Penjelasan Lafzhul Jalaalah Allah(Bag. 2)
Baca pembahasan sebelumnya Penjelasan Lafzhul Jalaalah “Allah” (Bag. 1)
Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,
STATUS NAMA “الله”
Ulama rahimahullah menjelaskan bahwa nama “الله” memiliki status kedudukan yang tinggi. Nama “الله” adalah nama-Nya yang paling agung, paling masyhur, paling banyak disebutkan dalam Al-Qur’an, paling dikenal, paling jelas menunjukkan kepada Allah, paling baik, paling luas cakupannya, serta nama paling khusus bagi-Nya, makhluk tidak boleh bernama dengannya.
Dalil-dalil bahwa nama “الله” adalah nama Allah yang teragung
1) Firman Allah Ta’ala dalam surah Maryam ayat 65,
هَلْ تَعْلَمُ لَهٗ سَمِيًّا
“Apakah Engkau mengetahui ada selain-Nya yang bernama dengannya?”
Ibnul Jauzi rahimahullah dalam tafsirnya, menukilkan riwayat Atha’ rahimahullah dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu tentang tafsir ayat di atas. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu menafsirkan,
هل تعلم أحدا يسمى “الله” غيره ؟
“Apakah Engkau mengetahui ada selain-Nya yang bernama dengannya?”
Dikarenakan nama “الله” adalah nama khusus untuk-Nya saja, maka nama “الله” merupakan nama-Nya yang teragung.
2) Dari Buraidah bin Al-Hushaib Al-Aslami radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mendengar seseorang berdoa mengucapkan,
اللَّهمَّ إنِّي أسألُكَ بأنِّي أشهدُ أنَّكَ أنتَ اللَّهُ لا إلَهَ إلَّا أنتَ الأحدُ الصَّمدُ، الَّذي لم يلِدْ ولم يولَدْ ولم يَكُن لَهُ كفوًا أحدٌ
-Alloohumma innii as-aluka biannii asyhadu annaka antalloohu laa ilaaha illaa antal ahadush shomadu, alladzii lam yalid wa lam yuulad wa lam yakul lahuu kufuwan ahad-
“Ya Allah, sesungguhnya saya memohon kepada-Mu bahwa saya bersaksi sesungguhnya Engkau adalah Allah. Tiada tuhan yang berhak disembah, selain Engkau. Tuhan Yang Maha Esa. Yang Sempurna seluruh sifat-Mu. Tuhan Yang tidak beranak dan tidak dilahirkan. Dan tiada yang setara dengan-Nya.”
Lalu, beliau bersabda,
والَّذي نَفسي بيدِهِ لقد سألَ اللَّهَ باسمِهِ الأعظمِ الَّذي إذا دُعِيَ بِهِ أجابَ، وإذا سُئِلَ بِهِ أعطى
“Demi Tuhan Yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh ia telah memohon kepada Allah dengan nama-Nya teragung yang jika ia berdoa kepada-Nya dengan nama tersebut, niscaya Dia akan mengabulkannya. Dan jika ia memohon kepada-Nya dengan nama tersebut, niscaya Dia akan memberi.” (Disahihkan oleh Al-Albani rahimahullah dalam Shahih At-Tirmidzi)
Asy-Syuyuthi rahimahullah menyebutkan dalam salah satu kitabnya bahwa perselisihan pendapat tentang penentuan nama Allah teragung itu sebanyak dua puluh pendapat. Namun, Syekh Abdur Razzaq hafizhahullah mengomentari bahwa banyak pendapat yang disebutkan dalam kitabnya tersebut yang sangat lemah karena tidak ada dalilnya dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Di antara pendapat tersebut adalah apa yang disampaikan Syekh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah [1] bahwa nama Allah yang teragung adalah nama jenis. Maksudnya, kelompok jenis nama Allah tertentu yang mencakup beberapa nama-Nya sekaligus sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis. Berikut ini kelompok nama Allah yang teragung:
الأحدُ الصَّمدُ، الَّذي لم يلِدْ ولم يولَدْ ولم يَكُن لَهُ كفوًا أحدٌ
الرّحمن الرّحيم، الحيّ القيّوم
المنّان، بديع السّماوات والأرض، ذو الجلال والإكرام، الحيّ القيّوم
Wallahu a’lam, pendapat terkuat, paling masyhur, dan paling dekat dengan dalil-dalil adalah pendapat yang mengatakan bahwa nama Allah yang teragung adalah “الله”. Ini adalah pendapat kebanyakan [2] ulama rahimahullah.
