereka, kemudian duduk hingga mu’adzzin adzan, kemudian khutbah yang pertama sambil berdiri bertolak kepada tongkat atau busur jika perlu, atau tidak berada di atas mimbar, kemudian duduk, kemudian khutbah yang kedua juga berdiri.
Sifat Khutbah.
Suatu kali membuka khutbah dengan khutbah hajah, dan di waktu lain membuka khutbah dengan lainnya, adapun teks khutbah hajah:
إنّ الحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِالله مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ الله فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لا إلَهَ إلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ {يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ} {يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا} {يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا (70) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا} أما بعد
(Amma ba’du) terkadang tidak menyebut ayat-ayat ini, sebaiknya sekali-sekali setelah (amma ba’du) mengatakan:
فَإنَّ خَيْرَ الحَدِيثِ كِتَابُ الله، وَخَيْرُ الهُدَى هُدَى مُحَمَّدٍ، وَشَرُّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلُّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ ضَلالَةٌ، وَكُلُّ ضَلالَةٍ فِي النَّارِ». أخرجه أبو داود والنسائي وابن ماجه.[2].
Tema Khutbah.
Khutbah-khutbah nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabatnya mengandung penjelasan tentang tauhid dan keimanan, menyebutkan sifat-sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala, dasar-dasar keimanan, menyebutkan nikmat-nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang menjadikan makhluknya cinta kepadanya, dan hari-harinya yang membuat mereka takut kepada adzabnya, perintah berdzikir dan bersyukur kepadanya, mencela dunia, menyebut kematian, surga, neraka, mendorong orang taat kepada Allah dan rasulnya, dan melarang mereka berbuat maksiat dsb.
Maka khatib menyebutkan tentang keagungan Allah, nama-namanya, sifat-sifatnya, nikmat-nikmatnya yang membuat makhluknya cinta kepadanya, menyuruh taat kepada Allah, bersyukur kepadanya, mengingatnya, yang membuat mereka mencintai Allah, sehingga mereka setelah shalat jum’at, mereka cinta kepada Allah dan Allah mencintai mereka, hati mereka dipenuhi keimanan dan takut kepada Allah, dan hati dan anggota badan mereka tergerak untuk berdzikir, taat, dan beribadah kepada Allah.
Disunnahkan imam memendekkan khutbah dan memanjangkan shalat sesuai dengan hadits.
عن جابر بن سَمرة رضي الله عنه قال: كُنْتُ أُصَلِّي مَعَ رَسُولِ الله- صلى الله عليه وسلم- فَكَانَتْ صَلاتُهُ قَصْداً، وَخُطْبَتُهُ قَصْداً. أخرجه مسلم
Dari Jabir bin Samurah Radhiyallahu anhu berkata: Aku shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka shalat beliau sedang, dan khutbahnya sedang. (HR. Muslim)[3].
Disunnahkan bagi khatib membaca ayat al-Qur’an dalam khutbahnya, dan sekali-kali berkhutbah dengan surat (Qaaf).
Dianjurkan bagi makmum menghadap kepada imam dengan wajah mereka apabila imam telah berada di atas mimbar untuk khutbah, karena hal itu akan lebih konsentrasi, khatib lebih semangat, dan jauh dari tidur.
Sifat sunnah Jum’at.
Setelah shalat jum’at disunnahkan shalat dua rakaat di rumahnya, dan terkadang shalat empat rakaat dengan dua kali salam, adapun jika ia shalat di masjid, maka shalat empat rakaat dengan dua salam, dan tidak ada shalat qabliyah sebelum shalat jum’at.
Berbicara di waktu khatib sedang berkhutbah merusak pahala dan berdosa, maka tidak boleh berbicara ketika khatib sedang khutbah kecuali imam, dan orang yang diajak bicara oleh imam untuk suatu maslahat, menjawab salam, dan menjawab orang yang bersin. Boleh berbicara sebelum khutbah dan setelahnya jika ada keperluan, dan haram melangkahi pudak orang pada hari jum’at ketika imam sedang khutbah.
Apabila syarat-syaratnya cukup maka mendirikan shalat jum’at di suatu kota tidak disyaratkan mendapat izin pemimpin, maka shalat jum’at didirikan baik pemimpin mengizinkan atau tidak, adapun mendirikan beberapa shalat jum’at di suatu kota, maka tidak boleh kecuali ada keperluan dan darurat setelah mendapat izin pemerintah, dan shalat jum’at didirikan di kota-kota dan desa, sedang di luar kampung tidak wajib.
Siapa yang masuk masjid ketika imam sedang khutbah maka ia tidak duduk hingga shalat dua rakaat singkat, dan siapa yang mengantuk di dalam masjid, maka sunnah berpindah dari tempatnya.
Mandi pada hari jum’at sunnah mu’akkadah, dan siapa yang badannya bau yang mengganggu malaikat dan manusia, maka ia wajib mandi, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الغُسْلُ يَومَ الجُمُعَةِ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُحْتَلِمٍ. متفق عليه.
