Serial Fiqh Zakat (Bag. 8): Nishab Zakat Emas dan Perak
Baca pembahasan sebelumnya Serial Fiqh Zakat (Bag. 7): Zakat Perhiasan Emas dan Perak
Nisab zakat emas
Pada dasarnya, emas tidaklah wajib dizakati kecuali setelah mencapai nisab sebesar 20 mitsqal yang setara dengan 20 dinar.
Dari sahabat Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا، وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ، فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ
“Tidak wajib atasmu zakat emas kecuali engkau memiliki 20 dinar dan telah melewati setahun. (Jika telah memenuhi hal itu), maka zakatnya sebesar 0,5 dinar. Apa yang lebih dari itu, maka zakatnya juga menyesuaikan dengan perhitungan tersebut.” (HR. Abu Dawud no. 1573, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 1573)
Meski sejumlah kalangan menyatakan bahwa tidak ada satu pun hadis sahih yang memberikan informasi perihal ketentuan nisab zakat emas, termasuk hadis di atas, namun alim ulama bersepakat bahwa nisab zakat emas adalah 20 mitsqal dan tidak ada kewajiban zakat pada emas yang beratnya di bawah itu. (Lihat Al-Umm 2: 43, Al-Amwal hlm. 501, Al-Ijma’ hlm. 48, At-Tamhid 20: 145, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 7: 48, 49, 53)
Asy-Syafi’i rahimahullah menyatakan,
لا أعلم اختلافًا في أنْ ليس في الذَّهَب صدقة، حتى تبلُغَ عشرينَ، فإذا بلغَتْ عِشرينَ مثقالًا، ففيها الزَّكاةُ
“Tidak ada perbedaan sepanjang pengetahuanku bahwa tidak ada zakat pada emas kecuali telah mencapai 20 mitsqal. Apabila emas itu mencapai 20 mitsqal, maka ada kewajiban zakat padanya.”
Ketentuan nisab zakat emas sebesar 20 mitsqal ini disepakati, kecuali Al-Hasan Al-Bashri yang berpendapat bahwa tidak ada kewajiban zakat terhadap emas yang beratnya kurang dari 40 mitsqal. Pendapat beliau tersebut disampaikan oleh Ibnu Al-Mundzir dalam kitabnya Al-Ijma’.
Baca Juga: Tidak Boleh Melakukan Tipu Daya untuk Menghindari Pembayaran Zakat
Konversi nisab zakat emas dengan satuan berat kontemporer
Alim ulama menakar dan memperkirakan satuan mitsqal dengan biji gandum barley (حَبَّةً شَعِير). Mereka menyatakan bahwa satu mitsqal setara dengan 72 biji gandum barley yang berukuran sedang, belum dikupas, dan dipotong kedua ujungnya yang kecil dan memanjang.
Asy-Syarbini al-Khathib menyatakan,
والمثقال لم يتغير جاهلية ولا إسلاما، وهو اثنان وسبعون حبة، وهي الشعيرة معتدلة لم تقشر وقطع من طرفيها ما دق وطال
“Ukuran mitsqal tidak berubah sejak zaman jahiliyah hingga munculnya agama Islam, yaitu setara dengan berat 72 biji gandum barley yang berukuran sedang, belum dikupas, dan dipotong kedua ujungnya yang kecil dan memanjang.” (Mughni al-Muhtaj)
Namun mereka berbeda pendapat dalam mengonversi berat 72 biji gandum barley ke dalam satuan kontemporer seperti satuan gram.
Ada yang menyatakan satu mitsqal setara dengan 3,5 gram sehingga nisab zakat emas adalah sebesar 20 mitsqal x 3,5 gram = 70 gram emas.
Ada yang berpendapat satu mitsqal setara dengan 3,60 gram sehingga nisab zakat emas adalah sebesar 20 mitsqal x 3,60 gram = 72 gram emas.
Ada yang berpendapat satu mitsqal setara dengan 4,25 gram sehingga nisab zakat emas adalah sebesar 20 mitsqal x 4,25 gram = 85 gram emas.
Pendapat terakhir inilah yang diamini oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam asy-Syarh al-Mumti’ (6: 97). Syaikh Ibnu ‘Utsaimin menyatakan,
وقد حررتُ نصاب الذهب فبلغ خمسة وثمانين جرامًا من الذهب الخالص
“Saya telah meneliti nisab zakat emas dan tercapail berat 85 gram emas murni.” (Asy-Syarh Al-Mumti’ 6: 97)
Dengan demikian, setiap orang yang memiliki 85 gram emas murni maka emas yang dimilikinya mencapai nisab zakat emas sehingga wajib dizakati. Ketentuan ini berlaku pada emas murni yang pada saat ini dinyatakan dalam kadar 24 karat.
