Ibadah harus mencocoki syariat dalam enam hal agar tidak terjatuh dalam bidah (bid’ah). Apa saja itu?
- Sebab
- Jenis
- Jumlah
- Tata cara
- Tempat
- Waktu
Pertama: Mencocoki Sebab
Contoh amalan yang tidak ada tuntunan karena tidak mencocoki sebab: adanya kematian jadi sebab dibacakannya Al-Qur’an, begitu juga perayaan maulid nabi.
Baca juga: Tradisi Selamatan Kematian
Kaedah yang perlu diperhatikan dalam hal ini, “Sesuatu yang sebabnya ada di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, padahal bisa saja dilakukan dan tidak ada penghalang, tetapi ditinggalkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau tidak melakukannya, maka meninggalkan seperti ini menjadi sunnah (ajaran Nabi).” Karena ingat mengerjakan ajaran Nabi termasuk sunnah, dan meninggalkan yang nabi tinggalkan juga sunnah. Maka hal ini jadi pertimbangan apakah merayakan Maulid Nabi disyariatkan ataukah tidak.
Baca juga: Tanggal Lahir Nabi Belum Jelas
Kedua: Mencocoki Jenis
Contoh amalan yang tidak ada tuntunan yang tidak mencocoki jenis: qurban dengan ayam atau burung karena syariat memerintahkan untuk qurban dengan bahimah al-an’am (unta, sapi, dan kambing).
Baca juga:
Ketiga: Mencocoki Jumlah
Contoh amalan yang tidak ada tuntunan yang tidak mencocoki jumlah: shalat Zhuhur lima rakaat, shalat Maghrib empat rakaat.
Catatan: Jika ada tambahan, tetapi tidak diyakini tambahan itu sebagai bagian dari yang dituntunkan dan berdiri sendiri, maka tidaklah masalah. Misalnya, zakat fitrah asalnya dibayar dengan satu sha’ beras (yaitu sekitar 2,5 – 3,0 kg), tetapi akhirnya ditambah menjadi dua sha’ dan dianggap tambahan itu sebagai sedekah, maka tidaklah masalah. Semisal pula bakda shalat lima waktu dianjurkan membaca tasbih tiga puluh tiga kali, tetapi ditambah lebih dari itu dan diyakini ada tuntunan, bahkan lebih afdal, maka seperti itu dihukumi bidah. Namun, jika tidak diyakini sebagai suatu yang sunnah dan dilakukan kadang-kadang saja, maka tidaklah masalah.
Jika ada tambahan yang tidak ada tuntunan dalam ibadah apakah membatalkan ibadah? Di sini perlu dipahami dua hal:
1- Tambahan tersebut bersambung dengan ibadah itu sendiri, maka ibadah yang ditambah itu menjadi batal. Contoh: melaksanakan shalat Zhuhur lima rakaat, shalat tersebut menjadi batal. Karena satu rakaat tambahan bersambung langsung dengan shalat.
2- Tambahan tersebut terpisah dan tidak kembali pada pokok ibadah. Contoh: melakukan basuhan ketika wudhu sebanyak empat kali. Kali yang keempat tidak dituntunkan, maka basuhan ketiga yang jadi asal, tidaklah batal.
Baca juga: Wudhu sesuai Petunjuk Rasul
Keempat: Mencocoki Tata Cara
Contoh amalan yang tidak ada tuntunan yang tidak mencocoki tata cara: mendahulukan sujud baru rukuk.
Kelima: Mencocoki Tempat
Contoh amalan yang tidak ada tuntunan yang tidak mencocoki tempat: thawaf di tempat selain Kabah, wukuf selain di Arafah, dan iktikaf selain di masjid.
Keenam: Mencocoki Waktu
Contoh amalan yang tidak ada tuntunan yang tidak mencocoki waktu: shalat Zhuhur sebelum waktu zawal, yaitu sebelum matahari tergelincir ke barat.
Semoga Allah beri taufik dan hidayah. Allahumma inna nas-alukal huda was sadaad, Ya Allah berilah kami hidayah dan petunjuk pada kebenaran.
Baca juga:
- Perbedaan Shalat Dhuha dan Shalat Isyraq
- Hati-Hati Berkata Bidah
- Kenapa Tidak Boleh Lakukan Bidah?
- Akibat Berbuat Bid’ah
—
@ Darush Sholihin, 3 Jumadal Akhirah 1442 H, 16 Januari 2021
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
Artikel Rumaysho.Com