Muadzin Juga Baca Shalawat, Tambahan Doa Adzân?
MUADZIN JUGA BACA SHALAWAT?
Oleh
Ustadz Anas Burhanuddin MA
Pertanyaan.
Apakah orang yang adzan juga dianjurkan membaca shalawat dan doa setelah adzan? Karena saya pernah dengar kalau pendapat terkuat mengatakan tidak perlu. Jika memang tidak perlu bolehkah orang yang adzan tersebut hanya membaca doa untuk kebaikan dirinya saja karena mengingat doa antara adzan dan iqamat sangat mustajab atau maqbul.
Jawaban.
Muadzin termasuk orang yang dianjurkan untuk membaca doa dan shalawat setelah adzan,[1] karena keumuman hadits di bawah ini:
مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ ْمَقَاماً مَحْمُوداً الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Barangsiapa mengucapkan setelah mendengar adzan, ‘Ya Allâh, Pemilik panggilan yang sempurna dan shalat yang ditegakkan ini, berilah Muhammad wasilah dan keutamaan. Kirimkanlah untuk beliau kedudukan terpuji yang telah Engkau janjikan kepada beliau’, halal baginya syafaat kupada hari kiamat.” [HR. al-Bukhâri no. 614]
Muadzin termasuk orang yang mendengarkan adzan, meskipun adzan itu suara dia sendiri, sehingga dia juga dianjurkan untuk mengamalkan sunnah ini. Setelah itu dianjurkan juga untuk berdoa atau shalat, dan ketiga amalan ini bisa dikumpulkan oleh muadzin dalam waktu yang mulia ini tanpa mengalahkan salah satunya. Semoga Allâh memudahkan untuk kita semua jalan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-.
Wallahu A’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XVIII/1435H/2014M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
________
Footnote
[1] Fatawa Lajnah Daimah 6/387
TAMBAHAN PADA DOA ADZAN
Pertanyaan.
Mohon penjelasannya tentang tambhan lafazh dari do’a setelah Adzan dalam buku kumpulan do’a Ustadz Yazid bin Abdul qadir Jawas, lafazh ini lemah. Dan dalam buku Doa dan Wirid, Said bin Ali Wahf al-Qahthani, HR. al-Bukhâri, (1/152) lafazh ini milik al-Baihaqi(1/410) dan dinyatakan hasan oleh syaikh al-Allâmah Abdul aziz bin Bâz?
Jawaban.
Memang terjadi perbedaan pendapat para Ulama tentang tambahan lafadz : ( innaka la tukhliful mii’âda.) pada riwayat imam al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubrâ no. 1933 dari hadits Jâbir bin Abdillâh Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa membaca do’a ini setelah mendengar adzan :
اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِحَقِّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ الْمَقَامَ الْمَحْمُودَ الَّذِي وَعَدْتَهُ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي
Wahai Allâh! Saya memohon kepada-Mu dengan perantara hak do’a yang sempurna ini serta shalat yang ditegakkan ini, berilah wasilah (derajat di surga) dan keutamaan kepada Nabi Muhammad. Dan bangkitlah beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji maka halal baginya syafa’atku
Tambahan lafadz (إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ) ini dihukumi dha’îf (lemah) oleh sebagian Ulama diantaranya Syaikh Abdulaziz bin Bâz dan di ikuti penulis kitab Hishnul Muslim. Tambahan ini juga dihukumi sebagai tambahan lafzd yang syâdz oleh syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albâni dalam Irwâ’ al-Ghalîl ketika menjelaskan hadits no. 243. Beliau t mengatakan, “Ada tambahan dalam matan hadits ini yang ada pada sebagian Ulama, sehingga harus dijelaskan :
Pertama : Tambahan lafadz (إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ) pada bagian akhir hadits yang dibawakan oleh al-Baihaqi. Tambahan ini syâdz (lemah karena menyelisihi riwayat yang lebih kuat); karena tidak ada dalam semua jalan periwayatan dari ‘Ali bin ‘Ayyâsy kecuali yang ada dalam riwayat al-Kasymihani untuk Shahîh al-Bukhâri yang menyelisihi selainnya, sehingga riwayat ini syâdz juga karena menyelisihi riwayat-riwayat lainnya untuk Shahîh al-Bukhâri, seakan-akan karena sebab itu al-hâfidz (Ibnu Hajar) tidak menganggapnya dan tidak menyebutnya dalam Fathul Bâri sebagaimana metode beliau t dalam mengumpulkan tambahan-tambahan yang ada dari jalan periwayatan hadits. Hal ini juga dikuatkan dengan tidak adanya tambahan ini dalam kitab Af’âl al-Ibâd karya imam al-Bukhari sedangkan sanadnya satu. Tambahan dalam hadits ini ada juga dikitab Qâ’idah Jalîlah Fit Tawassul wal Wasîlah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah t dalam semua cetakan nya , cetakan al-Manaar pertama halaman 55 dan cetakan kedua halaman 37 serta cetakan maktabah salafiyah halaman 49. Tampaknya ini semua tambahan dari sebagian penulisnya. Wallahu ‘alam.
Demikian juga Syaikh al-Albani menyatakan kelemahan tambahan lafadz (إِنِّي أَسْأَلُكَ بِحَقِّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ) dalam hadits riwayat al-Baihaqi ini. Beliau merajihkan bacaan setelah adzan hanyalah berbunyi :
اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلاَةِ القَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الوَسِيلَةَ وَالفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ
Wahai Allâh! Saya memohon kepada-Mu dengan perantara hak do’a yang sempurna ini serta shalat yang ditegakkan ini, berilah wasilah (derajat di surga) dan keutamaan kepada Nabi Muhammad. Dan bangkitlah beliau sehingga bisa menempati maqam terpuji yang telah Engkau janjikan. Sesungguhnya Engkau tidak pernah mengingkari janji
Dan menyatakan, “Ada sebagian Ulama yang menambahkan dalam doa yang sudah diajarkan Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam ini lafadz (سَيِّدِنَا) – sebagiannya dilafadzkan dan sebagaiannya ditulis- sebagaimana ada dalam cetakan Darul Qalam kedua pada kitab (Fiqhu as-Sîrah) karya Syaikh al-Ghazali – saya tidak tahu apakah tambahan ini dari beliau atau dari percetakan? Kedua-duanya pahit! Karena tidak boleh menambahkan sesuatu pada apa yang diajarkan Nabi n sebagaimana sudah baku dan dijelaskan pada tempatnya. Demikian juga tambahan (إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ) telah saya jelakan dalam Takhrîj al-Fiqh bahwa itu tidak shahih, sehingga diharapkan hal ini bisa disadari. (lihat at-Ta’lîqât al-Hisân ‘Ala Shahih Ibni Hibbân 2/238).
Dengan demikian yang benar insya Allâh dan lebih hati-hati adalah menggunakan yang sudah jelas shahihnya yang tanpa tambahan.
Wallahu a’lam.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XVII/1435H/2014. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/4566-muadzin-juga-baca-shalawat-tambahan-doa-adzan.html