Ngalap Berkah
Ngalap berkah atau tabarruk adalah kata yang tidak asing lagi di telinga orang Jawa khususnya dan orang Indonesia pada umumnya. Sebab ditilik dari segi sejarah, kerangka budaya suku-suku di Indonesia memang dilatarbelakangi prinsip animisme dan dinamisme. Setelah Islam masuk ke nusantara tradisi ini makin marak, karena memang dalam Islam terdapat syariat tabarruk (mencari berkah).
Tetapi masalahnya banyak kaum muslimin yang tidak memahami manakah tabarruk yang sesuai syariat dan manakah tabarruk yang tidak sesuai dengan syariat. Akibatnya banyak kaum muslimin yang berbondong-bondong ke tempat keramat atau orang yang disangka punya berkah seperti kuburan wali, gua, pemandian, pohon, sendang (telaga) dan sebagainya. Kenyataan ini diperburuk dengan ada orang yang dipandang oleh masyarakat sebagai kiai atau ulama kemudian malah menganjurkan. Padahal kalau dilihat seringkali amalan-amalan di tempat tersebut merupakan wajah lain kesyirikan.
Makna Tabarruk
Tabarruk adalah mencari berkah berupa tambahan kebaikan dan pahala dan setiap yang dibutuhkan hamba dalam dunia dan agamanya, dengan benda atau wahyu yang barokah. Tabarruk ini terbagi menjadi dua macam yaitu tabarruk yang syar’i dan yang tidak syar’i.
Tabarruk yang Syar’i dan yang Tidak Syar’i
Tabbaruk dengan sesuatu yang syar’i dan diketahui secara pasti atau ada dalilnya bahwa sesuatu tersebut mendatangkan barokah.
- Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan: membaca Al Quran, berzikir, belajar ilmu agama dan mengajarkannya, makan dengan berjamaah dan menjilati jari sesudah makan.
- Tabarruk dengan tempat: I’tikaf di masjid, tinggal di Mekkah, Madinah atau Syam.
- Tabarruk dengan waktu: semangat beribadah di malam Lailatul Qodar, banyak berdoa di waktu sahur.
- Tabarruk dengan makanan dan minuman: Meminum madu dan air zam-zam, memakai minyak zaitun, mengonsumsi habatussauda’ (jintan hitam).
- Tabarruk dengan zat Nabi shollalohu ‘alaihi wa sallam: berebut ludahnya, mengambil keringatnya, mengumpulkan rontokan rambutnya ketika beliau masih hidup.
Tabarruk yang tidak syar’i atau terlarang yaitu tabarruk yang tidak ada dalil syar’inya atau tidak mengikuti tuntunan syariat.
- Tabarruk dengan perkataan dan perbuatan: Sholawat atau zikir yang bid’ah.
- Tabbaruk dengan tempat: Ziarah religius ke kubur para wali.
- Tabarruk dengan waktu: menghidupkan malam nisfu sya’ban, mengadakan perayaan maulid nabi, Isra’ Mi’raj, Nuzulul Quran dan sebangsanya.
- Tabarruk dengan makanan dan minuman: minum sisa kiai, berebut tumpeng sekaten.
- Tabarruk dengan benda-benda: mengambil tanah karbala, berebut kotoran “Kyai Slamet”, sabuk supranatural.
- Tabarruk dengan zat orang sholih atau peninggalannya: meminum ludahnya atau keringatnya, berebut bekas peci atau bajunya, memilih sholat di tempat orang sholih itu sholat, meminum atau menyimpan sisa air wudhu’ orang sholih, atau dengan menciumi lututnya.
Mengharap Berkah Kepada Pohon, Batu dan Sejenisnya Adalah Kesyirikan
Abu Waqid Al-Laitsi menuturkan, Suatu saat kami pergi keluar bersama Rosululloh sholallahu alaihi wa sallam ke Hunain, sedang kami dalam keadaan baru saja masuk Islam. Kemudian kami melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik yang dinamakan Dzatu Anwath, mereka selalu mendatanginya dan menggantungkan senjata-senjata perang mereka pada pohon itu untuk mencari berkah. Kami pun berkata: “Ya Rosululloh, buatkanlah untuk kami Dzatu Anwath sebagaimana Dzatu Anwath mereka.” Maka Rosululloh bersabda: “Allahu Akbar, itulah tradisi (orang-orang sebelum kamu). Dan demi Alloh yang diriku hanya berada di Tangan-Nya, ucapan kalian seperti perkataan Bani Israil kepada Musa: ‘Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana tuhan orang-orang itu.’ Musa menjawab, ‘Sungguh, kamu adalah kaum yang tidak mengerti.`” Beliau bersabda lagi, “Sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kamu (Yahudi dan Nasrani).” (Hadits shohih, riwayat At-Tirmidzi)
Mereka para sahabat meminta kepada Rosululloh untuk bertabarruk dengan pohon tersebut sebagaimana orang musyrik. Namun jawaban beliau amat keras, beliau malah menyamakan permintaan itu dengan meminta sesembahan selain Alloh, dan ini adalah syirik besar. Namun mereka melakukan itu karena baru saja lepas dari kekufuran dan belum mengetahui bahwa hal tersebut dilarang. Dan mereka belum melaksanakan permintaan tersebut. Dari hadits ini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa hal-hal yang diperbuat oleh orang-orang yang meyakini bahwa boleh ngalap berkah dari pohon dan bebatuan, wukuf dan menyembelih hewan di tempat tersebut merupakan kesyirikan.
Tidakkah kita lihat bagaimana Umar bin Khottob ketika beliau mencium Hajar Aswad beliau mengatakan, “Sungguh aku tahu bahwa kamu hanyalah sebuah batu, tidak mendatangkan manfaat juga tidak mendatangkan mudhorot. Seandainya aku tidak melihat Rosululloh menciummu maka aku pun tidak akan menciummu.” (Bukhori). Lihatlah kepasrahan Umar terhadap syariat yang ditetapkan ketika beliau mencium Hajar Aswad. Beliau mencium Hajar Aswad karena mencontoh Rosululloh, dan dengan mencontoh Rosululloh inilah didapatkan barokah. Lain halnya dengan beberapa kaum muslimin yang justru malah mengusap baju-baju mereka di Hajar Aswad untuk mencari berkah! Masya Alloh!
Demikianlah, pada prinsipnya, berkah itu hanya kepunyaan Alloh. Dialah yang memberikannya. Sedangkan pribadi-pribadi, benda-benda, tempat-tempat serta waktu-waktu yang dinyatakan banyak mengandung berkah oleh syariat, tidak lain hanyalah sebab semata bagi diperolehnya berkah. Bukan pemilik dan pemberi berkah. Cara mencari berkah melalui hal-hal yang diakui menurut syariat, juga harus mengikuti petunjuk syariat, agar tidak terjerumus dalam perbuatan bid’ah atau syirik. Siapa yang mencari berkah kepada selain Alloh, ia terjerumus ke dalam syirik akbar. Dan siapa yang mencari berkah melalui hal-hal yang dibenarkan menurut syariat, tetapi dengan cara yang berlawanan dengan syariat, ia terjerumus dalam bid’ah. Na’udzu billah min Dzalik. Wa Nas’alullah Al ‘afiyah.
***
Penulis: Abu Hasan R. Saputra (Alumni Ma’had ilmi)
Artikel www.muslim.or.id
Artikel asli: https://muslim.or.id/200-ngalap-berkah.html