Allah Bersama Makhluk-Nya
ALLAH BERSAMA MAKHLUK-NYA
Keyakinan seorang hamba bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa bersama makhluk-Nya akan mendorongnya menjadi orang yang selalu sadar akan posisi dirinya. Ia akan merasa terus terawasi oleh Allah, sehingga gerak geriknya selalu terkontrol dan takut terjerumus dalam perilaku menyimpang, baik penyimpangan dalam bentuk ekstrim maupun penyimpangan dalam bentuk mengabaikan. Sebaliknya keyakinan inipun mendorongnya untuk berani dan lugas, ketika harus mendakwahkan kebenaran atau mempertahankannya. Sebab ia merasa Allah senantiasa menyertai, menolong dan membelanya. Sementara itu, tidak ada seseorangpun yang dapat terbebas dari pengawasan Allah.
Berikut ini adalah ringkasan yang amat ringkas tentang penjelasan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu bersama dan menyertai makhlukNya.
Tulisan ini diringkas dari kitab Qawa’idul-Mutsla fi Shifatillah wa Asma’ihil-Husna, dengan maksud untuk menghilangkan kesalahfahaman orang tentang sifat ma’iyyah (bersamanya Allah dengan makhluk).
Berkaitan dengan masalah mai’yyah ini ada beberapa hal yang perlu dijelaskan.
Pertama. Bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memiliki sifat selalu bersama dengan makhluk-Nya, merupakan perkara yang sudah jelas berdasarkan al Qur`an, Sunnah dan Ijma’ para salaf.
Allah Azza wa Jalla berfirman:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. [al Hadid/57:4].
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.[an-Nahl/16:128].
Allah juga berfirman kepada Musa dan Harun, ketika keduanya diutus untuk berdakwah kepada Fir’aun:
قَالَ لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ
Allah berfirman: “Janganlah kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat.” [Thaahaa/20:46].
Demikian pula, Allah telah berfirman kepada Rasul-Nya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
Jikalau tidak menolongnya (Muhammad), maka sesungguhnya Allah telah menolongnya, (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekkah) mengeluarkannya (dari Mekkah) sedang dia salah seseorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. [at-Taubah/9:40].
Di samping beberapa nash di atas, para salafpun telah berijma’ untuk menetapkan sifat bersamanya Allah dengan para makhluk-Nya.
Kedua. Bahwa sifat bersamanya Allah terhadap makhluk ini adalah benar sesuai dengan hakikatnya. Akan tetapi, sifat bersaman-Nya itu adalah bersama yang sesuai dengan kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala , tidak serupa dengan bersama antar sesama makhluk.
Hal ini didasarkan pada firman Allah tentang diri-Nya:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syura42:11].
هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا
Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah). [Maryam/19:65].
وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia. [al Ikhlas/112:4].
Abu ‘Umar Ibnu ‘Abdil-Barr mengatakan: “Ahlu Sunnah telah bersepakat untuk menetapkan seluruh sifat Allah yang ada di dalam al Qur’an dan Sunnah, serta bersepakat untuk mengimaninya dan membawanya pada pengertian yang sebenarnya, tidak pada pengertian majaz (kiasan/tidak sebenarnya). Namun Ahlu Sunnah tidak mentakyif (membayang-bayangkan bentuk sesungguhnya dari) sifat-sifat tersebut, dan tidak menetapkan batasan bagi sifat-sifat Allah dengan sifat yang terbatas”.
Demikian seperti yang dinukil oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam al Fatwa al Hamawiyah yang termuat dalam Majmu’ Fatawa-nya.[1]
Ketiga. Sifat bersamanya Allah dengan para makhluk ini mempunyai pengertian, bahwa Allah; ilmu-Nya, kekuasaan-Nya, Pendengaran-Nya, Penglihatan-Nya, kesultanan-Nya, pengaturan-Nya, dan semua kewenangan lainnya, meliputi segenap makhluk.
