Shalat Tarawih
SHALAT TARAWIH
Shalat tarawih sunnah mu’akkadah, ia ditetapkan dengan perbuatan nabi saw, dan termasuk shalat sunnah yang disyari’atkan berjamaah pada bulan ramadhan.
Dinamakan shalat tarawih; karena orang-orang duduk istirahat antara setiap empat rakaat; karena mereka memanjangkan bacaan.
Waktu shalat Tarawih.
Dilakukan pada bulan ramadhan setelah shalat isya sampai terbit fajar, ia sunnah bagi orang laki-laki dan wanita, nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganjurkan shalat qiyam ramadhan dengan sabdanya:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. متفق عليه.
“Barangsiapa yang bangun malam pada bulan ramadhan karena iman dan mengaharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu“. (Muttafaq alaih)[1].
Sifat shalat Tarawih:
Imam disunnahkan memimpin umat islam shalat tarawih sebelas rakaat, atau tiga belas rakaat, setiap dua rakaat salam, dan ini yang paling utama.
سئلت عائشة رضي الله عنها كيف كانت صلاة رسول الله- صلى الله عليه وسلم- في رمضان؟ فقالت: مَا كَانَ رَسُولُ الله- صلى الله عليه وسلم- يَزِيْدُ فِي رَمَضَانَ وَلا فِي غَيْرِهِ عَلَى إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُصَلِّي أَرْبَعاً فَلا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ، ثُمّ يُصَلِّي أَرْبَعاً فَلا تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُوْلِهِنَّ، ثُمَّ يُصَلِّي ثَلاثاً… أخرجه البخاري.
Aisyah Radhiyallahu anha ditanya bagaimana shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan ramadhan? Aisyah Radhiyallahu anha menjawab : Beliau tidak pernah shalat di bulan ramadhan atau lainnya lebih dari dua belas rakaat, beliau shalat empat rakaat, maka jangan ditanya tengang bagusnya dan panjangnya, kemudian shalat empat rakaat, jangan Tanya tentang bagusnya dan panjangnya, kemudian shalat tiga rakaat. (HR. Bukhari)[2].
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: كَانَ رَسُولُ الله- صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّي مِنَ اللَّيْلِ ثَلاثَ عَشْرَةَ رَكْعةً. متفق عليه.
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat pada waktu malam tiga belas rakaat. (Muttafaq alaih)[3].
عن عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ الله- صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّي فِيْمَا بَيْنَ أَنْ يَفْرُغَ مِنْ صَلاةِ العِشَاءِ إلَى الفَجْرِ إحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً، يُسَلِّمُ بَيْنَ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ، وَيُوْتِرُ بِوَاحِدَةٍ. أخرجه مسلم.
Dari Aisyah Radhiyallahu anha, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat antara setelah selesai shalat isya’ sampai shalat subuh sebelas rakaat, beliau salam setiap dua rakaat, dan shalat witir satu rakaat. (HR. Muslim)[4].
Sunnah bagi imam shalat tarawih sebelas rakaat, atau tiga belas rakaat, di awal ramadhan dan akhirnya, akan tetapi di akhirnya (sepuluh malam terakhir) memanjangkan pada waktu berdiri, ruku’ dan sujud, karena nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bangun padanya semalam penuh, dan jika shalat lebih sedikit atau lebih banyak, maka tidak mengapa.
Yang afdhal bagi makmum shalat bersama imam hingga selesai, baik imam shalat sebelas rakaat maupun tiga belas rakaat, atau dua puluh tiga atau lebih sedikit atau lebih banyak agar ditulis baginya qiyamul lail semalam penuh, berdasarkan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ. أخرجه أبو داود والترمذي
Siapa yang shalat bersama imam hingga selesai, maka ditulis baginya qiyamul lail satu malam. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi)[5].
Yang menjadi imam pada bulan ramadhan adalah yang paling bagus bacaannya dan paling baik hafalannya, kalau tidak bisa, maka imam membaca sambil melihat qur’an, yang lebih utama imam memperdengarkan al-Qur’an kepada seluruh makmum, kalau tidak bisa maka sebagiannya.
Doa khatmul Qur’an di bulan ramadhan dan lainnya dilakukan di luar shalat bagi yang menginginkan, dan doa khatmul qur’an di dalam shalat tidak disyari’atkan; karena tidak ada riwayat yang shahih dari nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tidak pula dari salah salah satu sahabat radhiyallahu anhum.
Siapa yang biasa shalat tahajjud –yaitu shalat di akhir malam- menjadikan shalat witir setelah tahajjud, jika shalat bersama imam dan imam shalat witir, maka ia shalat witir bersamanya, jika shalat di akhir malam maka shalat genap.
Apabila wanita ingin keluar untuk shalat fardhu di masijd atau shalat sunnah, maka ia harus memakai pakaian sederhana tanpa memakai parfum.
Apabila ada dua imam yang memimpin shalat tarawih, maka orang yang shalat bersama keduanya ditulis baginya qiyamul lail penuh; karena yang kedua menjadi ganti bagi yang pertama dalam menyempurnakan shalat.
[Disalin dari مختصر الفقه الإسلامي (Ringkasan Fiqih Islam Bab : Ibadah العبادات ) Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijri Penerjemah Team Indonesia islamhouse.com : Eko Haryanto Abu Ziyad dan Mohammad Latif Lc. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2012 – 1433]
_______
Footnote
[1] Shahih bukhari no (2009), shahih Muslim no (759)
[2] Shahih bukhari no (1147)
[3] Shahih Bukhari no (1138), Shahih Muslim no (764)
[4] Shahih Muslim no (736)
[5] Sunan Abu Daud no (1375), Sunan tirmidzi no (806)
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/88395-shalat-tarawih-2.html