Kisah Muslim di Ningbo, China
Assalaamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh,
Alhamdulillah…. Semoga shalawat dan salam selalu tercurah untuk nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa salam, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Tulisan singkat ini saya buat atas permintaan akhi Amrullah -semoga Allah selalu menjaganya-. Tentang keadaan masyarakat muslim di negeri China, khususnya masyarakat muslim di kota Ningbo.
Selama keberadaan saya di sini sekitar 1 bulan lebih, saya telah mengunjungi beberapa kota dan propinsi di negeri China, sayangnya dari kota-kota tersebut mayoritas penduduknya bukan muslim. Saya tinggal di kota Ningbo propinsi Zhejiang sekitar tiga jam melalui perjalanan darat ke Shanghai-kota terbesar di China-. Ningbo bukan kota yang mayoritas penduduknya muslim, kebanyakan dari mereka menganut agama Konghucu maupun lainnya, sehingga banyak ditemukan temple.
Berbekal info dari google saya berhasil menemukan alamat masjid satu-satunya di Kota Ningbo, tapi sayangnya setiap orang yang saya tanya, tidak satu pun mengetahui keberadaan alamat tersebut. Proses pencarian masjid di kota Ningbo terpaksa terhenti karena berbagai kesibukan dan perjalanan dinas keluar kota. Hari Jumat pertama di kota Ningbo, saya izin keluar kantor, niatnya ingin mencari masjid dan sholat Jum’at, alangkah senang dan bahagianya ketika itu, karena teman satu kantor ada yang bersedia mengantar dan mencarikan saya masjid (mungkin dia tahu alamat masjid tersebut- pikir saya dalam hati-), tapi sayangnya dia salah pengertian, saya malah diantar ke gereja.
Restoran dan rumah makan muslim banyak bertebaran di kota ini, dengan ciri khas pelayannya memakai peci putih dan baju koko atau memakai jilbab/kerudung dan ada plang halal dalam tulisan arab maupun mandarin, ada juga yang menempel semacam sertifikasi halal dari instansi yang berwenang. Namun sayangnya karena keterbatasan ilmu dan sarana dalam menuntut ilmu banyak diantara mereka yang belum tahu tentang adab-adab islam, diantaranya masih makan dan minum dengan tangan kiri. Awal pertama kali saya berkenalan dengan pegawai restaurant dan memperkenalkan diri bahwa saya seorang muslim, dia sangat senang dan menjabat tangan saya. Saya bertanya kepadanya di mana masjid kota ini? Dengan senang hati dia berusaha menunjukkannya, namun sayangnya karena saya juga baru belajar bahasa mandarin, saya tidak begitu mengerti apa yang dikatakannya.
Pada tanggal 10/04/10, ba’da Zhuhur saya melanjutkan kembali pencarian masjid di kota ini. Alhamdulillah setelah beberapa kali bertanya, akhirnya saya menemukan masjid satu-satunya di kota ini, di dalamnya ada dua orang yang sedang sholat. Bangunan masjidnya sangat khas dengan bangunan-bangunan cina lainnya, sambil menunggu waktu sholat Ashar, saya melihat-lihat lokasi di sekeliling masjid, sambil sesekali ambil foto, tak lama kemudian dua orang yang tadi sedang sholat keluar masjid, mereka menyapa saya dengan salam yang sangat fasih dan menjabat tangan saya (tidak dapat digambarkan senangnya hati saya ketika itu), lalu saya mengatakan bahwa saya dari Indonesia. Tak lama kemudian, datanglah pengurus masjid dan kembali menyapa saya dengan salam yang sangat fasih, dia sekaligus imam dan ustadz di masjid ini, masjid ini juga memiliki ruang perpustakaan, madrasah dan lain sebagainya. Dia juga fasih berbahasa arab, lalu kami berkenalan: mereka adalah Daud, Sulaeman, dan Harun. Ketika kami sedang berbincang dan berjalan di area masjid, datang juga dua orang muslim dari Yordania, mereka juga sedang berusaha mencari masjid, kemudian kami foto bersama.
Ketika diberi jadwal sholat 5 waktu, saya lihat ada perbedaan yang begitu mencolok untuk waktu Zhuhur dan Ashar, yaitu berbeda sekitar 1-1,5 jam dari jadwal sholat yang saya punya, untuk waktu Zhuhur jam 13.00, sementara di jadwal yang saya punya sekitar jam 11.55. Waktu Ashar sekitar jam 16.50, sementara di jadwal yang saya punya sekitar jam 15.31, namun jika saya lihat tergelincirnya matahari yang lebih mendekati kebenaran -InsyaAllah- adalah jadwal sholat yang saya miliki.
Ketika tiba waktu ashar kami sholat berjamaah, dengan jumlah jamaah ketika itu sekitar 5, setelah itu saya pulang, dan mereka berpesan untuk selalu pergi ke masjid dan berdo’a.
Beberapa fenomena ketika sholat:
- Imam tidak berdiri mendekati sutroh (pembatas ketika shalat)1.
- Tidak ada jama’ah kedua dalam masjid, untuk orang datang terlambat.
- Jika sholat sunnah, tidak ada yang mendekati sutroh.
- Tidak terlihat memberi isyarat ketika tasyahud.
- Bersedekap tidak di dada.
- Duduk iftirasy ketika tasyahud akhir pada sholat 4 rakaat.2
- Kurang thuma’ninah ketika sujud.3
- Masih menggunakan biji-bijian tasbih ketika berdzikir.
Demikianlah tulisan yang dapat saya berikan, mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua. Satu hal kenikmatan berada di Negara muslim adalah, nampaknya syiar-syiar islam, seperti kemudahan dalam menuntut ilmu, banyaknya masjid, berkumandangnya adzan, kemudahan dalam mencari makanan halal, yang semua ini sulit didapatkan dan ditemukan di negara yang penduduknya bukan muslim seperti China. Maka bersyukurlah bagi kita yang tinggal dan lahir di negara yang mayoritas penduduknya beragama islam seperti Indonesia.
Wassalaamualaikum warahmatullahi wabarakaatuh
***
Penulis: Fathoni A.
Editor: M.A. Tuasikal
Artikel www.muslim.or.id
Catatan kaki
1 Sebagian ulama menganggap sutroh wajib sebagaimana anggapan penulis, dan sebagian lagi tidak sampai mewajibkannya.
2 Ini pendapat dari Imam Abu Hanifah dan yang sepaham dengannya.
3 Sebagian ulama mengatakan bahwa thuma’ninah adalah sekedar membaca bacaan wajib ketika sujud. Sebenarnya thuma’ninah merupakan bagian dari rukun shalat. Jika thuma’ninah seperti ini tidak ada, maka shalatnya jadi bermasalah.
*Bagi Ikhwan atau Akhwat yang ingin berbagi info-info islam di belahan dunia, bisa mengirimkannya ke email [email protected]. Jazakumullahu khoiron
🔍 Terapi Air Hujan Untuk Pengobatan, Keutamaan Dzikir Pagi Dan Petang Rumaysho, La Ilaha Illallah Arab, Islam Syiah Sesat
Artikel asli: https://muslim.or.id/2882-kisah-muslim-di-ningbo-china.html