Ini bila yang dimaksud dengan sifat bersama adalah bersama secara umum, tidak dikhususkan pada pribadi tertentu, atau pada suatu sifat tertentu. Misalnya adalah firman Allah Ta’ala:
وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنْتُمْ
Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. [Al-Hadid/57:4].
مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَىٰ ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَىٰ مِنْ ذَٰلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا
Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya.Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya.Dan tiadak (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. [al Mujadilah/58:7].
Namun jika sifat bersama itu ditujukan khusus kepada pribadi tertentu atau kepada suatu sifat tertentu, maka makna bersama di situ adalah bersama dalam arti untuk memberikan pertolongan, pembelaan, taufiq dan pelurusan.
Contoh sifat bersama yang dikhususkan pada pribadi tertentu ialah firman Allah Ta’ala kepada Musa dan Harun:
قَالَ لَا تَخَافَا ۖ إِنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَىٰ
Allah berfirman: “Jangan kamu berdua khawatir, sesungguhnya Aku beserta kamu berdua, Aku mendengar dan melihat”. [Thaahaa/20:46].
Juga firman Allah Ta’ala tentang Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا
Diwaktu dia (Muhmmad) berkata kepada sahabatnya: “Janganlah berduka cita, sesungguhya Allah bersama kita”. [at Taubah/9:40].
Sedangkan contoh sifat bersama yang dikhususkan pada suatu sifat tertentu ialah firman Allah Ta’ala:
وَاصْبِرُوا ۚ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. [al Anfal/8:46].
Dan masih banyak contoh lainnya.
Keempat. Sifat bersamanya Allah dengan makhluk ini, sama sekali tidak berarti bahwa Dzat Allah bersama-sama berbaur dengan makhluk atau menempat di tempat-tempat mereka.
Jadi Allah yang senantiasa bersama makhluk-Nya itu, sama sekali tidak menunjukkan pembauran dan percampuran dengan makhluk, ditinjau dari sudut manapun. Sebab faham yang demikian adalah faham yang batil. Mustahil bagi Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Luhur. Tidak mungkin makna yang dikandung dari kalam Allah dan kalam RasulNya merupakan makna yang batil.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam Kitab al Aqidah al Wasithiyah berkata:
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :
ۖ وَهُوَ مَعَكُمْ
(Dan Allah bersamamu) –QS al Hadid/57 ayat 4- tidaklah berarti bahwa Allah bercampur baur dengan makhluk-Nya. Sesungguhnya makna seperti ini tidak ditunjukkan oleh bahasa Arab. Bahkan bulan, salah satu di antara tanda kebesaran Allah Subhanahu wa Ta’ala yang merupakan salah satu makhluk Allah yang kecil, ternyata bulan itu tetap terletak di atas, namun ia bersama (menyertai) orang yang tengah dalam perjalanan dan bersama orang yang tidak sedang dalam perjalanan, dimanapun mereka berada.[2]
Tidak ada seorangpun yang memahami makna batil semacam ini, kecuali kaum hululiyah (yang berfaham manunggaling kawulo lan gusti (bersatunya Tuhan dengan makhluk) dari kalangan orang-orang Jahmiyah kuno dan orang-orang yang sefaham dengan mereka. Yaitu orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya Dzat Allah ada dimana-mana”. Maha Tinggi dan Maha Suci Allah dari perkataan keji mereka. Betapa besar kekejian perkataan yang keluar dari mulut mereka. Dan betapa dusta mereka itu.
Pernyataan kaum hululiyah ini sudah menuai bantahan dari ulama Salaf yang sempat mendengar perkataan jahat mereka.
Kelima. Sifat bersamanya Allah dengan makhluk tidak bertentangan dengan sifat Maha Tingginya Allah di atas segenap makhluk dan sifat bersemayamnya Allah di atas ‘Arasy.
Sesungguhnya sudah jelas sekali bahwa Allah memiliki sifat Maha Tinggi yang mutlak. Maha Tinggi Dzat-Nya dan Maha Tinggi Sifat-Nya.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
Dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar. [al Baqarah/2:255]
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى
Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi. [al A’la/87:1].