Di antara ulama yang berpendapat bahwa nama Allah yang teragung adalah “الله” adalah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu (ulama tafsir dari kalangan sahabat), Jabir bin Zaid (ulama tafsir dari kalangan tabi’in), Imam Abu Hanifah, Al-Khathib Asy-Syarbini Asy-Syafi’i, Ath-Thahawi, Ath-Thibi, Al-Baqa’i, Al-Munawi, Abu Hayan Al-Andalusi, dan selain mereka rahimahumullah. [3]
Alasan bahwa nama Allah yang teragung adalah “الله” adalah karena nama “الله” memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki oleh nama-nama-Nya selainnya [4], yaitu :
1) Nama “الله” disebutkan dalam mayoritas hadis tentang nama-Nya yang teragung.
2) Nama “الله” adalah nama Allah yang pertama kali disebutkan dalam Al-Qur’an Al-Karim.
3) Nama “الله” adalah asal dari semua al-asma’ul husna, sedangkan semua al-asma’ul husna lainnya disandarkan kepada nama “الله”.
4) Nama “الله” adalah nama yang paling khusus bagi-Nya karena tidak bisa selain-Nya dinamai dengannya.
5) Nama “الله” menunjukkan seluruh al-asma’ul husna dan mengandung seluruh sifat-sifat-Nya yang ‘ulya.
6) Nama “الله” disifati dengan seluruh sifat-sifat-Nya yang ‘ulya.
Baca Juga: Urgensi Mengenal Allah
KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN LAFZHUL JALAALAH “الله”
Banyak kekhususan dan keistimewaan lafzhul jalaalah “الله”. Secara umum, kekhususan dan keistimewaannya terbagi menjadi dua macam:
Pertama, kekhususan dan keistimewaan lafaz.
Kedua, kekhususan dan keistimewaan maknawi.
KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN LAFAZH DARI NAMA “الله”
Nama “الله” adalah asal dari seluruh nama-nama-Nya yang lain. Sehingga seluruh nama-Nya yang lain disandarkan kepada nama “الله” dan digunakan untuk mensifati nama “الله”. Serta nama “الله” berkonsekuensi dan menunjukkan kepada seluruh nama-Nya yang lain secara global. Sedangkan nama-Nya yang lain adalah perincian dan penjelasan makna nama “الله”.
Karena Allah tidaklah disifati dengan sifat al-uluhiyyah (berhak diibadahi), kecuali menunjukkan bahwa Allah Mahasempurna dalam segala sifat-Nya. Sedangkan setiap nama Allah pasti mengandung sifat-Nya. Sehingga hal ini berkonsekuensi nama “الله” itu menunjukkan kepada seluruh nama dan sifat Allah lainnya.
Nama “الله” itu dikatakan mengandung sifat al-uluhiyyah karena nama “الله” itu menunjukkan bahwa Allah adalah Yang Mahahidup (Al-Hayyu), Yang Mahamendengar (As-Samii’), Yang Mahamelihat (Al-Bashiir), Yang Mahakuasa (Al-Qodiir), Yang Mahabijaksana (Al-Hakiim), Yang disifati dengan berfirman (sifat Al-Kalaam), mengetahui segala sesuatu (sifat Al-‘Ilmu), dan selainnya dari seluruh nama yang husna dan sifat yang ‘ulya.
Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam Madarijus Salikin menjelaskan bahwa nama “الله” itu menunjukkan kepada seluruh nama dan sifat Allah lainnya dengan tiga macam indikasi lafaz (dalalatul alfazh) : Mutahabaqah, tadhommun, dan luzum.
Dalil nama “الله” adalah asal dari seluruh nama-Nya yang lain dan menunjukkan kepada seluruh nama-Nya dan sifat-Nya
وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ وَذَرُوا الَّذِيْنَ يُلْحِدُوْنَ فِيْٓ اَسْمَاۤىِٕهٖۗ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Dan Allah memiliki al-asma’ul husna (nama-nama yang terbaik), maka berdoalah kepada-Nya dengan al-asma’ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari sikap wajib terhadap nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf: 180)
اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۗ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى
“(Dialah) Allah, tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Dia mempunyai al-asma’ul husna (nama-nama yang terbaik).“ (QS. Thaha: 8)
Dua ayat yang agung di atas menunjukkan bahwa nama “الله” adalah asal dari seluruh nama-Nya yang lain dan menunjukkan kepada seluruh nama-Nya. Karena di dalam dua ayat tersebut disebutkan bahwa Allah memiliki al-asma’ul husna (nama-nama yang terbaik). Sedangkan setiap nama-Nya mengandung sifat-Nya. Dengan demikian, nama “الله” itu menunjukkan juga kepada seluruh sifat-sifat-Nya.
