Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Berikut adalah kelanjutan dari hari yang terlarang untuk berpuasa sunnah. Kami harapkan pembaca Rumaysho.com bisa menyimak penjelasan kami sebelumnya. Semoga bermanfaat.
Keempat: Berpuasa pada Hari Syak (Yang Meragukan)
Yang dimaksud di sini adalah tidak boleh mendahulukan puasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan dalam rangka hati-hati mengenai masuknya bulan Ramadhan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ يَتَقَدَّمَنَّ أَحَدٌ الشَّهْرَ بِيَوْمٍ وَلاَ يَوْمَيْنِ إِلاَّ أَحَدٌ كَانَ يَصُومُ صِيَامًا قَبْلَهُ فَلْيَصُمْهُ
“Janganlah kalian mendahului Ramadhan dengan berpuasa satu atau dua hari sebelumnya, kecuali bagi seseorang yang terbiasa mengerjakan puasa pada hari tersebut maka berpuasalah.” [1]
Dalam hadits lainnya, dari ‘Ammar bin Yasir disebutkan,
مَنْ صَامَ الْيَوْمَ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Barangsiapa berpuasa pada hari yang meragukan, maka ia berarti telah mendurhakai Abul Qosim, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[2]
Catatan penting: Berpuasa pada hari meragukan ini dibolehkan jika:
Pertama: Untuk mengqodho’ puasa Ramadhan.
Kedua: Bertepatan dengan kebiasaan puasanya seperti puasa Senin Kamis atau puasa Daud.
Kelima: Berpuasa Setiap Hari Tanpa Henti (Puasa Dahr)
Yang dimaksud puasa Dahr adalah berpuasa setiap hari selain hari yang tidak sah puasa ketika itu (yaitu hari ‘ied dan hari tasyriq).[3]
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَامَ مَنْ صَامَ الأَبَدَ لاَ صَامَ مَنْ صَامَ الأَبَدَ لاَ صَامَ مَنْ صَامَ الأَبَدَ
“Tidak ada puasa bagi yang berpuasa setiap hari tanpa henti. Tidak ada puasa bagi yang berpuasa setiap hari tanpa henti. Tidak ada puasa bagi yang berpuasa setiap hari tanpa henti.”[4]
Hadits di atas menunjukkan terlarangnya berpuasa setiap hari tanpa henti walaupun tidak ada kesulitan dan tidak lemas ketika melakukannya. Begitu pula tidak boleh berpuasa setiap hari sampai-sampai melakukannya pada hari yang terlarang untuk berpuasa. Yang terakhir ini jelas haramnya.[5]
Yang paling maksimal adalah melakukan puasa Daud yaitu sehari berpuasa dan sehari berbuka. Inilah rukhsoh (keringanan) terakhir bagi yang ingin terus berpuasa. Hadits larangan puasa Dahr tadi asalnya ditujukan pada Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash. Namun sebagaimana disebutkan dalam riwayat Muslim bahwa di akhir hidupnya Abdullah bin ‘Amr menjadi lemas karena kebiasaannya melakukan puasa Dahr. Ia pun menyesal karena tidak mau mengambil rukhsoh dengan cukup melakukan puasa Daud.[6]
Berpuasa Wishol
Terlarang pula berpuasa wishol yaitu berpuasa berturut-turut tanpa berbuka dan tanpa makan sahur. Dalil larangannya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
« إِيَّاكُمْ وَالْوِصَالَ ». قَالُوا فَإِنَّكَ تُوَاصِلُ يَا رَسُولَ اللَّهِ. قَالَ « إِنَّكُمْ لَسْتُمْ فِى ذَلِكَ مِثْلِى إِنِّى أَبِيتُ يُطْعِمُنِى رَبِّى وَيَسْقِينِى فَاكْلَفُوا مِنَ الأَعْمَالِ مَا تُطِيقُونَ ».
“Janganlah kalian berpuasa wishol.” Para sahabat pun mengatakan, “Lalu engkau sendiri melakukan wishol, wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Kalian tidaklah seperti aku dalam hal ini. Aku selalu diberi kenikmatan makan dan minum oleh Rabbku. Lakukanlah amalan sesuai dengan kemampuan kalian.” [7]
Namun jika tidak menyulitkan boleh melakukan wishol hingga waktu sahur saja. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
لاَ تُوَاصِلُوا ، فَأَيُّكُمْ أَرَادَ أَنْ يُوَاصِلَ فَلْيُوَاصِلْ حَتَّى السَّحَرِ
“Janganlah kalian melakukan wishol. Jika kalian ingin, maka lakukanlah wishol hinga sahur saja.”[8][9]
Berpuasa pada Hari Sabtu
Ada sebuah hadits yang melarang berpuasa pada hari Sabtu,
لاَ تَصُومُوا يَوْمَ السَّبْتِ إِلاَّ فِيمَا افْتُرِضَ عَلَيْكُمْ
“Janganlah engkau berpuasa pada hari Sabtu kecuali puasa yang diwajibkan bagi kalian.”[10]
Mengenai status hadits ini masih diperselisihkan oleh para ulama tentang keshahihannya. Perselisihan tersebut adalah:
Pertama: Ada yang menilai hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah lemah (dho’if) sehingga hadits tersebut tidak diamalkan. Dari sini berarti boleh berpuasa pada hari Sabtu.