Baca Juga: Menyegerakan Zakat Mal di Tengah Pandemi Corona
Nisab zakat perak
Nisab zakat perak adalah sebesar 200 dirham. Ketentuan ini terdapat dalam hadis Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, tatkala Abu Bakar radhiallahu ‘anhu menuliskan aturan zakat yang telah ditetapkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutusnya ke negeri Bahrain, dinyatakan dalam aturan tersebut,
وفي الرِّقَةِ رُبُعُ العُشرِ، فإذا لم يكُنِ المالُ إلَّا تِسعينَ ومئةَ درهمٍ؛ فليس فيها شيءٌ إلَّا أن يشاءَ ربُّها
“Dan untuk zakat uang perak (dirham), maka ketentuannya seperempat puluh (2,5%) bila (telah mencapai dua ratus dirham). Dan apabila tidak mencapai jumlah itu, namun hanya seratus sembilan puluh dirham, maka tidak ada kewajiban zakat kecuali bila pemiliknya mau mengeluarkannya.” (HR. al-Bukhari no. 1454)
Nisab zakat perak ditetapkan sebesar 200 dirham yang setara dengan berat 5 uqiyah berdasarkan hadis Abu Sa’id Al-Khudri radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ مِنْ الْوَرِقِ صَدَقَةٌ
“Tidak ada zakat pada al-wariq (uang perak dirham) yang kurang dari lima uqiyah.” (HR. Bukhari no. 1405 dan Muslim no. 979)
Konversi nisab zakat perak dengan satuan berat kontemporer
Terdapat ijmak bahwa nisab zakat perak sebesar 200 dirham yang setara dengan 140 mitsqal. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama karena mereka menganggap nisab zakat perak ditentukan dengan timbangan berdasarkan hadis Abu Sa’id di atas dimana uqiyah merupakan satuan berat.
Jika dikonversikan dalam satuan berat kontemporer, berapakah nisab zakat perak?
Berdasarkan pendapat yang menyatakan satu mitsqal setara dengan 4,25 gram, maka nisab zakat perak adalah sebesar 4,25×140 = 595 gram (Asy-Syarh Al-Mumti’ 6: 9, Fiqh Az-Zakat 1: 260).
Dengan demikian, apabila seorang memiliki perak seberat 595 gram, maka perak itu telah mencapai nisab dan wajib dizakati.
Kadar dalam nisab zakat emas dan perak
Ketika alim ulama membicarakan nisab zakat emas dan zakat perak, maka ketentuan nisab tersebut berlaku untuk emas dan perak yang murni tanpa tercampur dengan logam lain, sehingga yang menjadi tolok ukur dalam penentuan nisab adalah kadar emas dan perak murni. An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
إذا كان له ذهبٌ أو فضة مغشوشة، فلا زكاةَ فيها حتى يبلغ خالصُها نصابًا
“Apabila emas dan perak bercampur dengan logam lain, maka tidak ada zakat pada emas/perak itu hingga kandungan emas/perak murni mencapai nisab.” (Al-Majmu’ 5: 467)
Apabila kadar emas itu kurang dari 24 karat, maka emas itu bukanlah emas yang murni karena bercampur dengan tembaga, perak, dan logam lain. Semakin kecil karat suatu emas, semakin kecil kemurniannya karena kandungan logam semakin besar. Kandungan logam lain pada emas ini tidak dapat dijadikan pelengkap untuk menyempurnakan nisab zakat emas. Berdasarkan hal itu, nisab zakat emas berdasarkan kemurniannya/karatnya, bisa ditentukan dengan rumus :
(karat emas murni/karat emas yang dimiliki) x nisab zakat emas murni
Misal kita meggunakan nisab zakat emas murni sebesar 85 gram, maka,
Emas 21 karat memiliki nisab sebesar 24/21 x 85 gram = 97,14 gram,
Emas 18 karat memiliki nisab sebesar 24/18 x 85 gram = 113,33 gram,
Emas 16 karat memiliki nisab sebesar 24/16 x 85 gram = 127,5 gram,
dan seterusnya.
