Beranda | Artikel
Merdeka!!!
Rabu, 14 Juli 2010

Bulan Ramadhan, tak lama lagi datang di hadapan. Bulan penuh keberkahan, bulan yang meningkatkan gairah kaum beriman untuk melipatgandakan amalan dan membendung hasrat kaum durhaka untuk mengkampanyekan kerusakan.

Apabila kita cermati hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berisi motivasi amalan di bulan Ramadhan ini, akan kita temukan bahwa amalan-amalan yang disyari’atkan oleh Allah di bulan ini, berupa puasa dan amalan-amalan lainnya, ternyata memiliki keserupaan tujuan dan makna, yaitu untuk membebaskan (baca: memerdekakan) manusia dari belenggu dosa dan pedihnya neraka menuju curahan pahala dan kenikmatan surga.

Di antaranya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan karena tuntutan iman dan untuk meraup pahala maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu.” (HR. Bukhari dan Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Sholat lima waktu, ibadah jum’at yang satu menuju ibadah jum’at berikutnya, Ramadhan yang satu menuju Ramadhan berikutnya merupakan penghapus-penghapus dosa yang terjadi di antara itu semua, selama dosa-dosa besar terus dijauhi.” (HR. Muslim).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya pada setiap sehari semalam Allah memiliki/menetapkan orang-orang yang dimerdekakan dari neraka, yaitu di bulan Ramadhan, dan pada saat itu juga -setiap hari di bulan Ramadhan, yaitu ketika berbuka- setiap muslim memiliki doa yang pasti dikabulkan.” (HR. al-Bazzar, dll. Dinyatakan sahih oleh penyusun Shifat Shaum Nabi, lihat hal. 24). Suatu ketika ada seorang sahabat yang bertanya, “Wahai Rasulullah, tunjukkan kepadaku suatu amalan yang dapat memasukkanku ke dalam surga.” Beliau menjawab, “Hendaklah kamu berpuasa, tiada yang serupa dengannya.” (HR. Nasa’i). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Puasa adalah perisai yang dengannya seorang hamba melindungi dirinya dari neraka.” (HR. Ahmad, dll. Sahih, lihat Shifat Shaum Nabi, hal. 12-13).

Dan, tentu saja kita semua mengetahui bahwa terbebas dari neraka tidak mungkin dialami kecuali oleh orang yang beriman alias yang bertauhid saja. Artinya, puasa Ramadhan ataupun amal-amal yang lainnya tidak akan diterima jika tidak dilandasi dengan akidah atau keimanan yang benar. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan sama sekali tidak ada penolong bagi orang-orang yang zalim itu.” (QS. al-Ma’idah: 72). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan petunjuk.” (QS. al-An’aam: 82).

Oleh sebab itu, Allah menyebut orang-orang yang tidak beriman dan tidak memeluk agama Islam sebagai golongan orang-orang yang merugi. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Demi masa, sesungguhnya semua orang benar-benar berada dalam kerugian kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasehati dalam kebenaran, dan saling menasehati untuk menetapi kesabaran.” (QS. al-‘Ashr: 1-3). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima darinya dan di akherat dia pasti termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Ali Imran: 85)

Maka, siapa saja yang menginginkan kebebasan dari penderitaan tiada tara, gejolak api neraka yang terus menerus mengungkung dirinya serta siksaan yang meluluhlantakkan jiwa dan raganya, maka tiada pilihan baginya kecuali menempuh jalan Islam yang telah disyari’atkan oleh Rabb semesta alam. Tidak sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh kaum Liberal dan Pluralis, yang mengklaim bahwa kebebasan dan kemerdekaan akan diperoleh tatkala kaum muslimin mau meninggalkan ajaran-ajaran Islam dan membuka diri terhadap ajaran-ajaran selain Islam dengan dalih sikap tawadhu’ dan demi terwujudnya perdamaian, subhanallah!

