Istigfar: Penutup Segala Amal
Istighfar (ejaan bahasa Indonesia= istigfar) berasal dari kata kerja (bahasa Arab) istighfara–yastaghfiru yang artinya meminta ampunan. Sedangkan akar kata istighfar adalah ghafara yang berarti menutupi. Ketika seseorang telah selesai dalam melakukan suatu amalan (salat, haji, membaca Al-Qur’an, suatu majelis pertemuan), maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan untuk menutupnya dengan istigfar. Bahkan, istigfar juga berfungsi sebagai zikir, doa, penambah pahala, serta penambal amalan ibadah yang telah dikerjakan.
Mengapa beristigfar?
Manusia tidaklah terjaga dari kesalahan dan dosa karena setan selalu mengintai dan menghembuskan nafsu ke dalam dirinya yang dihiasi dengan gemerlap keindahan dunia. Allah Ta’ala berfirman,
وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ اِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّيْۗ اِنَّ رَبِّيْ غَفُوْرٌ رَّحِيْم
“Dan aku (istri Al-Aziz) tidak menyatakan diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (nafsu) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (QS. Yusuf: 53)
Terlebih pula dalam hal ibadah, tentu ketika kita melakukan berbagai ibadah tersebut banyak kekurangan. Oleh karena itu, banyak perintah di dalam Al-Qur’an maupun hadis agar kita senantiasa beristigfar seusai melakukan suatu aktivitas ibadah.
Istigfar setelah selesai salam dalam salat fardu
Dari Tsauban radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika selesai salat, beliau membaca istigfar 3 kali.
Kemudian membaca,
اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
“Allahumma antas salam wa minkas salam tabarakta yaa dzal jalali wal ikram.” (HR. Muslim no. 1362 dan Nasai no. 1345)
Istigfar setelah salat Duha
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selesai salat Duha, beliau mengucapkan,
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَتُبْ عَلَيَّ، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمِ
“Allahummaghfir-lii wa tub ‘alayya, innaka antat tawwabur rohiim.” (artinya: Ya Allah, ampunilah aku dan terimalah tobatku. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang) sampai beliau membacanya seratus kali.” (HR. Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 619. Syekh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini sanadnya sahih, (https://sunnah.com/adab:619)
Istigfar seusai haji
Setelah selesai melakukan rangkaian ibadah haji, kita pun disyariatkan untuk beristigfar. Allah Ta’ala berfirman,
فَاِذَآ اَفَضْتُمْ مِّنْ عَرَفَاتٍ فَاذْكُرُوا اللّٰهَ عِنْدَ الْمَشْعَرِ الْحَرَامِ ۖ وَاذْكُرُوْهُ كَمَا هَدٰىكُمْ ۚ وَاِنْ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلِهٖ لَمِنَ الضَّاۤلِّيْنَ
ثُمَّ اَفِيْضُوْا مِنْ حَيْثُ اَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللّٰهَ ۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Maka, apabila kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berzikirlah kepada Allah di Masy’aril Haram (di Muzdalifah), dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu. Dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (yaitu dari ‘Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 198-199)
Baca Juga: Teladan Nabi dalam Istighfar
Istigfar setelah membaca Al-Qur’an
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,
عَنْ عَائِشَةَ رضي الله عنها قَالَتْ: مَا جَلَسَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَجْلِسًا قَطُّ ، وَلَا تَلَا قُرْآنًا، وَلَا صَلَّى صَلَاةً ، إِلَّا خَتَمَ ذَلِكَ بِكَلِمَاتٍ ، قَالَتْ: فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَاكَ مَا تَجْلِسُ مَجْلِسًا ، وَلَا تَتْلُو قُرْآنًا، وَلَا تُصَلِّي صَلَاةً إِلَّا خَتَمْتَ بِهَؤُلَاءِ الْكَلِمَاتِ ؟
“Tidaklah Nabi duduk di majelis, tidak pula membaca Al-Qur’an (redaksi dari Khollaad bin Sulaiman), dan tidak pula salat, kecuali menutupnya dengan kalimat-kalimat tersebut.” Aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku melihatmu tidaklah duduk di suatu majelis, tidak juga membaca Al-Qur’an, dan tidak juga salat, kecuali engkau tutup dengan kalimat tersebut?”
