Bismillah.
Seorang manusia membutuhkan pertolongan dari Allah untuk bisa mewujudkan segala kemaslahatan hidupnya. Oleh sebab itu Islam mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berdoa dan berdzikir kepada Allah. Karena doa merupakan bukti kefakiran hamba kepada Rabbnya.
Saudaraku yang dirahmati Allah, salah satu nikmat yang Allah berikan kepada bangsa ini adalah nikmat terlepas dari penjajahan, atau nikmat kemerdekaan. Kemerdekaan tentu bukan bermakna kebebasan melakukan kejahatan dan bebas merusak alam semesta. Sebagaimana nikmat yang lainnya maka nikmat ini juga wajib digunakan untuk hal-hal yang diridhai oleh Allah.
Diantara doa yang Allah ajarkan kepada kita adalah memohon kebaikan di dunia dan di akhirat. Doa yang sudah sangat masyhur yang berbunyi ‘Robbanaa aatinaa fid dun-ya hasanah dst’. Sebagaimana ditafsirkan oleh sebagian ulama terdahulu bahwa kebaikan di dunia ini bentuknya berupa ilmu dan ibadah, sedangkan kebaikan di akhirat yaitu surga.
Diantara dzikir yang diperintahkan untuk selalu kita baca adalah istighfar setelah sholat lima waktu. Istighfar yaitu permohonan ampun kepada Allah. Hal ini merupakan bentuk pengakuan hamba kepada Allah akan kecilnya amal dan kurangnya pengabdian yang dia persembahkan. Padahal secara lahiriah sholat adalah amal yang sangat utama, bahkan amal terbesar setelah dua kalimat syahadat. Meskipun demikian kita tetap diajari untuk terus beristighfar setiap kali usai mengerjakan sholat.
Kaum muslimin yang dirahmati Allah, agama Islam tidaklah tersekat oleh bangsa dan suku. Islam merupakan rahmat bagi segenap manusia. Oleh sebab itu Islam menilai kemuliaan itu ada pada iman dan ketakwaan. Nikmat kemerdekaan itu tidak ada artinya apabila justru digunakan dalam kerusakan dan penyimpangan dari petunjuk Rabb alam semesta. Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku niscaya dia tidak akan tersesat dan tidak pula celaka.” (Thaha : 123)
Kebahagiaan itu terwujud dengan ibadah kepada Allah dan ketundukan pada perintah dan larangan-Nya. Karena itu Allah menyatakan di dalam kitab-Nya (yang artinya), “Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (adz-Dzariyat : 56). Para ulama tafsir menyebutkan bahwa makna beribadah kepada Allah yaitu mentauhidkan-Nya.
Ibnul Qayyim rahimahullah menggambarkan kondisi banyak orang yang tertipu :
Mereka berlari meninggalkan penghambaan;
yang menjadi hikmah mereka diciptakan…
Akibatnya mereka terjerumus dalam perbudakan
kepada hawa nafsu dan setan…
Ya, hal ini mengingatkan kita kepada tugas kita sebagai manusia yang wajib untuk menghamba kepada Allah dan sekaligus ibadah itulah kebutuhan asasi kita setiap waktu. Karena ibadah merupakan penyejuk hati dan penerang nurani. Ibadah yang dijalankan dengan bimbingan risalah. Padahal risalah itu sendiri menjadi matahari dan cahaya yang mengeluarkan manusia dari kegelapan menuju kemuliaan…
Sebagian ulama berkata, bahwa risalah sesuatu yang mendesak bagi para hamba. Kebutuhan mereka kepadanya di atas segala kebutuhan. Risalah adalah ruh, cahaya dan kehidupan bagi alam semesta. Maka bagaimana kiranya keadaan alam ini tanpa ruh, tanpa cahaya, dan tanpa kehidupan…
Ya, nikmat kemerdekaan bukanlah nikmat yang bebas digunakan tanpa mengindahkan aturan dan petunjuk ar-Rahman. Sebab orang yang memanfaatkan nikmat itu bukan pada tempatnya justru akan mengundang malapetaka dan bencana. Abu Hazim rahimahullah berkata, “Setiap nikmat yang tidak semakin mendekatkan kepada Allah pada hakikatnya itu adalah bencana.”
Semoga Allah berikan taufik kepada penulis dan para pembaca, begitu pula kepada segenap jajaran pemerintah dan penguasa negeri ini untuk melaksanakan apa-apa yang dicintai oleh Allah dan diridhai-Nya, sesungguhnya Allah Mahamendengar lagi Mengabulkan doa-doa…
Yogyakarta, Muharram 1444 H / Agustus 2022