Kedua: Sebagian ulama lainnya menilai bahwa hadits larangan berpuasa pada hari Sabtu adalah jayid (boleh jadi shahih atau hasan). Namun yang mereka pahami, puasa hari Sabtu hanya terlarang jika bersendirian. Bila diikuti dengan puasa sebelumnya pada hari Jum’at, maka itu dibolehkan.
Rincian yang bagus untuk puasa hari Sabtu yang dibolehkan adalah sebagai berikut:
Pertama: Puasa pada hari Sabtu dihukumi wajib seperti berpuasa pada hari Sabtu di bulan Ramadhan, mengqodho’ puasa pada hari Sabtu, membayar kafaroh (tebusan), atau mengganti hadyu tamattu’ dan semacamnya. Puasa seperti ini tidaklah mengapa selama tidak meyakini adanya keistimewaan berpuasa pada hari tersebut.
Kedua: Jika berpuasa pada hari Sabtu diikuti dengan berpuasa sehari sebelum hari Sabtu, maka ini tidaklah mengapa.
Ketiga: Berpuasa pada hari Sabtu karena hari tersebut adalah hari yang disyari’atkan untuk berpuasa. Seperti berpuasa pada ayyamul bid (13, 14, 15 setiap bulan Hijriyah), berpuasa pada hari Arofah, berpuasa ‘Asyuro (10 Muharram), berpuasa enam hari di bulan Syawal setelah sebelumnya berpuasa Ramadhan, dan berpuasa selama sembilan hari di bulan Dzulhijah. Ini semua dibolehkan. Alasannya, karena puasa yang dilakukan bukanlah diniatkan berpuasa pada hari Sabtu. Namun puasa yang dilakukan diniatkan karena pada hari tersebut adalah hari disyari’atkan untuk berpuasa.
Keempat: Berpuasa pada hari sabtu karena berpuasa ketika itu bertepatan dengan kebiasaan puasa yang dilakukan, semacam berpapasan dengan puasa Daud –sehari berpuasa dan sehari tidak berpuasa-, lalu ternyata bertemu dengan hari Sabtu, maka itu tidaklah mengapa. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan mengenai puasa satu atau dua hari sebelum Ramadhan dan tidak terlarang berpuasa ketika itu jika memang bertepatan dengan kebiasaan berpuasanya.
Intinya, puasa hari Sabtu yang terlarang adalah jika mengkhususkan berpuasa pada hari Sabtu dan tidak diikuti berpuasa pada hari sebelum atau sesudahnya.[11]
Demikian pembahasan kami mengenai hari-hari yang terlarang untuk berpuasa. Semoga bermanfaat.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel https://rumaysho.com
Diselesaikan di Pangukan-Sleman, 4 Rabi’ul Akhir 1431 H (bertepatan dengan 18/02/2010)
[1] HR. An Nasai no. 2173, dari Abu Hurairah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[2] HR. An Nasai no. 2188, At Tirmidzi no. 686, Ad Darimi no. 1682, Ibnu Khuzaimah no. 1808. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[3] Lihat catatan kaki dalam Kitab Kifayatul Akhyar, Taqiyuddin Abu Bakr bin Muhammad Al Husain Asy Syafi’i, 1/209, Darul Kutub Al Islamiyah, cetakan pertama, 1424 H.
[4] HR. Muslim no. 1159, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash.
[5] Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/144.
[6] Lihat penjelasan An Nawawi rahimahullah dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 8/40.
[7] HR. Muslimm no. 1103, dari Abu Hurairah.
[8] HR. Bukhari no. 1967, dari Abu Sa’id Al Khudri.
[9] Lihat penjelasan Syaikh Abu Malik dalam Shahih Fiqh Sunnah, 2/146.
[10] HR. Abu Daud no. 2421, At Tirmidzi no. 744, Ibnu Majah no. 1726. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[11] Lihat Majmu’ Fatawa wa Rosa-il Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, 20/57-58