Apakah boleh saat mandi junub menggunakan sabun ataukah harus dengan air murni (air mutlak) tanpa ada sabun sama sekali?
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan di sini:
Mandi junub wajib dengan air yang murni (air mutlak)[1], yaitu bersih dari sabun atau tidak bercampur dengan benda suci lainnya yang dapat merubah sifat air mutlak.
Lantas apakah boleh bersuci untuk mandi janabah (mandi junub) dengan air dan sabun?
Pertama:
Jika maksudnya adalah mencampur sabun dan air, sehingga air tersebut berubah, maka air yang bercampur sabun tentang kebolehannya digunakan untuk bersuci ada dua pendapat di kalangan para ulama. Menurut pendapat dalam madzhab Abu Hanifah, salah satu pendapat dari Imam Ahmad dan menjadi pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, sah bersuci dengan air semacam itu karena tetap statusnya masih suci dan mensucikan. Sedangkan menurut kebanyakan ulama (jumhur), tidak sah seperti itu. Pendapat jumhur ini lebih hati-hati. Namun pendapat yang menyatakan boleh lebih kuat dari sisi dalil.
Dalil dari pendapat yang menyatakan boleh adalah hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha,
أَنَّ أَسْمَاءَ سَأَلَتِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ غُسْلِ الْمَحِيضِ فَقَالَ « تَأْخُذُ إِحْدَاكُنَّ مَاءَهَا وَسِدْرَتَهَا فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تَصُبُّ عَلَيْهَا الْمَاءَ. ثُمَّ تَأْخُذُ فِرْصَةً مُمَسَّكَةً فَتَطَهَّرُ بِهَا ». فَقَالَتْ أَسْمَاءُ وَكَيْفَ تَطَهَّرُ بِهَا فَقَالَ « سُبْحَانَ اللَّهِ تَطَهَّرِينَ بِهَا ». فَقَالَتْ عَائِشَةُ كَأَنَّهَا تُخْفِى ذَلِكَ تَتَبَّعِينَ أَثَرَ الدَّمِ. وَسَأَلَتْهُ عَنْ غُسْلِ الْجَنَابَةِ فَقَالَ « تَأْخُذُ مَاءً فَتَطَهَّرُ فَتُحْسِنُ الطُّهُورَ – أَوْ تُبْلِغُ الطُّهُورَ – ثُمَّ تَصُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا ثُمَّ تُفِيضُ عَلَيْهَا الْمَاءَ »
“Asma’ bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang mandi wanita haidh. Maka beliau bersabda,
“Salah seorang dari kalian hendaklah mengambil air dan daun bidara, lalu engkau bersuci, lalu membaguskan bersucinya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya. Kemudian hendaklah engkau menyiramkan air pada kepalanya tadi. Kemudian engkau mengambil kapas bermisk, lalu bersuci dengannya.”
Lalu Asma’ berkata, “Bagaimana dia dikatakan suci dengannya?”
Beliau bersabda, “Subhanallah, bersucilah kamu dengannya.”
Lalu Aisyah berkata -seakan-akan dia menutupi hal tersebut-, “Kamu sapu bekas-bekas darah haidh yang ada (dengan kapas tadi).”
Dan dia bertanya kepada beliau tentang mandi junub, maka beliau bersabda, ‘Hendaklah kamu mengambil air lalu bersuci dengan sebaik-baiknya bersuci, atau bersangat-sangat dalam bersuci kemudian kamu siramkan air pada kepala, lalu memijatnya hingga mencapai dasar kepalanya, kemudian mencurahkan air padanya’.” (HR. Bukhari, no. 314; Muslim, no. 332)
Kedua:
Adapun jika maksudnya adalah menggunakan sabun di badan, lalu menyiram air ketika itu dengan niatan untuk mandi junub, seperti ini jelas bolehnya.
Untuk lepas dari perselisihan para ulama di atas, saran kami baiknya mandi dahulu dengan niatan mandi junub dengan cara mengguyur seluruh badan dengan air murni sebagaimana dijelaskan dalam tata cara mandi wajib (https://rumaysho.com/1118-tata-cara-mandi-wajib-1.html). Lalu kalau mau membasuh badan menggunakan air plus sabun bisa digunakan sebelum mandi atau setelah mandi.
Semoga bermanfaat. Moga Allah terus menambah kita ilmu yang bermanfaat.
Referensi:
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&lang=A&Id=13417
http://fatwa.islamweb.net/fatwa/index.php?page=showfatwa&Option=FatwaId&Id=121643
Footnote:
[1] Air mutlak ini biasa disebut pula air thohur (suci dan mensucikan). Maksudnya, air mutlak adalah air yang tetap seperti kondisi asalnya. Air ini adalah setiap air yang keluar dari dalam bumi maupun turun dari langit. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَأَنْزَلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً طَهُورًا
“Dan Kami turunkan dari langit air yang suci.” (QS. Al Furqon: 48)
Yang juga termasuk air mutlak adalah air sungai, air salju, embun, dan air sumur kecuali jika air-air tersebut berubah karena begitu lama dibiarkan atau karena bercampur dengan benda yang suci sehingga air tersebut tidak disebut lagi air mutlak.
Begitu pula yang termasuk air mutlak adalah air laut. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanyakan mengenai air laut, beliau pun menjawab,
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Air laut tersebut thohur (suci lagi mensucikan), bahkan bangkainya pun halal.” (HR. Abu Daud, no. 83; Tirmidzi, no. 69. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Air-air inilah yang boleh digunakan untuk berwudhu dan mandi tanpa ada perselisihan pendapat antara para ulama.
—
@ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 22 Jumadats Tsaniyyah 1437 H
Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal
Rumaysho.Com, Channel Telegram @RumayshoCom, @DarushSholihin, @UntaianNasihat, @RemajaIslam