Dalil bahwa nama selain “الله” itu memperinci dan menjelaskan nama “الله”
Allah Ta’ala berfirman,
هُوَ اللّٰهُ الَّذِيْ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ ۚ اَلْمَلِكُ الْقُدُّوْسُ السَّلٰمُ الْمُؤْمِنُ الْمُهَيْمِنُ الْعَزِيْزُ الْجَبَّارُ الْمُتَكَبِّرُۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
“Dialah Allah tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Al-Malik (Maharaja), Al-Qudduus (Yang Mahasuci), As-Salaam (Yang Mahasejahtera), Al-Mukmin (Yang Menjaga Keamanan), Al-Muhaimin (Pemelihara Keselamatan), Al-‘Aziiz (Yang Mahaperkasa), Al-Jabbaar (Yang Mahakuasa), AL-Mutakabbir (Yang Memiliki Segala Keagungan), Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”
هُوَ اللّٰهُ الْخَالِقُ الْبَارِئُ الْمُصَوِّرُ لَهُ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰىۗ يُسَبِّحُ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ ࣖ
“Dialah Allah Al-Khaliq (Yang Menciptakan), Al-Barik (Yang Mengadakan), Al-Mushawwir (Yang Membentuk Rupa), Dia memiliki nama-nama yang terindah. Apa yang di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dialah Al-‘Aziiz (Yang Mahaperkasa), Al-Hakiim (Yang Mahabijaksana).” (QS. Al-Hasyr: 23-24)
Perhatikanlah dua ayat yang agung di atas, bagaimana nama “الله” dijelaskan dan diperinci dengan nama-nama-Nya yang lainnya:
اَلْمَلِكُ, الْقُدُّوْسُ, السَّلٰمُ, الْمُؤْمِنُ, الْمُهَيْمِنُ, الْعَزِيْزُ, الْجَبَّارُ, الْمُتَكَبِّرُ, الْخَالِقُ, الْبَارِئُ
Contoh penerapan seluruh nama-Nya yang lain disandarkan kepada nama “الله”:
Ar–Rahman adalah nama Allah dan bukan sebaliknya (Allah adalah nama Ar-Rahman). Ar-Rahim adalah nama Allah dan bukan sebaliknya. Al-Ghafur adalah nama Allah dan bukan sebaliknya. Al-Karim adalah nama Allah dan bukan sebaliknya.
Contoh penerapan seluruh nama-nama-Nya yang lain digunakan untuk mensifati nama “الله”
Allah itu disifati dengan Ar-Rahman dan bukan sebaliknya (Ar-Rahman disifati dengan Allah). Allah itu disifati dengan Ar-Rahim dan bukan sebaliknya. Allah itu disifati dengan Al-Ghafur dan bukan sebaliknya. Allah itu disifati dengan Al-Karim dan bukan sebaliknya.
Nama “الله” adalah nama khusus Allah semata
Tidak ada satu pun selain-Nya yang layak bernama dengannya, tidak secara hakiki maupun secara kiasan. Dan sampai pun di kalangan pembesar yang sombong, mereka tidak berani bernama dengan nama “الله”.
Sungguh benar firman Allah Ta’ala dalam surah Maryam ayat 65,
هَلْ تَعْلَمُ لَهٗ سَمِيًّا
“Apakah Engkau mengetahui ada selain-Nya yang bernama dengannya?”
Tidaklah sah syahadat pertama dalam rukun Islam pertama, kecuali dengan nama “الله”
Jumhur ulama rahimahumullah menyatakan seandainya orang kafir yang masuk Islam dengan cara mengucapkan syahadat “Asyhadu an laa ilaaha illar Rahman”, maka tidaklah sah keislamannya karena mengganti nama “الله” dengan “Ar-Rahman”. Dan nama “Ar-Rahman” tidaklah mengandung sifat al-uluhiyyah sebagaimana dikandung dalam nama “الله”. Sehingga dalam ucapan “Asyhadu an laa ilaaha illar Rahman” itu tidak mengandung persaksian Kemahaesaan-Nya dalam peribadatan.
Oleh karena itu, syahadat yang benar adalah syahadat yang terdapat dalam surah Ali ‘Imran ayat18 dan hadis muttafaqun ‘laihi, yaitu syahadat yang disebutkan padanya nama “الله”.
Di antara keistimewaan lafaz “الله” adalah alif lam padanya tetap ada dalam konteks panggilan
Contohnya adalah يا الله . Alif lam tetap ada, meski ada huruf panggilan (harfun nida’) : يا . Namun, lain halnya dengan nama-nama Allah lainnya. Saat disebutkan dalam konteks panggilan, menjadi hilang alif lamnya, contoh : يا رحيم , يا غفور , يا كريم .
