Ketika berada di luar negeri, bentuk transaksi yang satu ini sangat dibutuhkan sekali. Keluarga di Indonesia kadang membutuhkan uluran tangan saudaranya yang berada di luar negeri, sehingga mesti ada transfer uang dolar atau riyal ke rupiah. Apakah transaksi seperti ini dibolehkan? Apakah terdapat riba di dalamnya karena terdapat bentuk penukaran uang yang tidak tunai?
Aturan dalam Shorf (Money Changer)
Dalam fikih Islam, penukaran mata uang dengan mata uang dikenal dengan istilah shorf. Dalam shorf, ada satu aturan yang perlu diperhatikan yaitu harus ada qobdh (serah terima secara langsung) dalam majelis akad. Sebagaimana hal ini disebutkan dalam hadits dari ‘Ubadah bin Ash Shomit,
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
“Jika emas dijual dengan emas, perak dijual dengan perak, gandum dijual dengan gandum, sya’ir (salah satu jenis gandum) dijual dengan sya’ir, kurma dijual dengan kurma, dan garam dijual dengan garam, maka jumlah (takaran atau timbangan) harus sama dan dibayar kontan (tunai). Jika jenis barang tadi berbeda, maka silakan engkau membarterkannya sesukamu, namun harus dilakukan secara kontan (tunai).” (HR. Muslim no. 1587). Emas dan perak para ulama sebut sebagai barang ribawi bersama dengan empat barang lainnya sebagaimana disebutkan dalam hadits. Emas dan perak di sini memiliki ‘illah (sebab) yang sama yaitu sebagai tsaman (alat tukar atau mata uang).
Setiap mata uang adalah jenis tersendiri. Mata uang riyal itu mata uang tersendiri. Begitu pula uang dolar adalah mata uang jenis tersendiri. Dan keduanya memiliki ‘illah yang sama yaitu sebagai mata uang (alat tukar dalam jual beli, disebut tsaman) sehingga dihukumi sama dengan emas dan perak. Dalam emas dan perak, ada dua aturan yang perlu diperhatikan ketika terjadi shorf (pertukaran):
- Jika barang sejenis ditukar –semisal emas dan emas atau perak dan perak-, ada dua syarat yang harus dipenuhi: (1) harus tunai (yadan bi yadin) dan (2) harus semisal (mitslan bi mitslin) atau jumlahnya sama.
- Jika barang beda jenis namun masih satu ‘illah (sama-sama alat tukar atau mata uang), maka hanya satu syarat yang harus dipenuhi, yaitu tunai (yadan bi yadin).
Sehingga dalam penukaran mata uang jika sejenis –rupiah dan rupiah-, harus tunai dan jumlahnya sama. Contoh: Selembar Rp100 ribu jika ditukar dengan pecahan Rp10 ribu maka jumlahnya harus sama dan harus tunai ketika menukarnya. Jika mata uang beda jenis ingin ditukar –semisal mata uang riyal ingin ditukar dengan rupiah-, maka syaratnya harus tunai.
Jika dalam shorf di atas tidak mitslan bi mitslin (semisal) dalam penukaran mata uang sejenis, maka terjadi riba fadhel. Jika terjadi penundaan dalam penyerahan, maka terjadi riba nasi-ah.
Transfer ke Mata Uang Berbeda
Masalah ini dapat kita temukan pada beberapa pekerja yang ada di luar negeri (TKI/TKW) atau barangkali para pelajar/ mahasiswa. Di antara keluarga mereka di kampung kadang membutuhkan uang sehingga mengharuskan uang tersebut ditransfer dari luar negeri, atau ada kasus yang sebaliknya. Karena terjadi beda mata uang dalam transfer uang tersebut, maka tetap berlaku syarat shorf yang dibahas di atas. Tetap dipersyaratkan qobdh atau yadan bi yadin atau tunai. Jika mata uang yang ditransefer ke negara tujuan itu sama dengan negara asal, maka ada dua syarat yang harus terpenuhi, yaitu tunai (qobdh) dan semisal.
Lantas bagaimana bentuk qobdh di sini? Haruskah uang tersebut ditukar terlebih dahulu ke mata uang lain lalu diterima tunai, setelah itu baru dikirim? Pilihan ini tentu sangat sulit dilakukan ketika mentransfer. Ataukah qobdh bisa dengan cara lainnya? Karena qobdh menurut para ulama dilihat dari ‘urf-nya, yaitu dilihat pada masing-masing barang. Pada jual beli emas serah terimanya (qobdh) harus dengan serah terima fisik, dan contoh lainnya.