Padahal, di dalam al-Qur’an jelas-jelas Allah menegaskan bahwasanya neraka diciptakan oleh Allah untuk menghukum orang-orang kafir dan durhaka. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan takutlah kalian dari neraka yang ia telah dipersiapkan untuk orang-orang kafir. Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul mudah-mudahan kalian mendapatkan curahan rahmat.” (QS. Ali Imran: 131-132). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang kafir yaitu ahli kitab dan orang-orang musyrik, mereka itu berada di dalam neraka Jahannam kekal selamanya, mereka itulah sejelek-jelek makhluk.” (QS. al-Bayyinah: 6). Demikian pula di dalam hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menegaskan, “Demi tuhan yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seorangpun yang mendengar kenabianku, baik dia Yahudi atau Nasrani lalu tidak mau beriman dengan ajaran yang aku bawa, maka pastilah kelak dia termasuk golongan penduduk neraka.” (HR. Muslim). Kalau Allah dan Rasul-Nya menyatakan bahwa hanya Islam yang benar dan hanya orang beriman yang masuk surga, maka siapakah yang berani mengklaim bahwa hal itu merupakan kesombongan?! Tidak ada yang mengatakannya kecuali orang yang keras kepala dan telah membuang akal sehatnya…

Dari situlah, maka seorang mukmin justru akan menemukan kemerdekaan yang hakiki tatkala ia senantiasa menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung dan Rasul sebagai satu-satunya manusia yang dijadikan sebagai panutan secara total. Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah suatu teladan yang baik bagi orang yang mengharap Allah dan hari akhir dan banyak mengingat Allah.” (QS. al-Ahzab: 21). Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Tidak pantas bagi seorang mukmin lelaki dan perempuan apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara kemudian masih ada bagi mereka pilihan lain dalam urusan mereka…” (QS. al-Ahzab: 36). Allah ta’ala juga berfirman (yang artinya), “Bertawakallah kepada Allah, dan cukuplah Allah sebagai penolong.” (QS. al-Ahzab: 48).

Maka menahan lapar dan dahaga ataupun berhubungan suami-isteri sejak terbitnya fajar hingga terbenamnya matahari selama bulan Ramadhan merupakan sebuah bentuk kemerdekaan. Kemerdekaan dari perbudakan hawa nafsu menuju penghambaan kepada ar-Rahman. Allah ta’ala berfirman dalam hadits qudsi, “Dia rela meninggalkan makan dan minumnya serta keinginan hawa nafsunya karena Aku. Puasa itu untuk-Ku, dan Aku sendiri yang akan langsung membalasnya.” (HR. Bukhari). Bahkan, orang yang berjuang keras untuk menundukkan hawa nafsunya itu dimasukkan dalam kategori mujahid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang mujahid itu adalah yang berjuang keras untuk menundukkan dirinya dalam rangka ketaatan kepada Allah.” (HR. Ahmad)

Bandingkanlah dengan keadaan orang-orang kafir dan orang-orang yang diperbudak oleh hawa nafsunya. Mereka makan dan bersenang-senang di dunia ini laksana binatang, bahkan mereka lebih sesat! Cinta dan benci karena hawa nafsunya, memberi dan menahan karena hawa nafsunya, berhenti dan bergerak karena hawa nafsunya. Hatinya tidak mengenal perkara yang ma’ruf dan tidak mengingkari kemungkaran. Gerak-geriknya, ucapan dan tindakannya semuanya menurut ke arah manapun hawa nafsunya mengajak. Kalau para ulama punya semboyan ‘Nahnu naduuru ma’as sunnah haitsu daarat’ -Kita mengikuti Sunnah kemanapun ia berputar-, maka para pemuja hawa nafsu punya semboyan ‘Nahnu naduuru ma’al hawa haitsu daarat’ -Kita mengikuti kemauan hawa nafsu kemanapun ia berputar-. Na’udzubillahi minal khudzlan…


Artikel asli: http://abumushlih.com/merdeka.html/