Kebanyakan zikir-zikir diiringi dengan nama “الله”
Seperti dalam:
Tahlil : لا إله إلا الله
Tasbih : سبحان الله
Tahmid : الحمد لله
Takbir : الله أكبر
Basmalah : بسم الله
Hauqalah : لا حول ولا قوة إلا بالله
Hasbalah : حسبنا الله
Istirja’ : إنا لله وإنا إليه راجعون ,
dan lainnya.
Nama “الله” adalah nama Allah yang paling banyak disebutkan dalam Al-Qur’an Al-Karim
Dalam Al-Qur’an Al-Karim terdapat 2360 kali penyebutan nama “الله”. Hal ini tidak terjadi pada nama-nama Allah lainnya. Allah pun membuka 33 ayat Al-Qur’an dengan nama “الله”.
Tidaklah sah salat seseorang ketika takbiratul ihram, kecuali dengan nama “الله”
Seandainya ada orang yang salat lalu bertakbirotul ihram bukan dengan lafaz “Allahu Akbar” padahal ia mampu mengucapkannya, tetapi ia ganti dengan “Ar-Rahmanu Akbar”, maka tidaklah sah salatnya. Pendapat yang menyatakan tidak sah disini adalah pendapat jumhur ulama: Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah rahimahumullahu ajma’in.
Baca Juga: Apakah Anda Sudah Mengenal Allah?
KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN MAKNAWI DARI NAMA “الله”
Dalam sebuah hadis yang sahih, riwayat Imam Muslim, Ibnu Majah, dan yang lainnya, Aisyah radhiyallahu ‘anha mendapatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang sujud dan berdoa,
اللَّهمَّ إنِّي أعوذُ برضاكَ مِن سخطِك وبمعافاتِك مِن عقوبتِك وأعوذُ بِك منكَ لا أُحصي ثناءً علَيكَ أنتَ كما أثنَيتَ علَى نفسِك
“Ya Allah, saya berlindung dengan rida-Mu dari murka-Mu dan saya berlindung dengan maaf-Mu dari hukuman-Mu dan saya berlindung dengan rahmat-Mu dari hukuman-Mu. Saya tidak mampu memuji-Mu (sepenuh hak-Mu) sebagaimana Engkau memuji diri-Mu sendiri.”
Sifat Allah Ta’ala tidak ada batas akhirnya. Maka, demikian pula pujian kepada-Nya pun tak terhingga karena pujian itu mengikuti sifat sempurna yang dipuji. Maka, setiap pujian manusia untuk Allah itu meskipun banyak dan panjang, tetap saja tidak akan mungkin memenuhi hak Allah karena Allah lebih agung dari semua itu. Hak Allah lebih besar. Karunia Allah itu lebih luas. Sifat Allah itu lebih agung dan lebih banyak daripada pujian-pujian manusia terhadap-Nya.
Dari sinilah Ibnul Qoyyim rahimahullah menyatakan bahwa keistimewaan nama “الله” secara maknawi tidaklah terhitung banyaknya. Hal itu dikarenakan Allah Mahasempurna dari segala sisi, lagi Mahaagung, Mahaindah, serta Mahaterpuji. Semua kebaikan milik Allah dan dari-Nya semata.
Tidaklah disebutkan nama “الله” pada sesuatu yang sedikit, kecuali memperbanyaknya.
Tidaklah disebutkan nama “الله” pada kondisi takut, kecuali Dia menghilangkannya.
Tidaklah disebutkan nama “الله” pada saat tertimpa musibah, kecuali Dia mengangkatnya.
Tidaklah nama “الله” disebut oleh orang yang lemah, kecuali Dia akan menguatkannya.
Tidaklah nama “الله” disebut oleh orang yang hina, kecuali Dia akan memuliakannya.
Tidaklah nama “الله” disebut oleh orang yang kalah, kecuali Dia akan memenangkannya
Nama “الله” adalah sebuah nama yang dengannya tertolak keburukan, musibah dan bahaya, diturunkan keberkahan, dikabulkan doa, serta didapatkan segala kebaikan dan keberuntungan! [5]
[Bersambung]
Baca Juga:
- Mengenal Nama Allah “Ash-Shamad”
- Mengenal Nama Allah “Al-Awwal”, “Al-Akhir”, “Azh-Zhahir” dan “Al-Bathin”
***
Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah
Artikel asli: https://muslim.or.id/73410-penjelasan-lafzhul-jalaalah-allah-bag-2.html