Baca Juga: Panduan Zakat Minimal 2,5%
Besaran wajib zakat emas dan perak
Setiap orang yang memiliki emas yang mencapai berat 85 gram atau perak yang mencapai berat 595 gram, maka ia berkewajiban mengeluarkan besaran zakat sebesar seperempat puluh, yaitu 2,5% dari berat tersebut. Hal ini merupakan kesepakatan ulama. Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan,
إذا تمَّت الفضَّةُ مئتين، والدنانيرُ عِشرين، فالواجِبُ فيها رُبُع عُشْرِها، ولا نعلَمُ خلافًا بين أهل العِلم في أنَّ زكاة الذهب والفضَّة رُبُعُ عُشرِها
“Apabila perak genap mencapai 200 dirham dan emas genap mencapai 20 dinar, maka besaran zakat yang wajib dikeluarkan adalah seperempat puluhnya. Kami tidak mengetahui ada perselisihan pendapat di antara ahli ilmu akan hal ini.” (Al-Mughni 3: 38)
Besaran zakat ini ditetapkan berdasarkan hadis Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَيْءٌ حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا، وَحَالَ عَلَيْهَا اَلْحَوْلُ، فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ، فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ
“Tidak wajib atasmu zakat emas kecuali engkau memiliki 20 dinar dan telah melewati setahun. (Jika telah memenuhi hal itu), maka zakatnya sebesar 0,5 dinar. Apa yang lebih dari itu, maka zakatnya juga menyesuaikan dengan perhitungan tersebut.” (HR. Abu Dawud no. 1573, dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no. 1573)
Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu menyatakan bahwa Abu Bakar radhiallahu ‘anhu menuliskan aturan zakat yang telah ditetapkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika mengutusnya ke negeri Bahrain, dinyatakan dalam aturan tersebut,
وفي الرِّقَةِ رُبُعُ العُشرِ، فإذا لم يكُنِ المالُ إلَّا تِسعينَ ومئةَ درهمٍ؛ فليس فيها شيءٌ إلَّا أن يشاءَ ربُّها
“Dan untuk zakat uang perak (dirham) maka ketentuannya seperempat puluh (2,5%) apabila (telah mencapai dua ratus dirham). Dan apabila tidak mencapai jumlah itu, namun hanya seratus sembilan puluh dirham, maka tidak ada kewajiban zakat kecuali bila pemiliknya mau mengeluarkannya.” (HR. al-Bukhari no. 1454)
Menyatukan nisab emas dan perak untuk menyempurnakan nisab
Apakah berat emas dapat disatukan dengan berat perak untuk menyempurnakan nisab dan sebaliknya?
Mayoritas ulama berpendapat bahwa keduanya dapat disatukan untuk menyempurnakan nisab karena ‘illat/maksud keduanya sama, yaitu keduanya merupakan alat tukar dalam transaksi jual-beli dan merupakan tolok ukur nilai bagi suatu barang. Dengan alasan inilah berat keduanya dapat melengkapi nisab yang satu dengan yang lain.
Sebagai contoh, jika Anda memiliki setengah nisab emas, yaitu 10 mitsqal dan setengah nisab perak, yaitu 100 dirham. Apabila 10 mitsqal emas tadi diasumsikan setara dengan 100 dirham, maka berdasarkan pendapat ini Anda wajib mengeluarkan zakat karena setidaknya nisab zakat perak telah tercapai yaitu sebesar 200 dirham.
Pendapat lain menyatakan bahwa berat emas dan perak tidak dapat disatukan untuk menyempurnakan nisab. Dan inilah pendapat yang tepat karena sejumlah alasan berikut:
1. Hadits Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, Nabi shalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَلَيْسَ فِيمَا دُونَ خَمْسِ أَوَاقٍ مِنْ الْوَرِقِ صَدَقَةٌ
“Tidak ada zakat pada al-wariq (uang perak dirham) yang kurang dari lima uqiyah.” (HR. Al-Bukhari no. 1405 dan Muslim no. 979)
Redaksi hadis di atas tegas menyatakan bahwa tidak ada zakat pada perak yang kurang dari 5 uqiyah, meski ia memiliki emas dalam jumlah yang banyak. Apabila kita menyatukan berat emas dan perak untuk menyempurnakan nisab zakat, maka ini berarti kita mewajibkan zakat pada perak yang jumlahnya kurang dari lima uqiyah. Hal ini tentu tidak sejalan dengan hadis di atas. (Lihat al-Muhalla 6: 83, Adhwal al-Bayan 2:125-126)
Demikian pula halnya jika emas yang Anda miliki kurang dari nisab, maka perak milik Anda tidak bisa menyempurnakan nisabnya (Asy-Syarh al-Mumti’ 6: 101).
2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa emas dan perak merupakan dua hal yang berbeda jenis sehingga dalam pertukaran keduanya diperbolehkan tafaadhul (berbeda kuantitas/berat). Tidaklah tepat jika menganggap keduanya sejenis sehingga bisa saling melengkapi nisab, sementara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadikan keduanya berbeda jenis (Al-Amwal hlm. 513).
