Perintah Menjauhi Majelis yang Berisi Kebatilan dan Kemungkaran
Di antara sifat ‘ibadurrahman
Allah Ta’ala berfirman
وَٱلَّذِينَ لَا يَشۡهَدُونَ ٱلزُّورَ وَإِذَا مَرُّواْ بِٱللَّغۡوِ مَرُّواْ كِرَاما
“Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS. Al-Furqon: 72)
Di antara akhlak mulia dan sifat yang indah ‘ibadurrahman adalah mereka menjauhkan diri dari majelis-majelis (forum) yang di dalamnya penuh dengan kemungkaran, kebatilan, dan hal-hal yang sia-sia, yaitu semua hal yang diharamkan oleh syariat. Maksud firman Allah Ta’ala,
وَٱلَّذِينَ لَا يَشۡهَدُونَ ٱلزُّورَ
Artinya tidak menghadiri majelis yang berisi kedustaan dan kebatilan, dan tidak pula menghadiri majelis yang berisi tipu daya, dan tidak berperan serta bersama (menolong atau memberikan bantuan) para pelaku yang melakukan hal-hal tersebut.
Makna Ayat
Berbagai majelis dan forum pertemuan yang diadakan untuk melakukan maksiat dan dosa, misalnya: majelis (forum atau pertemuan) yang berisi ghibah, mengejek, mengolok-ngolok, merendahkan; majelis yang berisi nyanyian; majelis yang berisi menonton kemungkaran dan perbuatan keji yang ditujukan di layar televisi, begitu juga di layar genggam (hape); dan lainnya.
Termasuk dalam makna ayat dia atas adalah forum pertemuan yang diadakan untuk melariskan pemikiran-pemikiran yang menyimpang, pendapat-pendapat yang rusak, dan amal-amal bid’ah. Itulah majelis yang diisi oleh para penyeru kejelekan dan kesesatan.
Tercakup juga dalam cakupan makna ayat tersebut adalah peringatan hari raya orang-orang musyrik dan seluruh kegiatan yang berperan untuk meramaikan hari raya mereka. Maka, haram atas seorang muslim menghadiri perayaan hari besar orang-orang musyrik. Atau, seorang muslim mengucapkan selamat kepada orang musyrik atau kafir berkenaan dengan hari raya mereka. Begitu juga, haram bagi seorang muslim menampakan kegembiraan karena datangnya hari raya orang musyrik. Inilah beberapa penjelasan para ulama mengenai makna ayat tersebut.
Stelah membawakan sejumlah perkataan salaf tentang makna ayat di atas, Al-Hafidz Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah kemudian membuat kesimpulan sebagai berikut,
فأولىٰ الأقوال بالصواب في تأويله أن يقال: و الذين لا يشهدون شيئًا مِنَ الباطل؛ لا شِركًا, و لا غِناءً, ولا كَذِبًا, ولا غيرَهُ, و كُلّ ما لَزِ مَهُ اسمُ الزُّور؛ لأنَّ الله عَمَّ في وَصفِهِ إِيَّاهم أنحم: لايشهدون الزُّور
“Pendapat yang paling tepat untuk menjadi pendapat yang benar berkaitan dengan tafsir untuk ayat ini adalah kita katakan, mereka (‘ibaadurrahman) tidaklah menghadiri dan menonton satu pun kebatilan; baik itu kemusyrikan, nyanyian, tidak pula kebohongan, atau yang selain itu, selama dinilai sebagi sebuah kebatilan. Hal ini karena Allah Ta’ala mensifati mereka dengan kalimat, “mereka sama sekali tidak menghadiri kebatilan.”” (Kitab Jaami’ Al-Bayan: 17: 523)
Maka seorang ‘iibadurrahman tidaklah menghadiri kegiatan-kegiatan ini dengan semua bentuknya. Lebih-lebih lagi menjadi pelaku kebatilan.
Sebagaimana dalam ayat tersebut Allah Ta’ala melanjutkan
وَإِذَا مَرُّواْ بِٱللَّغۡوِ مَرُّواْ كِرَاما
Maka mereka (‘ibadurrahman) tidak akan mendatangi majelis yang berisi perbuatan dan perkataan yang sia-sia secara sengaja. Akan tetapi, seandainya salah satu ‘ibadurrahman melewati majelis yang di sana ada suatu kemungkaran atau kebatilan, maka mereka adalah orang yang melewatinya dengan memuliakan dirinya dengan cara tidak hadir dan berpaling darinya. Dia bersihkan dirinya dengan tidak duduk di majelis tersebut.
Penulis: Azka Hariz
Artikel asli: https://muslim.or.id/54185-perintah-menjauhi-majelis-yang-berisi-kebatilan-dan-kemungkaran.html