وَلِلَّهِ الْمَثَلُ الْأَعْلَىٰ ۚ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. [an Nahl/16:60].
Banyak sekali dalil yang menunjukkan bahwa Allah Maha Tinggi, baik dari al Qur`an, Sunnah, Ijma’, akal maupun fitrah. Namun Maha Tingginya Allah tidak bertentangan dengan ma’iyyah-Nya (bersamanya Allah dengan makhluk). Hal itu dapat dijelaskan melalui beberapa penjelasan.
- Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menggabungkan sifat Maha Tinggi di satu sisi dan sifat selalu bersama dengan makhluk di sisi lain dalam Kitab-Nya, al Qur`anul-Karim. Kitab yang ayat-ayatnya tidak mungkin bertentangan satu sama lain.
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا
Kalau sekiranya Alquran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. [an-Nisa’/4 : 82]
- Berkumpulnya sifat Maha di atas dengan sifat selalu bersama makhluk, sangat mungkin bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala . Sebab antara sifat di atas dan sifat bersama-sama juga mungkin bagi makhluk. Bulan yang berada di atas, dikatakan bersama-sama dengan manusia di muka bumi. Dan itu tidak bertentangan. Apalagi bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala .
- Jika antara sifat di atas dengan sifat bersama-sama makhluk diandaikan tidak mungkin bagi makhluk, maka tidaklah demikian bagi Allah. Bagi Allah tetap mungkin. Sebab tidak ada sesuatupun yang dapat diserupakan dengan Allah Azza wa Jalla .
- Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. [asy-Syura/42:11].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam al ‘Aqidah al Wasithiyah mengatakan: “Apa yang disebutkan dalam al Qur`an maupun Sunnah bahwa Allah Maha dekat dan Maha bersama makhluk, tidaklah bertentangan dengan apa yang disebutkan (dalam al Qur`an maupun Sunnah) bahwa Allah Maha Tinggi dan Maha di atas. Sebab tidak ada sesuatupun yang dapat menyerupai Allah dalam semua sifat-Nya. Dia Maha Tinggi, tetapi sekaligus Maha dekat. Maha Dekat sekaligus Maha Tinggi”.[3]
Demikianlah ringkasan apa yang ditulis Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah . Intinya, setiap muslim harus mengimani bahwa Allah senantiasa bersama makhluk-Nya dan senantiasa menyertai serta mengawasi mereka di manapun mereka berada. Baik berupa kesertaan umum bagi seluruh makhluk, maupun berupa kesertaan khusus bagi orang-orang tertentu yang berbentuk pembelaan, pertolongan dan taufik. Wallahu a’lam.
(Diringkas oleh Ustadz Ahmas Faiz bin Asifuddin dari kitab al Qawa’idul-Mutsla fi Shifatillah wa Asma’ihil-Husna karya Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Uttsaimin, ditahqiq dan ditakhrij hadits-haditsnya oleh Asyraf bin ‘Abdul Maqshud bin Abdur-Rahim. Penerbit Maktabah as-Sunnah, Cet. I 1411 H/1990 M).
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun X/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Lihat Majmu’ Fatawa Syaikhil Islam Ibnu Taimiyyah (V/87).
[2] Lihat Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Syarah Syaikh Shalih al Fauzan, Cet. VI-1413 H/1993 M, Maktabah al Ma’arif, Riyadh, hlm. 129, di bawah sub judul: Wujub al-Iman bi Istiwa’illah ‘ala Arsyihi wa ‘Uluwwihi ‘ala Khalqihi wa Ma’iyyatihi li Khalqihi wa Annahu laa Tanafa Bainahuma.
[3] Lihat Syarh al Aqidah al Wasithiyah, Syarah Syaikh Shalih al Fauzan, Cet. VI-1413 H/1993 M, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, hlm. 134, di bawah sub judul Wujub al-Iman bi Qurbihi min Khalqihi wa Anna Dzalika la Yunaafi ‘Uluwwahu wa Fauqiyyatahu.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/65851-allah-bersama-makhluk-nya-2.html