3. Alasan bahwa ‘illat/maksud dari emas dan perak itu serupa, yaitu sebagai alat tukar, tidak lantas menjadikan keduanya sebagai harta yang satu sehingga bisa saling melengkapi nisab. Emas dan perak merupakan jenis harta zakat yang berbeda sehingga tidak bisa disatukan untuk saling menyempurnakan nisab. Sebagaimana juga gandum burr tidak bisa disatukan dengan gandum sya’ir untuk menyempurnakan nisab padahal keduanya memiliki maksud yang sama, yaitu sebagai makanan pokok. Demikian pula dengan kambing yang tidak bisa digunakan untuk menyempurnakan nisab sapi, dimana keduanya memiliki maksud yang sama yaitu binatang ternak yang dikembangkan (Bidayah Al-Mujtahid 1: 257, asy-Syarh al-Mumti’ 6: 102).
4. Emas dan perak masing-masing memiliki nisab tersendiri, sehingga tidak bisa disatukan untuk saling menyempurnakan nisab. Konsekuensi pendapat yang menyatakan bahwa nisab keduanya bisa saling melengkapi adalah munculnya hukum baru dalam agama karena menyatakan adanya suatu nisab yang bukan nisab emas dan perak. Tentu mustahil dalam perkara yang ambigu ini terdapat hukum khusus sementara ketentuan agama mendiamkannya, mengingat karakter agama ini adalah senantiasa memberikan penjelasan (Bidayah Al-Mujtahid 1: 259-259, Al-Mughni 3: 36).
5. Seandainya Anda memiliki emas 20 dinar dan harga 1 dinar saat ini setara dengan 9 dirham atau kurang dari itu, maka zakat tetap wajib ditunaikan dari emas Anda tersebut meski nilainya tidak mencapai 200 dirham (nisab perak). Sebaliknya, jika Anda memiliki emas sebanyak 10 dinar dan harga 1 dinar saat itu setara dengan 20 dirham atau lebih, maka emas yang Anda miliki itu tidak wajib dizakati meski nilainya setara dengan 200 dirham atau lebih. Hal ini menunjukkan bahwa keduanya merupakan obyek zakat yang berbeda dengan nisab yang berbeda pula sehingga tidak bisa digunakan untuk saling menyempurnakan nisab (Al-Amwal hlm. 513-515).
Menyatukan nilai komoditi perdagangan pada nisab emas atau perak
Nilai barang dagangan dapat disatukan pada berat emas atau perak sehingga mencapai nisab. Sebagai contoh, Anda memiliki setengah nisab perak, yaitu 100 dirham dan memiliki barang dagangan yang nilainya setara dengan 100 dirham. Maka dalam kasus ini, Anda dapat menyatukan nilai barang dagangan tersebut untuk menyempurnakan nisab zakat perak menjadi 200 dirham, kemudian zakatnya dikeluarkan dari jumlah nisab perak tersebut.
Contoh lain, jika Anda memiliki 50 gram emas dan barang dagangan yang nilainya setara dengan 35 gram emas, maka Anda bisa menyatukan nilai barang dagangan itu untuk melengkapi nisab emas (yaitu 85 gram) kemudian ditunaikan zakatnya.
Hal ini bisa dilakukan karena zakat barang dagangan berkaitan dengan qiimah (nilai nominal uang) sehingga sejenis dengan emas dan perak. Oleh karena itu, nilai barang dagangan bisa disatukan dengan emas atau perak untuk saling melengkapi nisab (Al-Mughni 3: 36, Al-Furu’ 4: 138).
Ketentuan ini telah menjadi kesepakatan ulama sebagaimana yang dinyatakan al-Khaththabi,
لا أعلَمُ عامَّتَهم اختلفوا في أنَّ من كانت عنده مئةُ درهمٍ، وعنده عَرْضٌ للتِّجارة يساوي مئةَ درهمٍ وحال الحَوْلُ عليهما أنَّ أحدَهما يُضمُّ إلى الآخَرِ وتجِبُ الزَّكاة فيهما
“Saya tidak mengetahui ada perselisihan pendapat perihal seorang yang memiliki perak sebanyak 100 dirham dan barang dagangan yang setara dengan 100 dirham, yang telah dimiliki selama setahun, bahwa keduanya digabungkan sehingga keduanya wajib dizakati” (Ma’alim As-Sunan 2: 16).
Ibnu Qudamah menyatakan,
فإنَّ عروضَ التِّجارة تُضمُّ إلى كلِّ واحدٍ مِنَ الذَّهَبِ والفضة، ويُكَمَّل به نِصابه، لا نعلمُ فيه اختلافًا
“Nilai barang dagangan dapat disatukan pada salah satu nilai emas dan perak, sehingga nisabnya sempurna. Kami tidak mengetahui ada pendapat yang berbeda dalam hal ini.” (Al-Mughni 3: 36)
Wallahu ta’ala a’lam.
Baca Juga:
Demikian pembahasan ini. Semoga bermanfaat.
[Bersambung]
***
Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim, ST.
Artikel asli: https://muslim.or.id/59569-serial-fiqh-zakat-bag-8-nishab-zakat-emas-dan-perak.html