“Mandi pada hari jum’at wajib atas setiap orang yang sudah baligh“. (Muttafaq alaih)[4]
Setelah mandi pada hari jum’at disunnahkan membersihkan diri, memakai wewangian, dan memakai pakaian yang terbagus, lalu segera pergi ke masjid di waktu pagi, mendekat kepada imam, dan shalat sedapat mungkin, memperbanyak doa, dan membaca al-Qur’an.
Yang berkhutbah adalah imam, dan boleh satu orang khutbah, dan orang lain menjadi imam sahalat jum’at kalau ada udzur.
Pada malam jum’at dan siangnya disunnahkan membaca Surat al-Kahfi, dan barangsiapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari jum’at, maka memancar cahaya darinya antara dua jum’at.
Disunnahkan bagi setiap muslim memperbanyak shalawat kepada nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap saat terutama waktu-waktu yang utama seperti malam dan siang hari jum’at.
عَن أَبِي هُرَيرَةَ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: ((مَنْ صَلَّى عَلَيَّ وَاحِدَةً، صَلَّى الله عَلَيْهِ عَشْرًا))؛ رواه مسلم
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapa yang bershalawat kepadaku satu kali, maka Allah bershalawat kepadanya sepuluh kali.” (HR. Muslim)[5].
Disunnahkan bagi imam pada rakaat pertama shalat subuh hari jum’at membaca Surat As-Sajdah, dan pada rakaat kedua membaca Surat Al-Insan.
Tidak disunnahkan bagi imam maupun makmum mengangkat tangan ketika berdoa pada waktu khutbah, kecuali apabila imam minta hujan, maka imam dan makmum mengangkat tangannya, adapun mengucapkan amin atas doa dengan suara pelan, maka itu disyari’atkan.
Disunnahkan bagi imam berdoa dalam khutbahnya, yang lebih utama mendoakan islam dan umat islam, agar mereka mendapat penjagaan, pertolongan, dan kedekatan di antara hati mereka, dsb, pada waktu berdoa, imam memberi isyarat dengan jari telunjuknya, dan tidak mengangkat kedua tangannya.
Waktu dikabulkannya doa.
Waktu dikabulkannya doa diharapkan pada saat terakhir di siang hari jum’at setelah asar, pada waktu itu disunnahkan banyak berdzikir dan berdoa, dan doa pada waktu ini sangat mungkin dikabulkan, waktunya hanya sebentar.
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- ذكر يوم الجمعة فقال: «فِيهِ سَاعَةٌ لا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ الله تَعَالَى شَيْئاً إلَّا أَعْطَاهُ إيَّاهُ». وأشار بيده يقللها. متفق عليه
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara tentang hari jum’at, beliau berkata: “Pada hari jum’at ada satu saat tidak bertepatan seorang muslim sedang berdiri shalat memohon sesuatu kepada Allah, kecuali Allah memberi permintaannya.”» beliau memberi isyarat dengan tangannya menandakan waktunya hanya sebentar. (Muttafaq alaih)[6]
Siapa yang ketinggalan shalat jum’at maka ia mengqadha’nya dengan shalat dhuhur empat rakaat, jika ia ada halangan maka ia tidak berdosa, dan jika tidak ada halangan, ia berdosa; karena ia mengabaikan shalat jum’at.
عن أبي الجعد رضي الله عنه قال: قال رسول الله- صلى الله عليه وسلم-: «مَنْ تَرَكَ ثَلاثَ جُمَعٍ تَهَاوُناً بِهَا طَبَعَ الله عَلَى قَلْبِهِ». أخرجه أبو داود والترمذي
Dari Abi al-Ja’ad Radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: «”Siapa yang meninggalkan tiga kali shalat jum’at karena mengabaikannya, maka Allah menutup hatinya» (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)[7].
Apabila hari raya jatuh pada hari jum’at, maka yang telah shalat ied tidak wajib shalat jum’at, dan mereka shalat dhuhur, kecuali imam, maka ia tetap wajib, demikian pula yang tidak shalat ied, dan jika orang yang telah shalat ied shalat jum’at, maka tidak wajib lagi shalat dhuhur.
[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Shahih Muslim no (867)
[2] Shahih riwayat Abu Dawud no: (2118), Shahih Sunan Abu Dawud no: (1860), dan Nasa’i no: (1578), Shahih Sunan Nasa’i no: (1487) dan Ibnu Majah no: ( 1892), Shahih Sunan Ibnu Majah no: (1535). Asalnya dalam riwayat Muslim no: (867) (868)
[3]. Shahih Muslim no (866)
[4] Shahih Bukhari no (858), Shahih Muslim no (846)
[5] Shahih Muslim no (408)
[6] Shahih Bukhari no: (935), ini adalah lafadznya, dan Muslim no: (852).
[7] Hadits hasan shahih, Sunan Abi Daud no (1052), ini adalah lafadznya, Shahih Sunan Abu Dawud no: (928) Tirmidzi no (500), Shahih Sunan Tirmidzi no: (414).
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/96150-sifat-sunnah-jumat.html