Antara Sabar Dan Ilmu
ANTARA SABAR DAN ILMU[1]
الصَّبْرُ أَكْبَرُ عَوْنٍ عَلَى جَمِيْعِ الأُمُوْرِ، وِالإِحَاطَةُ بِالشَّيْءِ عِلْمًا وَخَبَرًا هُوَ الَّذِي يُعِيْنُ عَلَى الصَّبْرِ
“Kesabaran merupakan faktor pendukung terbesar dalam segala hal, sementara pengetahuan terhadap sesuatu baik secara ilmu maupun pengalaman merupakan faktor pendukung kesabaran”
Kaidah ini merupakan kaidah yang sangat bermanfaat. Hal ini telah ditunjukkan oleh al-Qur’an dalam banyak tempat. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَاسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ ۚ وَإِنَّهَا لَكَبِيرَةٌ إِلَّا عَلَى الْخَاشِعِينَ
Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ [Al-Baqarah/2:45]
Maksudnya, mintalah pertolongan dalam menggapai semua keinginan dan dalam semua kondisimu dengan kesabaran. Dengan kesabaran, seorang hamba akan mudah melakukan perbuatan taat, ringan dalam menunaikan hak-hak Allâh Azza wa Jalla dan hak-hak sesama. Dengannya pula, dia akan dengan mudah meninggalkan semua hal yang diharamkan yang diinginkan oleh nafsunya. Kesabaran akan menghalangi nafsunya dari hal-hal yang diharamkan karena takut siksa dan dalam rangka menggapai ridha Allâh Azza wa Jalla . Dengan kesabaran, semua hal yang tidak disukainya akan menjadi ringan, ketika harus menghadapinya.
Namun kesabaran ini memiliki sarana yang mendasarinya. Kesabaran tidak mungkin terealisasi kecuali sarana dan alatnya itu ada. Sarana ini adalah mengetahui hal yang akan dihadapi atau yang dilakukan dengan sabar juga mengetahui keutamaan serta manfaat-manfaat yang akan dipetiknya dari sesuatu tersebut. Ketika seorang hamba mengetahui faidah yang akan didapatnya dari perbuatan taat berupa keimanan yang bertambah, kebaikan hati serta keutamaan yang semakin sempurna, juga berbagai kebaikan dan kemuliaan yang akan muncul darinya, maka tentu dia akan bersabar melakukannya. Begitu juga, jika seseorang mengetahui bahaya dan kehinaan yang akan menimpanya akibat dari melanggar hal-hal yang diharamkan serta berbagai akibat buruk yang menyertainya; tentu dia akan mudah untuk bersabar dalam menghadapi semua keadaan yang berat sekalipun.
Dengan uraian di atas kita mengetahui keutamaan ilmu. Ilmu merupakan sumber semua keutamaan. Oleh karena Allâh Azza wa Jalla menyebutkan dalam banyak ayat bahwa penyebab dari penyimpangan orang-orang yang menyimpang itu dalam hal ketaatan, maksiat dan taqdir, tiada lain adalah ketidaktahuan mereka atau minimnya pengetahuan mereka tentang tiga hal tersebut.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
Sesungguhnya yang takut kepada Allâh di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama [Fathir/35:28]
Juga firman-Nya :
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ
Sesungguhnya taubat di sisi Allâh hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allâh taubatnya [an-Nisâ’/4:17]
Bukannya mereka tidak mengetahui bahwa itu perbuatan dosa dan merupakan keburukan, tapi mereka tidak tahu akibat buruk dari dosa-dosa itu sendiri seperti berbagai bahaya serta sekian banyak hal yang bermanfaat akan sirna darinya.
Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa orang yang tidak mengetahui kandungan sesuatu, maka dia tidak akan bisa bersabar padanya. Allâh Azza wa Jalla menceritakan peristiwa antara Nabi Musa Alaihissallam yang mengutarakan keinginannya untuk belajar kepada Khidir Alaihissallam. Allâh Azza wa Jalla ceritakan peristiwa itu dalam firman-Nya :
قَالَ لَهُ مُوسَىٰ هَلْ أَتَّبِعُكَ عَلَىٰ أَنْ تُعَلِّمَنِ مِمَّا عُلِّمْتَ رُشْدًا ﴿٦٦﴾ قَالَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ﴿٦٧﴾ وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَىٰ مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا
Musa Berkata kepada Khidhr, “Bolehkah Aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?” Dia menjawab, “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersama Aku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu ?” [al-Kahfi/18:66-68]
Ketidaktahuan Musa Alaihissallam menyebabkan dia tidak bisa bersabar, meskipun dia kuat, tapi saatnya pasti dia tidak akan mampu lagi bersabar.
Allâh Azza wa Jalla menjelaskan keagungan dan kebenaran al-Qur’ân :
بَلْ كَذَّبُوا بِمَا لَمْ يُحِيطُوا بِعِلْمِهِ وَلَمَّا يَأْتِهِمْ تَأْوِيلُهُ ۚ كَذَٰلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الظَّالِمِينَ
Bahkan yang sebenarnya, mereka mendustakan apa yang mereka belum mengetahuinya dengan sempurna padahal belum datang kepada mereka penjelasannya. Demikianlah orang-orang yang sebelum mereka telah mendustakan (rasul). Maka perhatikanlah bagaimana akibat orang-orang yang zalim itu. [Yunus/10:39]
Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa orang yang mendustakan al-Qur’an itu disebabkan ketidaktahuan mereka terhadap al-Qur’an dengan benar. Seandainya mereka mengetahuinya dengan benar, maka pasti mereka sudah mengimaninya. Meskipun hujjah itu sudah tegak atas mereka, namun mereka belum memahaminya dengan benar
Allâh juga menceritakan para pembangkang yang sudah jelas mengetahui kebenaran al-Qur’ân. Allâh Azza wa Jalla berfirman :
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا ۚ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُفْسِدِينَ
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. [An-Naml/27:14]
Juga firman-Nya.
قَدْ نَعْلَمُ إِنَّهُ لَيَحْزُنُكَ الَّذِي يَقُولُونَ ۖ فَإِنَّهُمْ لَا يُكَذِّبُونَكَ وَلَٰكِنَّ الظَّالِمِينَ بِآيَاتِ اللَّهِ يَجْحَدُونَ ﴿٣٣﴾ وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَىٰ مَا كُذِّبُوا وَأُوذُوا حَتَّىٰ أَتَاهُمْ نَصْرُنَا ۚ وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ ۚ وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ
“Sesungguhnya Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allâh. Dan Sesungguhnya telah didustakan (pula) rasul-rasul sebelum kamu, akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Allâh Azza wa Jallaepada mereka. tak ada seorangpun yang dapat merobah kalimat-kalimat (janji-janji) Allâh. Sesungguhnya telah datang kepadamu sebahagian dari berita rasul-rasul itu.” [Al-An’am/6:33-34]
Maksudnya, Allâh Azza wa Jalla memberikan petunjuk kepada para hamba Allâh Azza wa Jalla untuk memohon pertolongan dalam menghadapi semua urusan mereka dengan cara bersabar. Allâh Azza wa Jalla juga menunjukkan cara untuk menggapai kesabaran yaitu dengan memperhatikan hal-hal yang dihadapinya, mengetahui hakikatnya, keutamaannya dan jika itu sebuah keburukan, maka dia harus mengetahui keburukan dan kehinaannya.
Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVII/1434H/2013M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196. Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1] Diangkat dari al-Qawa’idul Hisan, Syaikh Abdurrahman Nashir as-Sa’di, kaidah ke-62
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/5399-antara-sabar-dan-ilmu.html