قَالَ: نَعَمْ، مَنْ قَالَ خَيْرًا خُتِمَ لَهُ طَابَعٌ عَلَى ذَلِكَ الْخَيْرِ، وَمَنْ قَالَ شَرًّا كُنَّ لَهُ كَفَّارَةً: سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ، أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Beliau bersabda, “Iya, siapa yang berkata baik, akan ditutup dengan stempel kebaikan. Dan siapa yang berkata buruk, akan menjadi penghapus dosanya. Yaitu, subhanakallahumma wabihamdika asyhadu an laa ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaika.” (HR. Nasa’i dalam As-Sunan Al-Kubra 10.067, Thabrani dalam Ad-Du’a 1912, dan lain-lain dengan sedikit perbedaan redaksi)
Status hadis:
Al-Hafizh rahimahullah dalam An-Nukat (II: 733) berkata, “Sanadnya sahih.“ Al-Albani rahimahullah dalam As-Shahihah (93164) berkata, “Sanadnya sahih atas syarat Muslim.“ Syekh Muqbil rahimahullah dalam Al-Jaami’ As-Shahiiih Mimaa Laysa fis Shahihaini (II: 128) berkata, “Hadis ini sahih.“
Sebagian ulama berpendapat, jika setelah membaca Al-Qur’an langsung pergi meninggalkan majelis, maka disunahkan membaca doa kafarat (penutup majelis) tersebut. Adapun jika setelah membaca Al-Qur’an kita masih duduk di majelis, maka tidak disyariatkan sebagaimana hadis dari Ibnu Mas’ud dalam riwayat Bukhari dan Muslim.
Baca Juga: Akhir Bulan Ramadhan: Antara Tauhid dan Istighfar
Istigfar setelah selesai menunaikan majelis dan semua amalan
Dari Abu Barzah Al-Aslami, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata di akhir majelis jika beliau hendak berdiri meninggalkan majelis,
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
“Subhanakallahumma wa bihamdika asyhadu alla ilaaha illa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaik.” (artinya: Mahasuci Engkau Ya Allah. Segala pujian untuk-Mu. Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah, selain Engkau. Dan aku meminta ampunan dan bertobat pada-Mu.)
فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ لَتَقُولُ قَوْلاً مَا كُنْتَ تَقُولُهُ فِيمَا مَضَى. قَالَ « كَفَّارَةٌ لِمَا يَكُونُ فِى الْمَجْلِسِ
Ada seseorang yang berkata pada Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, engkau mengucapkan suatu perkataan yang belum pernah engkau ucapkan sebelumnya.” Beliau bersabda, “Doa itu sebagai penambal kesalahan yang dilakukan dalam majelis.” (HR. Abu Daud, no. 4857; Ahmad, 4: 425. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadis ini hasan)
Maksud sebagai penambal kesalahan adalah perkataan yang sia-sia.
Baca Juga: Perbedaan Istighfar Dan Taubat
Jangan bosan beristigfar
Tiada manusia yang tidak berdosa. Allah Ta’ala telah menjanjikan ampunan bagi siapa saja yang bertobat dan beristigfar kepada-Nya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ، وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ ، فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ
“Demi Zat yang diriku berada di tangan-Nya, jika kalian tidak berbuat dosa Allah akan hilangkan kalian dan Allah akan datangkan kaum lain yang berdosa, lalu mereka pun minta ampun kepada Allah, Allah pun ampuni dosa mereka.” (HR. Muslim)
Dari hadis di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menginginkan agar kita senantiasa memohon ampunan kepada Allah, senantiasa istigfar kepada Allah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda dalam hadis lain,
كُلُّ بَنِى آدَمَ خَطَّاءٌ، وَخَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّابُوْنَ
“Setiap anak Adam pasti berbuat salah dan sebaik-baik orang yang berbuat kesalahan adalah yang bertobat.” (HR. Tirmizi no. 2499, dalam Shahih Al-Targib)
Bahkan, Rasul kita tercinta shallallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang paling banyak beristigfar dan bertobat. Padahal beliau shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan orang yang ma’sum (terjaga dari dosa) dan dijamin diampuni dosanya baik yang telah lalu maupun yang akan datang. Nabi kita tidak pernah bosan dalam bertobat dan beristigfar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
وَاللَّهِ إِنِّى لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِى الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً
“Demi Allah. Sungguh aku selalu beristigfar dan bertobat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali.” (HR. Bukhari)
Dalam riwayat lain beliau juga bersabda,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّى أَتُوبُ فِى الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ
“Wahai sekalian manusia. Tobatlah (beristigfar) kepada Allah karena aku selalu bertobat kepada-Nya dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim)
Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja bertobat dan beristigfar sebanyak 70 hingga 100 kali dalam sehari, apalagi kita sebagai manusia biasa yang banyak dosa, lebih pantas lagi untuk beristigfar setiap saat.
Semoga Allah Ta’ala memberikan kemudahan bagi kita untuk mengikuti Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam memperbanyak beristigfar kepada Allah Ta’ala setiap hari dan setiap saat.
Baca Juga:
***
Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.
Artikel asli: https://muslim.or.id/81134-istigfar-penutup-segala-amal.html