Mayoritas ulama menganggap bahwa qobdh di sini bisa terjadi serah terima dalam bentuk certified check atau bisa dalam bentuk kertas bukti transfer yang telah dicetak dan diterima. Atau dengan kata lain sudah diketahui berapa mata uang yang sudah ditukar ke mata uang lain, setelah ada bukti serah terima seperti ini, kemudian boleh ditransfer.
Bukti fatwa pertama
Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’, komisi fatwa di Kerajaan Saudi Arabia mendapatkan pertanyaan, “Apa hukum uang yang ditransfer dari satu mata uang ke mata uang yang lain? Misalnya saya memiliki gaji dengan mata uang Riyal Saudi dan saya ingin mentransfer dari Riyal Sudan. Dan perlu diketahui bahwa mata uang Riyal Saudi sama dengan 3 Riyal Sudani. Apakah transaksi semacam ini termasuk riba?”
Jawab para ulama di Lajnah, “Boleh mentransfer mata uang dan diterima dengan mata uang berbeda di negara lain walau terjadi beda nilai ketika penukaran karena berbeda jenis mata uang sebagaimana dalam contoh yang telah disebutkan dalam soal. Akan tetapi, syarat yang mesti diperhatikan adalah harus ada qobdh (serah terima) dalam majelis. Jika sudah ada serah terima cek atau kertas bukti pengiriman, maka hukumnya seperti qobdh dalam majelis (Fatwa Al Lajnah Ad Daimah, pertanyaan pertama dari fatwa no. 4721, 13: 449. Fatwa ini ditanda tangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz selaku ketua, Syaikh ‘Abdurrozaq ‘Afifi selaku wakil ketua dan Syaikh ‘Abdullah bin Qu’ud selaku anggota).
Bukti fatwa kedua
Keputusan dari Majma’ Fiqh Al Islami dari Robithoh Al ‘Alam Al Islami ketika pertemuan ke-11, keputusan tersebut berbunyi:
Setelah penelaahan dan penelitian, majelis ini memutuskan dengan sepakat:
1. Cek bisa menggantikan bentuk serah terima selama terpenuhi syarat ketika terjadi shorf (penukaran) mata uang ketika ditransfer di berbagai bank.
2. Catatan dalam buku bank sudah dianggap sebagai qobdh ketika suatu mata uang ditukar ke mata uang lain, baik uang tersebut diserahkan oleh seseorang kepada bank atau diambil dari simpanannya di bank. –selesai- (Dinukil dari Fatawa Al Islam Sual wal Jawab no. 111927).
Jika tidak ada qobdh seperti di atas, hanya sekedar percaya dan tidak ada bukti transfer atau bukti penukaran uang, maka seperti ini adalah bentuk transfer uang yang bermasalah.
Bagaimana hukum biaya transfer?
Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah berkata, “Suatu perusahaan atau bank boleh saja menarik biaya transfer karena biaya di sini termasuk upah dari transaksi ijaroh yaitu jual jasa pengiriman uang ke negara lain” (Fatawa Al Islam Sual wal Jawab no. 111927).
Catatan: Walaupun transfer uang tadi membutuhkan waktu beberapa hari untuk sampai ke negara tujuan, selama uang tersebut sudah ada qobdh dalam majelis, maka sudah dianggap sah. Karena yang terpenting di sini adalah penukaran mata uang tersebut (shorf). Ketika sudah ada bukti transfer atau bukti penukaran uang saat berada di bank sehingga diketahui berapa besaran uang yang dikirim, maka sudah sah transfer tersebut. Wallahu a’lam.
Demikian bahasan singkat kami dalam kesempatan kali ini. Bahasan ini adalah tindak lanjut dari bahasan sebelumnya yang pernah dibahas di rumaysho.com: Syarat dalam Money Changer.
Wa billahit taufiq was sadaad.
Referensi:
1. Fatwa Al Islam Sual wa Jawab no. 111927.
2. Fatwa Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ no. 4721, 13: 449.
3. Syarh ‘Umdatul Fiqh, Syaikh Prof. Dr. ‘Abdullah bin ‘Abdul ‘Aziz Al Jibrin, terbitan Maktabah Ar Rusyd, cetakan keenam, tahun 1431 H, 2: 825.
4. Durus Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri membahas kitab Dalil Ath Tholib (Mar’i bin Yusuf Al Hambali), Kitab Bai’, Bab Riba.
@ Ummul Hamam, Riyadh, KSA, 19 Jumadal Ula 1433 H